Aku dan Elena berada dibandara menunggu beberapa jam sebelum keberangkatan.
"Ayah!" Panggil Elena.
"Kenapa?" tanyaku dengan lembut.
"Kita akan kemana? " tanyanya dengan penasaran.
"Kita akan pulang, " jawabku lembut.
"Bukankah kita punya rumah? " tanya Elena.
"Kita akan pulang ke rumah ayah. Semoga kamu betah disana ya, " jawabku mengelus-elus kepalanya.
Elena menganggukkan kepalanya. Akhirnya keberangkatan kita berada dalam pesawat. Elena duduk dengan tenang. Dia dipuji oleh beberapa penumpang dengan atitudnya. Aku senang layaknya didikanku berhasil.
"Ayah! Bagaimana langit itu? " tanya Elena.
"Langit? " ucapku mengulangi lagi pertanyaannya.
"Langit itu indah. Terkadang biru, abu ataupun jingga. Jika abu maka dia sedang senang dan bahagia, jika abu maka dia sedang bersedih sedangkan jingga berarti ia tengah rindu, " ucapku menjelaskan kepada Elena.
"Aku suka langit biru! Aku tak ingin langit abu, " balas Elena sungguh-sungguh.
Aku pangku dia. Kedua tangannya aku pegang sembari kuletakkan diwajahku.
"Kenapa tak memilih jingga? " tanyaku kepadanya.
"Karena jingga adalah rindu. Dan aku tak rindu siapapun karena ayah ada didekatku, " jawab Elena tersenyum.
"Ibumu. Apakah kamu tak rindu dengannya? " tanyaku penasaran akan jawabannya.
Elena menganggukkan kepalanya. "Aku rindu ibu, tapi aku tak boleh terus-terusan. Ibu akan bersedih disana, " ucap Elena.
Aku benar-benar tersentuh. Dia lebih memahami perasaan orang lain dibandingkan dengan diriku.
"Pilihanmu benar. Langit biru yang cerah memang indah. Sama halnya dengan jingga. Ibumu suka langit buru, " ucapku.
Elena tampak antusias. Dia mendongakkan kepala melihatku.
"Benarkah! Berarti aku anak ibu! " ucap Elena bersemangat.
Aku tertawa kecil. "Tentu saja dia ibumu, jika bukan lantas siapa? " ucapku.
Elena tertawa. Aku menoleh melihat ke arah luar jendela. Hari ini langit cerah dengan senja indah terlihat jelas. Aku berada dibandara menunggu jemputan. Tak lama kemudian mobil datang. Rizki membukakan pintu. Dia terkejut melihat Elena.
"Nanti aku ceritakan, " ucapku kepadanya.
Elena berada dalam gendonganku. Dia lelah dan aku memakluminya. Di dalam mobil Rizki mulai menanyaiku.
"Anakmu? " tanya Rizki.
"Mungkin begitu, " jawabku santai.
"Dimana ibunya? "
"Dia tidur nyenyak dipelukan bumi, "
"Sebenarnya apa yang terjadi? " tanya Rizki.
Aku menceritakan panjang lebar dan begitu detail. Suaraku rendah karena tak ingin menganggu Elena yang tertidur lelap.
"Lo tinggal dirumah Gue. Kasihan dia, " ucap Rizki.
"Terima kasih, " balasku kepadanya.
Aku membawa Elena masuk ke dalam rumah Rizki. Kuletakkan diranjang. Aku pandang wajah teduhnya. Aku keluar dari kamar. Rizki berada di ruang tamu. Aku duduk di sofa.
"Gue kasihan sama Lo," ucap Rizki.
"Tak perlu kasihan. Aku sudah biasa, " balasku kepadanya.
"Rumah Lo Gue denger ditempati Om Hendri sama Tante Nina. Entah gimana mereka mendapatkannya, " ucap Rizki heran.
Aku hanya menggelengkan kepala pelan melihat keheranan Rizki.
"Kak Arumi yang mengizinkannya. Bahkan dijual kepada om Hendri dengan harga murah, " jawabku.
"Rencana Lo kedepan gimana? Tetep cari abangnya Zura? " tanya Rizki.
Aku menganggukkan kepala. "Aku ingin dia ketemu Elana. Masalah keluarganya mungkin aku pertimbangkan lagi, " jawabku kepada Rizki.
Hembusan nafas panjang keluar dari mulut Rizki. Dia seakan pusing mendengar ceritaku.
"Lo kayak duda anak satu, " ucap Rizki bercanda.
"Ya mungkin bahasa kerennya duren, " balasku menanggapi bercandanya.
