Dunia Benar-Benar Sempit

Senyum merekah dari bibirnya. Aku pandang lekat-lekat wajahnya. Aku bersamanya melakukan doa dengan menggenggam tangan kamipun menundukkan kepala.

Aku kembali ke apartemen dan kulihat waktu menjelang pagi. Aku tidur setelah menyetel alarm. Beberapa saat kemudian aku pejamkan mataku.

"Tringgggg..!!!! " Suara dering alarm membangunkanku. Mataku belum terbuka sepenuhnya. Tanganku meraba-raba dimana letak alarm.

"Akhirnya berhenti juga, " ucapku menghela nafas. Aku beranjak berdiri berniat membuka jendela. Seseorang yang aku kenal tengah melakukan hal yang sama sepertiku membuka tirai jendela. Dia melambaikan tangan kepadaku. Senyumanku membalasnya. Azura tampak senang. Aku tak menyangka apartemenku bersebrangan dengan dirinya.

Hari ini adalah hari pertama aku kuliah. Aku naik bus ke kampus guna menghemat uang. Setidaknya aku meringankan beban kakakku. Aku duduk di dalam bus sembari mendengarkan musik. Earphone telah terpasang di kedua telingaku. Cuaca hari ini sedikir mendung. Sungguh syahdu jika ingin menggalau. Seseorang datang terburu-buru duduk disampingku, dia seorang wanita.

Aku tak memerdulikannya. Aku memandang pemandangan indah disepanjang perjalanan. Tinggal di negara orang untuk pertama kalinya sungguh asing dan aneh. Sama seperti pertama kali bertemu, maka kita akan sama-sama asing karena belum mengenal satu sama lain.

Aku menoleh ke samping mengalihkan pandanganku begitupun dengan wanita disampingku. Kita sama-sama terkejut. Dia Azura.

"Dunia benar-bebar sempit, " ucapku spontan.

"Aku setuju. Apa jangan-jangan kita berjodoh? " balas Azura.

"Mungkin, " ucapku singkat.

Bus berhenti di halte yang dekat dengan area kampus. Aku turun begitupun dengan Azura yang menyusulku dari belakang.

"Kampus yang sama? " tanyaku kepadanya.

Dia menganggukkan kepalanya. Aku berjalan berdua bersama layaknya anak SMA yang ngedate bareng. Riang gembira aku lihat dari raut wajahnya. Wajah sedih yang aku lihat semalam seakan lenyap.

Tuhan, apakah ini pengganti untuk Embun yang engkau kirimkan kepadaku? Jika iya maka aku akan sangat berterima kasih. Namun hatiku masih ada di masa lalu. Cintaku telah terkuras habis olehnya. Aku akan balas dendam dengan menjadi yang terbaik. Bukan karena aku dendam kepadanya tidak. Melainkan aku hanya ingin menantang diriku sendiri bahwa aku bisa.

Aku mengambil handphone dan aku berniat selfi, namun si langit biru ikut-ikutan dengan melompat dan bersamaan aku memencet tombol jepret. Ku lihat hasilnya sangat absurd. Aneh namun aku suka, wajah Azura hanya terlihat setengahnya saja dengab kondisi muka yang memprihatinkan.

"Coba lihat! " pinta dia kepadaku.

Aku angkat tanganku ke atas menjauhkan dari jangkauannya.

"Tidak usah dilihat. Hasilnya bagus, " balasku singkat berlari meninggalkan sendiri. Entah mengapa perasaan bahagia mengalir di dalam diriku. Kejar-kejaran adalah hal yang menyenangkan ketika stress melanda. Jadi jangan malu jika berlarian seperti anak kecil, karena itulah caraku menjaga kewarasanku.

Aku masuk kelas. Lagi dan lagi, Azura berada satu kelas denganku. Aku berada di ujung kiri sedangkan dia berada di ujung kanan. Dosen menjelaskan materi dan aku memperhatikan dengan seksama. Karena mulai hari ini aku akan bertekad melupakan masa lalu dan membuka lembaran baru.

Kelas telah usai. Aku mendapat teman baru yang ternyata sama-sama berasal dari Indonesia. Dia adalah Victor dan Faza yang sama-sama menempuh S2.

"Kantin yuk! " Ucap Faza.

"Gass! " balas Victor merangkulku mengajak untuk ikut.

Tempat nyaman untuk makan siang. Pandanganku seketika teralihkan ketika Embun bersama dengan laki-laki lain. Aku mengekori kemana ia pergi.

"Kenapa? "tanya Faza.

Dia mengikuti arah pandangku begitupun dengan Victor.

" Suka? "tanya Faza.

Aku diam tak menjawab. Pandanganku teralihkan pada jejeran makanan di etalase. Aku memesan dua roti dan satu kopi. Aku duduk diikuti oleh mereka berdua.

" Kalau suka ya tembak lah! Kok ribet amat,"Ucap Victor.

"Kalau diembak ya mati lah! Jangan bodoh-bodoh kenapa? " balas Faza.

"Ya keburu diambil orang. Mangkanya langsung ditembak, " ucap Victor.

"Lo mah gak ngerti perasaan. Menaruh perasaan pada seseorang tuh tanggung jawab. Apalagi jika masa lalu belum usai. Kayak menulis dikertas baliknya yang terlihat jelas tulisan di depannya, " balas Faza.

Aku hanya geleng-geleng kepala mendengar mereka. Benar-benar sahabat. Pikirku pada saat itu. Aku melihat ke luar dan Azura tengah berjalan bersama dengan seorang laki-laki.

"Menurut kalian. Definisi mati rasa tuh apa? " tanyaku.

"Mati rasa itu kayak Lo yang gak minta masalah cewek. Mau sebagus apapun cewek gak ada indahnya dimata Lo karena hati udah beku, " ucap Victor.

"Kalau menurutku. Mati rasa adalah proses melupakan dimana proses itu terasa menyakitkan karena kehampaan. Memulai hubungan baru pun tak mungkin karena masa lalu membayang-bayangi. Jadilah perasaan mati rasa karena masa lalu, " ucap Faza menambahkan.

"Ya benar juga. Tapi kalau menurutku mati rasa adalah sebuah tanda dimana rasa cinta seseorang telah habis pada satu orang hingga ketika orang lain datang, ia tak akan seantusias pada waktu pertama kali, " ucapku.

"Alah... Ngapain galau-galau kayak anak SMA, " ucap Victor jengah.

Aku dan Faza setuju apa yang dikatakan oleh Victor. Kami pun makan sembari mengobrol asyik karena mereka sefrekuensi denganku meskipun mereka ekstrovert sekali bagiku. Aku menunggu bus di halte. Sebenarnya Victor maupun Faza menawarkan tumpangan namun aku menolak. Aku takut merepotkan mereka dan membuat kesan seperti bergantung pada mereka.

Dari kejauhan aku melihat kembali Azura tertawa bersama laki-laki itu. Dia benar-benar bahagia. Aku mulai berfikir apakah senyuman indahnya itu tak bisa kumiliki sendiri? Atau semua orang bisa menikmatinya.

Laki-laki yang sangat kontra dengan diriku. Jika tinggiku 166, maka aku yakin dia 186. Sungguh tinggi dibandingkan dengan diriku. Badannya kekar namun enak dilihat. Lesung pipi ada di kedua sisi. Giginya rapi ketika tersenyum.

"Memang benar kata orang jika masa lalu adalah pemenangnya, " gumamku pelan.

Mereka melihatku membuatku terkejut. Seketika pandanganku melihat hal lain. Azura menghampiriku.

"Nebeng pulang ya! " ucapnya kepadaku.

Aku menoleh dan menganggukkan kepala. Bus datang. Seperti biasa, dia langsung mengikutiku dari belakang dan duduk bersebelahan.

"Lagi dan lagi hatiku dibuat mainan, " batinku menghela nafas.

Aku turun dari bua, begitupun dengan dia. Aku berjalan menuju apartemenku sedangkan dia melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan.

"Selamat istirahat ya ganteng! " teriak Azura.

Aku mengabaikannya dan terus berjalan hingga sampai dikamarku. Bersih-bersih badan aku lakukan sebelum duduk di meja belajar. Aku membuka handphone dan aku lihat foto saat bersamanya tadi. Aku tersenyum ketika melihatnya seakan lupa barusan yang terjadi.

Aku post di instagramku. Ku beri caption 'langit biru yang abu-abu'. Entah mengapa kalimat itu terlintas di pikiranku. Azura pada saat itu mengenakan jaket abu-abu. Mungkin itu alasan mendasarku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!