"Angga Narendra, " ucapnya ketika melihat surat lamaran yang aku kirim.
Dia memanggil sekertarisnya Thalia untuk datang.
"Biarkan orang ini lolos. Aku jamin dengan namaku sendiri bahwa dia tak akan mengecewakan kalian. Katakan kepada Jason untuk membawakan orang ini kepadaku"
"Baik. Akan saya laksanakan, " jawab Thalia.
Proses wawancara kerja telah tiba. HRD posisi yang diduduki oleh Jason mulai melakukan tes satu per satu. Perusahaan Martyapada sangat ketat dalam penyeleksian. Beberapa orang mulai khawatir namun tidak dengan satu orang. Dia adalah Angga Narendra.
"Silahkan masuk"
Aku masuk ke dalam ruangan dan duduk di hadapan HRD. Aku menenangkan diriku sendiri bahwa semuanya baik-baik saja.
"Siapa dirimu? " tanya Jason.
"Saya Anga Narendra, " jawabku.
"Itu saja? "
Aku menganggukkan kepala. Orang yang berhadapan denganku mengrenyitkan dahi bingung.
"Mengapa memilih kami? "
"Karena perusahaan Martyapada adalah perusahaan yang menjunjung tinggi moralitas dan loyalitas karyawan"
Beberapa pertanyaan diulangi kembali oleh HRD dan aku menjawabnya dengan serius. Tatapan matanya menyelidiki bagaimana sifat serta karakterku jika berada dalam tekanan.
"Kamu lolos. Silahkan pergi ke ruangan sebelah. Ada orang yang menunggumu"
Aku sedikit bingung. Namun aku menganggukkan kepala.
"Terima kasij, " ucapku kepadanya.
Aku berbalik pergi keluar dari ruangan. Aku berjalan sesuai apa yang dikatakan oleh HRD ke ruangan sebelah. Aku berdiri di depan pintu. Ruangan ini ternyata cukup jauh dari ruangan HRD.
Aku memegang gagang pintu kemudian mendorongnya. Aku lihat seorang wanita duduk membelakangiku. Aku lihat wibawanya terasa kuat.
"Duduklah, " ucapnya padaku.
Aku duduk mengikuti perintahnya. Dia berbalik tersenyum melihatku.
"Bagaimana kabarmu? " tanyanya kepadaku.
Aku terkejut kemudian melihat plakat nama dengan jabatan di atas meja. Tertulis Embun Paramastri sebagai CEO perusahaan. Aku hanya tersenyum canggung kemudian menghela nafas panjang.
"Aku baik-baik saja, " jawabku kepadanya.
Embun beranjak berdiri. Ia mendekatiku mengajak duduk di kursi yang lebih nyaman mengobrol. Aku mengikutinya, kini aku duduk berhadapan dengannya.
"Hampir 10 tahun berpisah. Tak kusangka aku menemukanmu kembali, " ucap Embun.
"Aku terkejut dan bangga melihatmu hingga ke posisi ini, " balasku.
"Bagaimana kabarmu? " tanya Embun.
"Aku baik-baik saja. Tidak perlu khawatir, " jawabku dengan tulus.
Embun menyesap tehnya. Aku lihat kebiasaan dari dulu tak pernah berubah. Dia tak menyukai kopi.
"Aku bisa menerimamu asalkan kamu ceritakan mengapa kembali, " ucap Embun.
Aku tak langsung menjawabnya. Aku diam membuat keputusan.
"Aku pulang membawa Elena. Dia anak yang spesial. Dia cerdas dan pintar. Senyumnya mirip denganmu. Lesung pipinya sama sepertiku. Namun sayang, dia bukan anak kandungku, " ucapku menjelaskan kepulanganku.
Embun terkejut akan ucapanku namun tak semerta ia mengubah ekspresinya .
"Mengapa kau menerimanya? " tanya Embun.
Aku menghela nafas sebelum bercerita. "Seseorang memercayakannya padaku. Aku dan dia sama-sama berjuang disana, " jawabku sembari menyunggingkan senyum.
Embun heran. Dia menarik kepalanya.
"Berjuang? "
"Ya. Berjuang bersama-sama menyembuhkan luka hati"
"Apakah kau terluka sama sepertinya? "
Aku menggelengkan kepala memberinya jawaban.
"Mungkin iya dan tidak. Masa lalu telah aku tutup. Namun penderitaanku lebih baik dibandingkan dengan dia"ucapku.
" Mengapa? Bukannya kamu bilang sama-sama berjuang menyembuhkan luka? "tanya Embun dengan nada menunjukkan rasa penasaran.
" Aku dan dia menyembuhkan luka bersama, tak kusangka aku mendapatkan luka baru. Apakah kau tak merasa cantik itu luka? "balasku kepadanya.
" Cantik memang luka. Tapi luka apa yang ditorehkan. Aku bisa memberikanmu posisi manajer umum, asalkan kau menyetujui permintaanku, "ucap Embun.
" Apa permintaanmu? "tanyaku kepadanya.
" Aku ingin bertemu dengan Elena, "jawabnya.
Siang hari aku mengajak Embun ke rumah Rizki. Kebetulan dia ada disana. Embun tersenyum menyapa. Aku memanggil Elena.
" Ayah! "ucapnya dengan senang memeluk tubuhku.
" Putri ayah..... "ucapnya dengan gemas memeluknya.
" Siapa orang disamping ayah? "tanya Elena.
" Dia sahabat ayah, "jawabku kepapada Elena.
" Aku Elena!"
Embun berjongkok. Dia hendak mengelus wajah Elena namun aku mencegahnya. Dia menurunkan lengannya kembali.
"Aku sahabat ayahmu, namaku Embun"
Elana terlihat senant ketika mendengar nama Embun.
"Bagaimana aku memanggilmu? " tanya Elena.
"Panggil saja tante Embun"
"Aku suka nama kakak! Seperti puisi ciptaan ayah! Sungai mengalir ke ujung dunia. Pohon rindang tumbuh menjulang. Kabut tebal menutupi langit. Gunung indah tertutup awan. Hujan gerimis datang menutup indahnya langit biru. Embun hadir karena ia rindu" balas Elena.
Embun tersenyum mendengar ucapan Elena. Aku telah terbiasa dengan senyumnya. Embun beranjak berdiri akupun mengikutinya. Kita berjalan ke arah kursi membicarakan kesepakatan.
"Kamu ingin mencari kakak dari ibunya? " tanya Embun.
"Iya. Bagaimanapun aku ditugaskan untuk menjaganya, bukan memilikinya, " jawabku.
"Sesuai janjiku. Kamu bekerja sebagai manajer umum perusahaan Martyapada. Mudah bagimu menduduki posisi ini. Sertifikat dan latar belakangmu sangat mudah membungkam mereka, " balas Embun.
Akupun menganggukkan kepala. Rizki datang dia duduk. Aku beranjak berdiri pergi.
"Kesepakatan apa yang Lo buat? " tanya Rizki.
"Aku hanya ingin bertemu anak angkatnya, " jawab Embun.
"Lo udah ketemu kan? Mendingan pergi dari rumah Gue, " balas Rizki.
"Memangnya kenapa? Tak suka aku kemari? " tanya Embun.
"Gue suka tapi itu dulu. Gara-gara Lo, Angga pendiem. Dulu Lo sendiri yang membawanya ke cahaya, tapi sekarang Lo sndiri yang mendorongnya kembali. Perasaan gak mudah dilupakan!! " jawab Rizki menaikkan nada bicaranya.
Bibi membawa Elena pergi. Aku berdiri di sudut mendengarkan pertengkaran mereka.
"Terus Gue harus apa! Nerima Dia? Gue gak suka! " balas Embun.
"Tapi kenapa Lo bawa Dia ke cahaya? Lo itu mentarinya Angga, " ucap Rizki.
"Karena Gue kasihan sama dia, " balas Embun.
Aku mendengar Embun mengatakan tersebut hatiku tetaplah sakit meskipun aku berusaha berdamai dengan diriku sendiri.
"Angga gak perlu Lo kasihani! Dia temen Gue! Dia cowok baik. Gue gak rela seumur hidup kalo sampek Lo sama Dia! " ucap Rizki dengan marah.
Perasannya amat sangat kesal mendengar Embun mengatakan bahwa ia hanya mengasihani Angga.
"Dia memang cowok baik. Tapi dia pengecut!" balas Embun berbalik pergi.
"Enam tahun sama dia gak mungkin Lo gak ada perasaan. Apa karena pacar Lo Agung itu, ha! Lo gak akan pernah tahu siapa Angga karena semakin Lo tahu, Angga gak seperti yang Lo bayangkan, " teriak Rizki.
"Gue gak peduli! Dia cowok pengecut!! " balas Embun.
"Lo gak akan pernah tahu rasanya berjuang sendiri!" ucap Rizki.
Embun berbalik. Aku lihat air matanya telah jatuh.
"Gue pernah ngerasain!" ucap Embun.
"Kapan! Angga yang selalu ada buat Lo! Agung? Dia selalu sibuk gak pernah mau prioritasin Lo sendiri. Dan Lo harus inget! Setiap Lo sedih, orang-orang seperti Angga yang selalu ada" balas Rizki.
Embun dengan marah menunjuk wajah Rizki. "Gue gak pernah suruh dia ada buat Gue! Dia sendiri yang ingin ada! " ucap Embun berbalik. Ia benar-benar berniat pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments