Peringatan Sia-Sia

BMW hitam yang mengantarnya sampai di halaman kampus, baru saja pergi. Glorien menatapnya hingga menghilang dari balik serimbun tanaman pagar yang digunakannya untuk bersembunyi.

Yakin semua aman, dengan tas selempang mengayun di pundak, ia berlari menuju taksi pesanan yang sedari tadi sudah berdiri sedikit jauh di kanan jalan.

Dengan segenap keyakinan yang sudah ditabung sejak pembicaraannya dengan Mbok Rum, ia pergi melaju bersama taksi itu menuju suatu tempat.

Butuh setidaknya satu jam lima belas menit untuk sampai di tujuannya. Glorien turun dengan pijakan ragu.

Taksi di belakangnya sudah berlalu, kini ia malah membatu.

Bangunan bernuansa mekanik di ujung jalan sana ditatapnya nanar sedikit terisi beban. Aspal di bawah kakinya sesaat ia tatap merunduk, lalu mulai melangkah setelah berhasil meyakinkan diri bahwa apa yang akan dilakukannya bukanlah hal yang salah.

“Permisi!”

Suara lembut Glorien mengalihkan perhatian Mada dari pekerjaannya yang tengah sibuk membongkar sebuah motor. “Ya!” sahut Mada mendongak lalu berdiri. Polesan hitam oli memenuhi tangannya.

Rambut yang terurai di pipi diselipkan ke balik telinga, Glorien benar-benar gugup. “A-apa ... Sa-Samudra, ada?”

Mada belum menjawab, matanya malah memicing sibuk menelisik wajah Glorien yang terasa tak asing dalam ingatan.

Bukan hal yang tabu sebenarnya, saat ada gadis datang ke bengkel dan langsung menanyakan Samudra, puluhan gadis dengan beragam wajah telah Mada layani hingga ia ingin muntah baut dan mur-nya sekalian. Samudra seperti gula yang disemuti.

Tapi kali ini, wajah gadis di depannya itu cukup membuat Mada tersentak sekaligus tertarik tak menimbulkan rasa mual. Ia telah berhasil mengingat wajah itu melalui sosial media dan internet. “Glorien Pa-Pascal!” Langsung wajah bulat berdagu belah miliknya melongok ke bagian jalan dengan wajah takut. Takut kalau-kalau Glorien membawa pasukan ayahnya yang mengerikan. Tapi tak nampak siapa pun di halaman sana selain beberapa orang dan pengendara yang bergerak sambil lalu.

Sedikit Glorien terkejut menanggapi namanya baru saja disebut Mada. “Ka-kamu tahu saya?”

Pandangan Mada kembali pada Glorien. Ia menelan ludah lalu mengangguk dengan kaku. “Silakan masuk deh, Mbak.” Tangan kanannya ia arahkan ke bagian dalam bengkel.

Walaupun cukup merasa aneh dengan sikap pemuda di depannya, Glorien tetap manut tanpa bertanya. Kaki jenjang beralas sepatu flat putih mulai ia ayunkan dengan tangan memegang erat tali selempang.

“Silakan duduk.” Kembali Mada mengarahkan, dan Glorien menurut lagi. Satu kursi diisinya dengan gerakan ragu.

Mada mengambil posisi duduk di depan gadis itu. “Mbak ada apa mencari Samudra?” Tanpa basa-basi Mada bertanya. Tak ada tawaran minum dan lain sebagai pembuka. Terlebih panggilan 'Mbak' terdengar serampangan, namun ia pede saja.

Glorien mengerjap. “A-aku ....”

“Samudra gak ada di sini!” Mada memberitahu langsung jebret.

“A-apa?!” Glo terkejut dengan itu. “Kemana dia?!”

Mada tercenung. Menelisik ke dalam mata Glorien yang sepertinya terisi kecemasan. Diaduknya pikiran untuk menyusun jawaban. Tapi sebelum itu, tentu ia waspada untuk bertanya, “Maaf, sekali lagi saya tanya ... ada apa Mbak Glorien mencari teman saya?”

Pertanyaan Mada menyentak Glorien. Informasi tak adanya Samudra di tempat itu, cukup mencubit harapan kedatangannya. “Aku ... aku cuma mau ingetin dia, supaya hati-hati,” ungkapnya lalu merunduk.

“Maksudnya?” Mada mengernyit.

Kebingungan terlukis di wajah Glorien yang tanpa make up berlebih. Pandangnya mengedar membuang kegugupan sekaligus ketakutannya.

Mada masih menunggu dengan kedua tangan tercampak melipat di atas meja.

Berpuluh detik cukup bagi Glorien untuk melanjutkan. Ditatapnya Mada dengan sorot sedikit bimbang. “Kamu temennya Samudra, pasti udah tau apa yang terjadi di antara kami?”

Sesaat Mada berpikir. “Tentu!” jawabnya kemudian.

“Tolong suruh Samudra pergi dari kota ini. Aku takut papaku berbuat sesuatu sama dia!”

Mada melengak. Diangkatnya tubuh lebih menegak, lalu membenturkan punggungnya ke sandaran kursi. Senyum sinis disunggingkannya seraya memalingkan wajah ke sisi kanan.

Glorien memandangnya terheran. “Kenapa kamu tersenyum kayak gitu? Aku serius!”

Kembali Mada menghela pandangnya pada gadis itu. “Sayangnya kamu terlambat, Mbak.”

“Maksudnya?” Glorien tak paham.

“Samudra mengalami koma selama empat hari akibat dipukuli orang-orang gak dikenal. Dan orang-orang itu ... sempat nyebut nama Mbak Glorien sebagai peringatan buat Samudra.”

Sepasang mata Glorien seketika membelalak. “A-apa?”

“Iya!” yakin Mada. “Ayah Mbak bergerak lebih cepat dari yang Mbak duga. Samudra udah babak belur.”

Terpukul tak kasat mata, Glorien merasa seluruh organnya berhenti berfungsi. Setetes air mata menggelinding di pipi lalu tercampak di kulit lengan yang gemetar. “La-lalu ... di mana Samudra sekarang? Ba-bagaimana keadaannya?"

Melihat wajah berkalang rapuh milik gadis di depannya, sedikit hati Mada tersentuh. Ada ketulusan yang Mada sendiri tak paham apa makna yang tersirat di baliknya. Cinta ... atau sekedar kasihan?

Dan sekarang pemuda hitam manis itu mulai bimbang. Haruskah ia beritahu keberadaan Samudra pada Glorien, atau tetap bungkam seperti mana yang diminta Darius agar merahasiakan demi keselamatan Samudra ke depannya?

******

Pukul empat sore harinya, Glorien baru sampai di rumah besar Pascal.

Mbok Rum menyambut penuh cemas. “Akhirnya Nona pulang! Bibi siapkan makan, ya.”

Glorien menggeleng lesu. “Aku belum lapar, Mbok. Aku mau istirahat. Tolong Mbok jangan ganggu aku dulu, ya,” pintanya, lalu melangkah dengan gontai menaiki tangga. Tapak demi tapak terasa berat menopang tubuhnya sendiri. Beruntung tak ada siapa pun di sana kecuali ia dan Mbok Rum. Martin dan ibunya akan seperti petasan jika melihatnya dengan kondisi naas seperti itu.

Sampai di kamar, Glorien gegas mengunci diri. Menyandarkan punggung ke daun pintu dengan wajah terdongak. Memejam mata seraya menarik napas. “Tuhaan,” desisnya sesak.

Lalu dirundukkannya kepala menatap perut yang masih rata. Kedua telapak tangannya mulai merayap membelai penuh kasih bagian itu. Ada kehidupan lain dalam rahimnya. Seonggok daging yang meski belum bernyawa, namun telah berhasil mencubit sisi lain dalam dirinya yang justru terasa aneh. Seperti desir aliran darah yang menyebar lalu membentuk rasa ingin melindungi.

Mengingat itu, air mata kembali menggelinding rapuh menimpa lantai di dekat kakinya yang telanjang, setelah alasnya ia lepas sesaat lalu. “Aku harus gimana, Tuhan?” Lagi-lagi Glorien mengadu. “Gimana kalau Papa sampai tau aku hamil?” keluhnya merasa buntu.

Bayangan tentang aborsi kembali melintasi pikirnya. Namun sesaat kemudian tiba-tiba wajah Samudra berganti menguasai. Cerita Mada tentang kondisi pria itu sangat menyentak dan menyakitkan hatinya yang rapuh menjadi semakin tidak berdaya. “Semua gara-gara aku!” Kini Glorien menangis.

Beranjak dari pintu, tempat tidur empuknya yang ia tuju. Menelungkupkan diri dan wajah di dasar bantal. Menumpahkan segala rasanya di sana.

Andai waktu bisa diputar, ia tak akan seceroboh itu.

B-erkubang sesal saja. Semua sudah terlanjur, tak bisa dikembalikan.