Larut malam aku masih berkutik dengan laptopku membuat surat lamaran perkerjaan yang akan aku kirim esok hari. Aku sangat fokus. Pikirannku bagaimana caranya agar mendapatkan uang banyak dan menyekolahkan Elena. Akhirnya pekerjaanku selesai. Kurenggangkan tubuhku yang pegal-pegal.
Aku lihat Elena. Aku benar-benar menyayanginya. Aku tak bisa membayangkan jika kakak laki-laki Azura akan membawanya. Aku peluk tubuh kecilnya. Tak terasa air mataku menetes. Aku tidak rela berpisah darinya.
"Tugasku memang mengembalikan Elena kepada keluarganya, namun mengapa hatiku terasa berat? " gumamku pelan.
Rasa kantuk melanda membuatku terlelap sembari memeluk Elena. Esok hari aku terbangun ketika seseorang menoel-noel wajahku. Aku terbangun samar-samar melihat malaikat kecil yang aku kenali. Dia Elena.
"Selamat pagi ayah! " ucap Elena bersemangat.
Aku tersenyum. "Selamat pagi!!"balasku.
Aku menuntun Elena ke kamar mandi. Aku memanggil pembantu Rizki untuk membantu memandikan Elena. Aku memberi pengertian kepadanya untuk berteriak ketika orang lain memaksa melakukan hal-hal buruk pada dirinya. Bibi datang tersenyum menuntun Elena ke kamar mandi. Beberapa saat kemduian Elena keluar tanpa aku sadari. Dia memelukku dari belakang.
"Bagaimana kamu bisa tahu ini aku? " tanyaku kepadanya.
"Karena hanya ayah yang aku hafal, " jawab Elena.
Aku membantu Elena untuk duduk disampingku. Aku tengah mengirimkan lamaran pekerjaan yang memungkinanku lolos. Rizki datang.
"Elena main dulu gih sama bibi, " ucapku.
Dia menganggukkan kepalanya. Elena keluar bersama bibi.
"Gue bisa ngomong ke papah kalau Lo butuh kerjaan, " ucap Rizki.
Aku menggelengkan kepala. "Lantas apa gunanya tekadku mengadopsi Elena jika aku berkerja dengan belas kasihan seseorang? " balasku kepada Rizki.
"Gue hargai keputusan Lo, tapi kalai ada apa-apa kabar-kabar, " ucap Rizki.
Akupun menganggukkan kepala. Aku yakin jika aku dapat lolos tahap pertama sebelum interview. Aku melamar disebuah perusahaan sebagai acounting
Perusahaan dimana terkenal akan loyalitas perusahaannya dan karyawan yang bekerja adalah lulusan terbaik dalam negeri ataupun luar negeri. Mereka sangat menjunjung tinggi kedisiplinan. Mementingkan skill yang dimiliki oleh calon karyawan. Aku menghela nafas berdoa kepada Tuhan untuk melancarkan urusanku.
Aku keluar dari kamar. Aku lihat Elena tengah bermain dengan bibi. Aku hanya memikirkannya bagaimana caranya agar dia dapat bersosialisasi dengan teman sebayanya tanpa merasa asing. Aku duduk di sofa membuka handphone melihat sekolah spesial seperti Elena. Aku lihat disosmed ada beberapa hingga aku menemukan apa yang aku inginkan. Aku buka instagram sekolah tersebut. Dikelola oleh suatu yayasan kepedulian. Aku mengambil laptop kulihat dan kucari data-data mengenai yayasan tersebut. Aku membaca dengan seksama hingga aku benar-benar yakin untuk menyekolahlan Elena.
Tiba-tiba seseorang memelukku, dia adalah Elena. Aku tersenyum menggendongnya membawanya duduk disampingku.
"Sudah selesai bermain? " tanyaku kepadanya.
Elena menganggukkan kepala. Aku melihat senyumnya.
"Ayah mau tanya, Elena ingin teman? " tanyaku kepadanya.
"Elena ingin banyak teman! " jawabnya dengan antusias.
"Senin depan Elena sekolah ya. Biar ketemu sama teman-teman Elena, " balasku diangguki olehnya.
Esok hari dijam yang sama aku menerima pesan bahwa aku berhasil lolos tahap pertama. Aku diminta untuk mengikuti seleksi wawancara. Perasaanku senang ketika melihatnya.
Di suatu tempat di pusat kota, gedung menjulang tinggi duduklah seorang wanita karir yang berwawasan luas serta berwibawa. Terdapat plakat nama dimejanya. Tertulis Embun Paramastri. CEO dari perusahaan Martyapada.
Dia tengah memeriksa berkas-berkas dokumen. Sekertarisnya memberikan data calon karyawan yang unik kepadanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments