Teman?

"Lo gak akan pernah tahu rasanya jadi orang tanpa orang tua lengkap! Karena Lo, gak kurang kasih sayang! " balas Rizki.

"Lo gak akan pernah tahu rasanya punya rumah namun gak seperti rumah! " ucap Embun.

Dia benar-benar pergi. Aku menyingkir menyembunyikan tubuhku agar tak dilihat olehnya. Aku lihat punggungnya yang kian menjauh. Helaan nafasku mengeluarkan beban yang aku tanggung.

"Biarlah aku dikasihani asalkan aku tak merasanya, " ucapku pergi.

Hari senin telah tiba. Aku membawa Elena ke dalam mobil. Rizki meminjamkan mobil dengan memaksa, akupun tak dapat menolaknya.

Sekolah spesial Intan Permata adalah tempat dimana Elena akan bersekolah. Dia sangat senang. Aku lihat senyuman tak pernah luntur dari wajahnya.

"Elena senang? " tanyaku kepadanya.

"Senang ayah! " jawab Elena bersemangat.

"Ayah akan bekerja, jadi maaf jika ayah terlambat. Sore ayah baru bisa jemput. Bagaimana menurut Elena. Apakah ayah perlu menyewa baby sitter? " tanyaku kepadanya.

Elena menggelengkan kepalanya. "Elena akan menunggu ayah menjemput hingga sore. Elena akan menunggu ayah kapanpun hingga datang," jawab Elena.

Akupun tersenyum ketika mendengarnya. Hatiku tenang. Aku benar-benar beruntung. Setidaknya Elena membuatku hidup. Aku telah sampai disana. Memang suasana nyaman dan damai terasa. Beberapa anak spesial bermain satu sama lain. Mereka saling membantu. Senyuman mereka adalah paling tulus sebagai seorang manusia yang pernah aku temui kecuali ibuku sendiri. Dia tersenyum dengan tulus, namun senyum itulah yang membuatku terluka.

Seorang ketua sekaligus kepala sekolah menghampiriku. Aku membawa Elena keluar dari dalam mobil.

"Selamat datang. Pak Angga, " ucap kepala sekolah yang bernama Ibu Lia.

Aku menganggukkan kepala membalasnya. Aku berjongkok.

"Ayah ingin berbicara dengan ibu Lia terlebih dahulu, kamu ikut atau tidak? " tanyaku kepada Elena.

"Elena ingin bermain bersama teman! " jawab Elena.

Akupun menganggukkan kepala. Ibu Lia meminta guru lainnya membantu Elena. Aku berada di ruangan kepala sekolah.

"Bapak ingin menitipkan Elena?" tanya Ibu Lia.

"Benar. Saya ingin Elena bersosialisasi dengan teman sebayanya. Mohon bantuan Ibu Lia, " jawabku.

"Saya mengerti. Namun apakah bapak akan meninggalkan seperti yang lain? " tanya Ibu Lia.

"Mengapa aku harus meninggalkannya. Anda bisa bertanya pada Elena sendiri, " jawabku.

Elena tengah duduk di taman. Guru pendampingnya pergi sebentar. Dia bergumam merasakan senang karena suara ramai teman sebayanya.

"Hai!! "

Elena mengrenyitkan dahinya. Dia mendengar suara anak cowok.

"Siapa? " tanya Elana.

Anak laki-laki itu menjabat tangan Elena.

"Aku Akbar! Salam kenal, " jawabnya.

"Maaf. Aku tidak bisa melihatmu, " ucap Elena.

"Tidak apa. Aku akan membantumu melihat dunia!, " jawab Akbar.

"Dengan apa?" tanya Elena.

"Dengan suaraku maka kamu akan melihat dunia," jawab Akbar.

Guru Lisa datang. Dia melihat Akbar dan Elena kemudian ia hampiri.

"Elena memang pintar mencari teman, " ucap guru Lisa memuji.

"Elena suka teman, " balas Elena.

"Aku akan mengajakmu ke suatu tempat! " ajak Akbar menarik lengan Elena. Guru Lisa hanya tersenyum ketika Akbar menarik lengan Elena membawanya pergi. Karena dia tahu kemana Akbar akan membawanya pergi.

Mereka berhenti di suatu tempat. Elana bertanya mengapa berhenti.

"Apakah sudah sampai? Kita sangat jauh? " tanya Elena.

"Sudah. Kita sudah sampai. Tempat ini sangat jauh! " jawab Akbar.

"Apa yang ingin kamu perlihatkan kepadaku? " tanya Elena.

Akbar mengajak duduk. Mereka berada di bawah pohon.