Episodes
1 Bertemu
2 Rumah Bengkel
3 Bantu Mencari
4 Pertunangan
5 Depresi - Karaoke
6 Kejutan Pagi
7 Bingung - Pulang
8 CCTV
9 Tertipu - Sakti
10 Koma
11 Positif
12 Putri Asisten
13 Tergoda - Menggugurkan
14 Peringatan Sia-Sia
15 Anak Juragan
16 Karma - Kejutan Lagi
17 Ketahuan
18 Oh Darius ...
19 Dibuang Lalu Dirangkul
20 Ke Kalimantan
21 Pulang
22 Cerita Samudra
23 Mada Bodoh
24 Dikejar Aparat
25 Tertangkap
26 Dialah Lola
27 Penjara
28 Tawaran Permainan
29 Moskow
30 Rumah Sakit
31 Kejutan
32 Standar Pascal
33 Merelakan Lagi
34 Villa
35 Will Bukan Samudra
36 Bagaimana Bisa?
37 Peresmian Hotel
38 Pertemuan - Pengakuan
39 Hotel Pascal
40 Pertemuan Di Taman Hotel
41 Terancam Bangkrut
42 Rapat Pemegang Saham
43 Debat Keparatt
44 Ketika Samudra ....
45 Bom Asap Beracun
46 Dengan Syarat
47 Eksekusi Setengah Jadi
48 Menemui Seseorang
49 Glo & Jess
50 Jalan Tikus
51 BAGBIGBUG
52 Evakuasi
53 Keluar Konsep
54 Rumah Tua Di Ujung Kota
55 Cincin
56 Monitor Adegan
57 Persembahan Akhir
58 Beradu Perasaan
59 Mengendap
60 Tulisan Sebenarnya
61 Ernest Menghilang
62 Bondowoso
63 BAGBIGBUG Lagi
64 Makanan Beracun
65 Map Biru
66 Perihal Anak
67 Si Kecil Kumal
68 Bocah Kecil Dan Neneknya
69 Sagara Anak Papa
70 Pengorbanan
71 Frustrasi
72 Belum Genap Lima Belas Menit
73 Kembali Ke Moskow
74 Kelahi Dengan Edmon
75 Menahan Diri
76 Titik Terang
77 Syarat Dramatis
78 Genting
79 Mengejutkan
80 Asal-Usul Samudra
81 Meninggalkan Moskow
82 Penyesalan
83 Bertandang Ke Rumah Pascal
84 Doktrin
85 Ketika Kenyataan
86 Kematian Dan Wasiat
87 Kawanan Penjegal
88 Pertukaran
89 Bom Waktu
90 Meledak Juga
91 Selamat
92 Penolong
93 Hi, Uncle!
94 Bertemu Mantan
95 Balada Anak Dan Papa
96 Mantan Lainnya
97 Setelah Perpisahan
98 Penyesalan Seorang Rohan
99 Hari Pernikahan
100 Malam Ke Sekian
101 Buku Baru
Episodes

Updated 101 Episodes

1
Bertemu
2
Rumah Bengkel
3
Bantu Mencari
4
Pertunangan
5
Depresi - Karaoke
6
Kejutan Pagi
7
Bingung - Pulang
8
CCTV
9
Tertipu - Sakti
10
Koma
11
Positif
12
Putri Asisten
13
Tergoda - Menggugurkan
14
Peringatan Sia-Sia
15
Anak Juragan
16
Karma - Kejutan Lagi
17
Ketahuan
18
Oh Darius ...
19
Dibuang Lalu Dirangkul
20
Ke Kalimantan
21
Pulang
22
Cerita Samudra
23
Mada Bodoh
24
Dikejar Aparat
25
Tertangkap
26
Dialah Lola
27
Penjara
28
Tawaran Permainan
29
Moskow
30
Rumah Sakit
31
Kejutan
32
Standar Pascal
33
Merelakan Lagi
34
Villa
35
Will Bukan Samudra
36
Bagaimana Bisa?
37
Peresmian Hotel
38
Pertemuan - Pengakuan
39
Hotel Pascal
40
Pertemuan Di Taman Hotel
41
Terancam Bangkrut
42
Rapat Pemegang Saham
43
Debat Keparatt
44
Ketika Samudra ....
45
Bom Asap Beracun
46
Dengan Syarat
47
Eksekusi Setengah Jadi
48
Menemui Seseorang
49
Glo & Jess
50
Jalan Tikus
51
BAGBIGBUG
52
Evakuasi
53
Keluar Konsep
54
Rumah Tua Di Ujung Kota
55
Cincin
56
Monitor Adegan
57
Persembahan Akhir
58
Beradu Perasaan
59
Mengendap
60
Tulisan Sebenarnya
61
Ernest Menghilang
62
Bondowoso
63
BAGBIGBUG Lagi
64
Makanan Beracun
65
Map Biru
66
Perihal Anak
67
Si Kecil Kumal
68
Bocah Kecil Dan Neneknya
69
Sagara Anak Papa
70
Pengorbanan
71
Frustrasi
72
Belum Genap Lima Belas Menit
73
Kembali Ke Moskow
74
Kelahi Dengan Edmon
75
Menahan Diri
76
Titik Terang
77
Syarat Dramatis
78
Genting
79
Mengejutkan
80
Asal-Usul Samudra
81
Meninggalkan Moskow
82
Penyesalan
83
Bertandang Ke Rumah Pascal
84
Doktrin
85
Ketika Kenyataan
86
Kematian Dan Wasiat
87
Kawanan Penjegal
88
Pertukaran
89
Bom Waktu
90
Meledak Juga
91
Selamat
92
Penolong
93
Hi, Uncle!
94
Bertemu Mantan
95
Balada Anak Dan Papa
96
Mantan Lainnya
97
Setelah Perpisahan
98
Penyesalan Seorang Rohan
99
Hari Pernikahan
100
Malam Ke Sekian
101
Buku Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!