Aku pejamkan mataku berharap esok akan lekas membaik dengan hati yang tenang. Mungkin obat penenang yang aku minum mulai bereaksi.
"Tringggg!!!! "Suara dering alarm membangunkanku.
Aku bangun dalam kondisi yang lelah entah karena apa. Mungkin karena batinku yang terluka. Aku beranjak berdiri berniat bersih-bersih. Ketika mandi baru aku menyadari lebam ada dimana-mana dan beruntungnya wajahku tak terluka. Jika orang lain tahu maka akan merepotkan.
Aku selesai dan bersiap sarapan pagi. Suara ketukan pintu menahanku untuk memulai makan. Aku berdiri membukakan pintu.
" Pagi bro! "ucap Victor bersama dengan Faza menyelonong masuk. Aku menutup pintu melihar mereka yang telah duduk manis di meja makan layaknya anak-anak menunggu ibu mereka menyiapkan makanan.
" Ada apa? "tanyaku kepada mereka.
" Biasa. Numpang makan, "jawab Victor.
Aku mengeluarkan makanan lebih dan kusajikan di atas meja. Kita makan bersama-sama. Aku merasakan perasaan aneh pada saat itu. Seperti rasa bahagia yang menjalar. Aku lupa jika aku pernah makan bersama keluarga di meja makan.
" Hallo! "ucap Faza melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku.
"Ngapain ngelamun? " tanya Victor.
"Gak apa-apa. Masih ngantuk, " jawabku.
"Yaudah kita gas berangkat! " balas Victor dengan semangat.
Aku menganggukkan kepala mengikuti mereka berdua. Di depan gedung telah terparkir dua sepeda.
"Kalian naik sepeda? " tanyaku heran melihat sepeda yang terparkir di depanku.
"Iya. Biar hemat dikit, " jawab Faza.
"Gue bawain sepeda! " ucap Victor datang membawa sepeda. Dia memberikannga kepadaku. Aku terkejut bagaimana ia menghilang dan datang secepat itu.
"Ini bukan curian kan?" tanyaku ragu.
"Aman! " balas Victor.
Mereka berdua telah melaju lebih dulu. Aku tengok ke belakang dimana halte tempatku dan Azura menunggu bus. Aku ingin melihat ke apartemennya, namun hatiku mengatakan tidak. Aku mulai mengayuh sepedaku menuju kampus.
Suasaba disana ramai. Aku dan kedua temanku layaknya geng anak remaja dimana heboh ketika melihat cewek-cewek cantik. Aku merasakan pusing melihat mereka berdua saling memberikan komentar satu sama lain. Aku kira Faza anak yang kalem, namun pikiranku salah. Dia terlalu bar-bar. Mereka berdua tiba-tiba melihatku dengan pandangan tak biasa.
"Ehmmm!! " ucap Victor.
"Kenapa? " tanyaku heran.
"Tipe cewek Lo kayak gimana. Nanti biae si Faza cariin. Dia banyak kenalan cewek-cewek cantik pinter dan kalem. Gue tebak tipe cewek Lo tuh kayak Azura!" ucap Victor.
Aku diam mendengar ocehan Victor. Ingin rasanya aku mengatakan kepadanya bahwa teman-teman cewekku banyak seperti tipeku, namun mereka tak membuatku nyaman dan merasakan seperti rumah. Hanya Embun yang aku anggap sebagai rumah tempatku pulang.
"Bukan, " balasku singkat.
Hari ini aku sibuk. Selain kuliah, aku ikut kelas seni. Aku mencoba membuka kembali perasaan nyaman dan tenang ketika melukis. Aku pulang ke apartemen sendirian ketika petang. Aku membawa coklat di tasku.
Aku berjalan ke arah apartemen Azura. Saat ingin aku ketuk, aku melihat pintu memiliki celah. Aku masuk ke dalamnya. Terdengar suara aneh dan aku yakin itu berasal dari Azura. Aku berdiri di depan kamarnya. Aku mengintip dari celah pintu yang tak tertutup rapat. Kulihat pria yang Azura anggap sebagai pacarnya tengah bergerak maju mundur dan aku tahu ia sedang apa. Aku tak berani bersuara dan memalingkan wajahku ke samping. Aku berniat pergi. Sebelum aku keluar, coklat yang aku beli kuletakkan di meja berharap Azura melihatnya. Pintu aku tutup rapat. Pria tersebut keluar dari dalam kamar. Ia mengecup dahi Azura sebelum pergi.
Pintu tertutup rapat. Azura terduduk lemas sembari mencengkeram kepalanya. Ia melihat sebuah coklat.