"Kamu dengarkan suaraku dan bayangkan apa yang aku katakan, " ucap Akbar.

Aku keluar dari ruangan kepala sekolah bersama dengan ibu Lia. Aku melihat sekeliling namun tak menemukan Elena.

"Kemana perginya? " ucapku.

"Dia pergi bersama temannya, " jawab guru Lisa.

Aku mengrenyitkan dahinya. Tak biasanya Elena ikut dengan orang baru.

"Apa yang dia janjikan kepadanya? " tanyaku kepada guru Lisa.

"Dia berjanji akan membawa Elena melihat dunia dengan suaranya, " jawab guru Lisa.

"Akbar? " tanya Ibu Lia.

"Siapa Akbar itu? " tanyaku heran.

"Akbar adalah anak yang kami besarkan sendiri. Dia suka membantu dan berteman. Dia selalu melihat dari hati, bukan penampilan. Penilaiannya akan seseorang tak pernah salah selama ini, " jawab Ibu Lia.

"Ohh. Aku pensaran dengannya. Melihat dunia dengan suara? Dia cukup puitis, " ucapku.

"Dia berumur 8 tahun saat ini, " ucap Ibu Lia.

Aku menganggukkan kepala berjalan ke tempat dimana Elena dan Akbar duduk bersama. Mereka tak jauh, hanya saja menjauh dari keramaian anak Tk.

"Elena. Apakah kamu suka langit? " tanya Akbar.

"Suka! Ibuku memiliki nama yang berarti langit biru! " jawab Elena.

"Bagus! Kalau begitu aku akan menjadi fajar dan senja! " balas Akbar.

"Mengapa? " tanya Elena.

"Karena kamu putri langit dan aku raja langit. Kamu langit biru dan aku akan melengkapinya menjadi fajar dan senja, " jawab Akbar.

Elena hanya diam tak membalasnya. Akbar menoleh. Melihat Elena menghembuskan nafas panjang membuatnya kebingungan.

"Kenapa? " tanya Akbar.

"Mengapa orang lain selalu ingin menjadi senja ataupun fajar ketika aku ingin menjadi langit biru. Senja dan fajar selalu pergi namun mereka tak pernah ingkar janji, " jawab Elena.

"Lantas apa yang Elena inginkan? " tanyaku.

Mereka menoleh. Akbar menjauh menyisakan jarak. Akupun duduk bersama mereka.

"Elena hanya ingin seseorang ada untuk Elena. Menemani tanpa perasaan mengasihani. Elena ingin mempunyai teman yang tulus, " jawab Elena.

Perkataan Elena mengingatkanku pada Embun. Dia pernah mengatakan bahwa ia hanya kasihan terhadapku.

"Bukankah Akbar adalah temanmu!" ucapku tersenyum menoleh ke arah Akbar.

Akbar menganggukkan kepalanya. Dia tersenyum membalasnya.

"Elena tahu itu"

Aku berpamitan kepada Elena untuk berangkat kerja terlebih dahulu.

"Ayah berangkat. Nanti sore ayah jemput, " ucapku kepada Elena.

Elena menganggukkan kepalanya. Aku pergi ke mobil dan aku nyalakan. Aku meninggalkan kawasan TK Intan Permata. Aku lihat jam yang hampir memasuki waktu kerja. Perkotaan dengan segala suasana macet pada jam kerja adalah hal biasa. Aku telah sampai di kantor. Entah mengapa aku gugup karena tak seharusnya aku langsung menjadi manajer umum.

Aku masuk ke dalam lift aku tekan tombol lantai. Hari ini aku akan menemui Embun terlebih dahulu. Aku berada di depan ruangan Embun. Karyawan lainnya bekerja dengan serius. Mereka berdiri menyapaku. Aku membalasnya dengan tersenyum.

"Pak Angga? " ucap seseorang.

Aku menoleh. Seorang wanita menghampiriku. Dia berpakain rapi membawa dokumen.

"Ibu Embun akan memimpin rapat. Bapak dimohon hadir sebagai manajer umum perusahaan, " ucap sekertaris Thalia.

Aku menganggukkan kepala meminta sekertaris Thalia memimpin jalan. Dia membukakan pintu. Aku masuk ke dalamnya. Semua orang menoleh ke arahku. Aku membungkukkan badan meminta maaf atas keterlambatanku.

Aku duduk dengan arahan sekertaris Thalia. Aku lihat semua orang yang ada di dalamnya adalah para senior. Mereka ramah tidak membedakan baru ataupun lama.

"Apakah rapat dewan?" batinku bingung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!