Ucapan tersebut sukses menghentikan langkah Nurul yang akan berbelok begitupun dengan Flora.
“Alvaro,” gumam Nurul.
Flora diam-diam menatap ekspresi wajah Nurul bergantian dengan wajah Alvaro.
Gue nggak mau mengakui ini tapi kelihatannya dari yang gue lihat, si Nurul ini udah punya rasa sama Alvaro dan kenapa gue lihat Alvaro ini serius banget sama Nurul? Tapi nggak mungkin, jangan sampai mereka jadian.
“Mau kemana? Nyari gue?” tanya Alvaro yang langsung disoraki oleh ketiga temannya.
"Nggak. Kita mau ke perpustakaan. Ngapain juga nyariin elu. Kayak nggak ada kerjaan lain aja," sambar Flora dengan nada begitu ketus.
"Ciee ... ada yang marah. Lu kenapa Flor, nggak suka kalau Alvaro sama Nurul jadian? Lu cemburu atau gimana?"
Pertanyaan Ikram, sahabat Alvaro langsung membuat wajah Flora merah padam.
"Nggak gitu ya!" bentak Flora.
"Terus gimana?"
Melihat wajah Flora yang sudah begitu kesal, Nurul langsung berinisiatif menarik tangan Flora dan lekas meninggalkan Alvaro tanpa memberi jawaban apapun.
"Itu si Nurul nggak ada luluhnya gitu sama lu, Ro?" tanya Nandi.
Alvaro hanya menjawab dengan mengangkat kedua bahunya.
"Lu kurang apa coba? Nurul kali yang buta, nggak bisa lihat lu yang lahir dengan sendok emas," timpal Kriss.
"Kita lihat aja nanti. Cepat atau lambat dia bakalan nerima gue. Kalian bakalan jadi saksinya," ujar Alvaro seraya berjalan meninggalkan ketiga temannya.
Lu boleh cuekin gue. Puas-puasin aja Nur. Tapi nggak lama lagi gue yakin lu sendiri yang nantinya bakalan nyari gue bahkan sampai ke lubang semut pun lu bakalan nyari gue. Semua ada waktunya.
"Kalian mau disitu aja atau mau ke kantin?" teriak Alvaro yang langsung disusul oleh ketiga temannya.
Dasar!
Sementara itu, di perpustakaan Flora tidak berhenti bergumam tak jelas. Wajahnya masih terlihat kesal. Sesekali terdengar umpatan dari mulutnya untuk Ikram. Nurul hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Mau belajar atau nggak sih Flor?" tanya Nurul yang akhirnya mengalihkan atensinya dari buku tebal yang sedang ia baca.
"Huhh ... gue kesal aja gitu sama si Ikram. Kenapa coba dia sampai ngomong kayak gitu. Gue? Cemburu? Sama Alvaro? ya nggak mungkin lah! Mata dan otak gue masih berfungsi untuk bisa melihat dan mengetahui kalau Alvaro itu bukan cowok baik!"
Nurul menghela napas, ia sudah terbiasa dengan kejadian seperti ini semenjak Alvaro mulai mendekatinya beberapa bulan yang lalu. Flora selalu bersikap ketus jika mereka bertemu dengan Alvaro dan kawan-kawannya. Entah apa alasannya, Nurul enggan untuk menanyakan.
Mendadak Nurul ingin mengerjai Flora dengan menambahkan kekesalan sahabatnya ini. Jujur saja Nurul begitu gemas dengan wajah Flora ketika ia sedang marah, menggemaskan.
"Ekhmm ... tapi emang lu beneran nggak cemburu? Atau emang benar kali, kalau lu suka sama Alvaro jadi lu bawaannya kesal mulu kalau Alvaro ngedeketin gue," ucap Nurul dengan kepayahan menahan tawanya.
Mata Flora membulat sempurna. Ia melayangkan tatapan mematikan kepada Nurul.
"Sampai lu ngomong kayak gitu lagi, yakin deh sepatu gue bakalan masuk ke dalam mulut mungil lu itu. Serius gue. Lu mau nyoba nggak?" ucap Flora dengan penuh penekanan.
Nurul tertawa kecil namun air matanya terus mengalir karena ia berusaha menahan tawanya agar tidak pecah sebab mereka berada di dalam perpustakaan.
"Lu kenapa hah?"
"Gue nggak kenapa-napa. Gue suka aja lihat lu marah. Lucu tahu," jawab Nurul sambil menyeka air matanya.
"Lu ngerjain gue?" tanya Flora. "Nggak lucu ih."
Bibir Flora mengerucut. Tanpa mengajak Nurul ia segera melaporkan buku yang ia pinjam pada petugas perpustakaan. Nurul pun segera mengikutinya.
"Masih marah lu? Gue minta maaf ya Flora sayang," ucap Nurul ketika mereka sudah berada di luar perpustakaan.
"Au ah. Gue malas. Lagian gue berani sumpah deh kalau gue itu nggak ada hati sama si Alvaro. Potong kuku gue kalau gue sampai suka sama cowok itu," sungutnya.
"Ya ampun ampe segitunya. Lagian kok beraninya cuma potong kuku doang, gue kira lu bakal bilang potong jari. Kuku doang mah bukan apa-apa," kekeh Nurul.
Tawa Flora pecah begitupun dengan Nurul. Keduanya memang tidak pernah terlibat perdebatan panjang selama hampir empat tahun kebersamaan mereka.
"Lu yang namanya Nurul, anak Hukum?"
Nurul dan Flora terpaksa menghentikan tawa mereka dan langsung menatap pada seseorang yang sudah mencegatnya.
Irana, itu nama gadis yang sedang berdiri di depan mereka. Tentu saja ia bersama dua teman atau bisa disebut sebagai asisten pribadinya yang selalu mengikutinya kemanapun dan siap memberikan pelayanan kepadanya.
Nurul mengangguk, "Iya saya. Kena--"
Plakkk ...
Sebuah tamparan langsung mendarat di pipi Nurul. Refleks tangan Nurul langsung memegangi pipinya yang terasa panas dan perih.
"Irana, kenapa lu nampar Nurul hah?!" teriak Flora.
"Halaah ... lu nggak usah sok belain dia. Bukannya kita ini sama, sama-sama nggak suka lihat ada cewek yang didekati Alvaro. Nggak usah muna deh lu, Flor," cibir Irana.
Wajah Flora merah padam, tangannya terkepal kuat.
"Lu kira itu lucu?! Nurul, demi apapun omongan dia jangan lu dengerin. Please lu percaya sama gue," pinta Flora namun tanpa menatap ke arah Nurul melainkan tetap mengunci Irana dalam pandangannya.
Irana bergidik ngeri melihat tatapan membunuh dari Flora.
"Hahaha ... heh Nurul, gue kasih tahu ya ke elu, nggak selamanya apa yang lu kira baik itu benar adanya. Lagian kita itu berada di lingkaran yang sama. Jadi gue tahun sepak terjang lu, Flor."
Tak henti sampai disitu, Irana terus saja membuat api semakin menyala. Sedangkan Nurul, ia diam menyimak. Jujur saja, ada sedikit rasa perih yang timbul di hati Nurul mendengar fakta tentang sahabatnya.
Nggak, gue nggak boleh langsung percaya gitu aja. Gue udah kenal Flora sejak lama dan dia itu asli baik banget. Walau kini gue meragu, tapi gue nggak bakalan mikir negatif ke dia. Emang kenapa juga kalau ternyata Flora suka sama Alvaro. Wajar kok.
"Nurul gue--"
"Udah, nggak usah di dengerin. Yuk kita balik," ajak Nurul yang langsung menarik tangan Flora.
Flora hanya pasrah ditarik oleh Nurul meninggalkan Irana. Dalam benaknya diliputi banyak pertanyaan tentang tanggapan Nurul dari pernyataan Irana barusan.
"Oh ya satu hal ...."
Nurul menghentikan langkahnya, tanpa berbalik badan ia berbicara kepada Irana.
"Kalaupun Flora suka sama Alvaro itu bukan hal yang salah. Semua berhak menyukai siapapun. Tidak ada aturan untuk perasaan. Yang nggak wajar itu kalau Flora suka sama lu."
Setelah mengatakan itu, Nurul tersenyum puas lalu menarik Flora agar segera menjauh.
Gue nggak nyangka reaksi Nurul bakalan kayak gini. Anak ini benar-benar baik. Untung dia teman gue.
Merasa geram, dengan cepat Irana menarik rambut Nurul hingga kepalanya mendongak.
"Berani lu ngomong gitu ke gue!"
Blesshhh ....
Wajah Irana berubah menjadi pias begitu melihat siapa yang mendapat siraman dari air mineral yang hendak ia siramkan kepada Nurul.
"Al-va-ro?"
Jessy, Bela dan Flora terkejut melihat kejadian barusan dimana sang idola kampus tersiram air.
"Lu nggak apa-apa Nurul?" tanya Alvaro sambil menyeka wajahnya yang sudah basah dan sialnya itu justru membuat semua yang ada di sana terpana.
Wajah tampan dengan ditetes-tetesi air dari rambut itu terlihat makin tampan dan segar. Banyak mahasiswi yang histeris dan tak sedikit yang mengabadikan dengan ponsel mereka.
"Gu-gue nggak apa-apa kok. Kenapa lu bisa disini?" jawab Nurul yang kini sedang membersihkan wajah Alvaro dengan sapu tangannya. "Lu harusnya nggak ngelakuin ini. Lihat! Kita jadi bahan tontonan," ucap Nurul masih santai mengelapi wajah Alvaro yang tanpa ia sadari semua mata tertuju pada tindakannya apalagi Alvaro.
"Gue rela kok kesiram air asal lu yang ngelapin kayak gini. Setiap hari pun gue nggak masalah, sumpah!"
Mendengar ucapan Alvaro, Nurul menjadi keki. Ia buru-buru menarik tangannya dari wajah Alvaro dan membuang muka merasa malu.
Kenapa gue bisa kayak gini sih. Duh malu gue. Ini juga tangan kenapa refleks banget sih?!
Alvaro tersenyum jahil namun mengingat mereka sedang menjadi bahan tontonan ia pun langsung mengendalikan diri.
"Bubar nggak lu pada! Gue dan Nurul bukan bahan konsumsi publik!"
Tanpa ba-bi-bu para kerumunan langsung melenggang pergi.
"Makasih lu udah bantuin gue tapi lain kali jangan. Nggak usah. Gue yakin setelah ini bakalan ada Irana yang lain lagi yang nggak suka ke gue karena lu. Gue pamit."
Nurul menarik tangan Flora agar bergegas meninggalkan tempat itu. Alvaro dan yang lainnya hanya bisa menatap punggung mereka yang semakin menjauh.
"Lu-" Alvaro menatap Irana- "Jangan sampai gue lihat lu berada di sekitaran Nurul kalau lu masih mau lihat mentari pagi," ucap Alvaro kemudian meninggalkan Irana dan teman-temannya.
Irana menghembuskan napas lega begitu Alvaro Cs sudah menjauh.
"Guys, kalian duluan aja. Gue mau ke toilet bentar," ucap Irana.
Irana berjalan cepat ke arah Toilet. Ia tersenyum lebar mendapati pria yang sudah berdiri tegak membelakanginya.
"Gue udah ngelakuin yang lu mau. Gimana sama gue?" tanya Irana sambil memeluk pria tersebut dari belakang.
"Sesuai keinginan lu. Lu mau kita main di toilet ini atau gimana?" tanya pria itu.
Irana menyeringai. "Asal sama lu, disini juga gue siap. Tapi kampus masih ramai. Kita ke apartemen gue sekarang," ujar Irana.
"Oke."
Gue nggak nyangka cuma ngelakuin ini doang gue bisa jadi teman kencan dan berolah ranjang dengan lu. Ini sih gue yang untung. Bisa ngelabrak si Nurul sialan itu eh sekalian dapat bonus kehangatan. Ck, ck, ck ... Irana lu emang keren.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 276 Episodes
Comments
Anisa 977
ro? engga al ajh lebih enak
2023-07-22
0
Biancilla
wuah ulah Alvaro nih ternyata
2023-07-16
0
Chiisan kasih
hati" nurul
bucin beneran baru tau rasa hehehe
2023-07-12
1