"Dijaga ya cantik moodnya"
Senyuman Azura kembali terlihat. Ia seakan tak ingin memakan coklat tersebut.
"Aku menyukaimu, namun jika ditanya apakah aku ingin memilikimu jawabanku adalah tidak. Karena kamu layak menemukan pasangan hidup yang lebih baik dariku. Aku tahu niatmu memberitahuku bahwa secercah harapan tetaplah ada meskipun kecil. Motivasi aku bertahan adalah kamu" ucao Azura tersenyum pahit.
Aku terduduk lemas bersandar ke pintu. Perasaanku entah mengapa tiba-tiba sedih ingin menangis namun tak bisa. Aku adalah laki-laki cengeng di dunia ini yang tak berguna.
"Jika aku mati, apakah semua orang akan mengingatku? " ucapku pada diri sendiri.
Aku berusaha melakukan apa yang dikatakan dokterku. Menarik nafas dalam-dalam, tahan sebentar dan buang perlahan. Aku mulai tenang lantas beranjak berdiri berjalan ke arah dapur membuat kopi. Aku termenung sembari meminum kopi menghadap ke arah jendela. Hari ini tak sama seperti kemarin. Aku ingin marah melihat Azura digagahi pria lain, namun aku siapanya? Hanya sebatas teman tak lebih. Aku tak berhak ikut campur urusannya. Aku tak ingin menambah beban masalah dihidupnya.
"Kenapa semuanya begitu rumit? Mengapa aku ingin melindunginya? " tanyaku pada diriku sendiri. Perasaan yang tengah aku rasakan sungguh aneh. Mengambang tak jelas.
Demi menghilangkan rasa overthingking berlebihanku, aku menulis sesuatu di buku. Kembali lagi dengan puisi pendek yang berjudul "Terlalu Bingung" Aku nenutup tirai berniat tidur. Kopi yang aku buat tak mempan bagiku.
Mataku terpejam menyambut misteri esok pagi. Kembali lagi dengan suara alarm yang berisik. Aku bangun melakukan aktivitas pagi. Aku keluar dari gedung apartemen berniat melajukan sepedaku.
"Tungguh! " ucap seseorang.
Aku menoleh melihat Azura berlari kecil ke arahku.
"Aku ikut! " ucapnya.
Dia duduk dengan anggun menyamping. Aku tanpa berbicara melajukan sepedaku menuju kampus. Sepanjang perjalanan dia bercerita mengenai ide membuat cerita lagi pada platfrom online.
"Gimana menurutmu. Bagusnya judulnya apa? " tanya Azura.
"Tak pernah menyatu, " jawabku.
"Hmmm. Judulmu singkat padat dan jelas. Namun menyiratkan ending yang sedih. Aku ingin ending yang bahagia, bukan sedih, " balas Azura menggerutu.
"Kamu maunya apa? Tanya aku jawab dan kamu menolaknya, " ucapku jengah.
"Ya jangan gitu dong. Tapi dipikir-pikir bagus juga idemu, " balas Azura.
Tak terasa aku sampai di kampus. Ku lihat Faza dan Victor tengah berada tak jauh dari parkiran.
"Aku duluan, " ucap Azura berpamitan.
Faza dan Victor menghampiriku dengan tergesa-gesa.
"Udah confes? " tanya Victor.
"Belum deh kayaknya. Cuma mau bilang, jangan kejebak friendzone, " balas Faza.
"Dia cuma numpang doang, gak lebih, " ucapku menyanggah dugaan mereka semua.
"Gak apa-apa bro, nice try. Nanti biar Faza kenalin lo ke temen ceweknya. Kalau perlu kencan buta Gue bayarin semuanya. Perlu hotwl calling me, " ucap Victor mendramatis.
Aku hanya tak tahu harus apa membalas mereka. Mempunyai teman pengertian adalah anugerah dari Tuhan. Apalagi ketika aku pernah trauma dengan mereka.
"Yok! ke kelas, " ucap Faza.
Kita bertiga jalan dengan aku berada di tengah-tengahnya. Victor Gabriela dengan sifat ekstrovert dan pintar dalam hal percintaan membuatnya mendapatkan berbagai pujian. Faza Aditama sicowok introvert menyesatkan diam-diam menghanyutkan. Pikirannya melebihi Victor ketika menyangkut cewek. Meskipun mereka terkadang bar-bar akan tetapi mereka semuanya baik. Sedangkan aku yang berada ditengah-tengah kedua orang tersebut terkadang merasakan pusing
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments