“Aku ... panggil aja aku Glo!”
Samudra menyikapi jawaban pertanyaannya itu dengan anggukan kecil. “Ou, oke, Glo. Dan kamu, boleh panggil aku ... Sam.”
Gadis yang mengaku bernama Glo itu balas tersenyum. “Sam. Oke.” Mengacungkan jempolnya ke depan wajah.
Tak banyak percakapan setelah itu. Sepasang ban motor cruiser milik Samudra sudah menggelinding menggerus jalan.
Orang-orang sekitar tongkrongan yang dilewati Samudra, bersorak-sorak melihatnya membonceng seorang gadis--gadis lain lagi maksudnya. Samudra bukan bujangan jomblo, dia memiliki kekasih yang cukup cantik. Dan pemandangan yang hadir hari ini, menambah asumsi para tetangganya, bahwa dia bukanlah seorang goodboy.
'Kan tamvan! Sayang kalo gak manfaat!
Demikian hanya ditanggapi senyuman ringan Samudra seraya mengacungkan jempol ke arah orang-orang, atau lebih tepatnya; sedikit pamer dan mengolok kejombloan mereka.
Glo nampak malu-malu di balik punggung berjaket army yang Sam kenakan. Tersipu membuang wajah cukup tak nyaman.
Samudra memutuskan mengantar Glo berkeliling mencari alamat rumah temannya yang dimaksud, menutup sejenak usahanya tanpa beban. Tugas lelaki itu cukup menumpuk sebenarnya. Terlihat dari beberapa motor servisan yang teronggok dengan organ berantakan di dalam bengkel, tercampak begitu saja demi menolong seorang gadis antah berantah.
Usaha pencarian cukup menemui kesulitan, karena nomor teman yang dimaksud Glo masih belum juga bisa dihubungi dari kemarin. Sayangnya hanya nama wilayah yang diketahui Glo, tanpa diberi nama alamatnya secara detail.
Puluhan orang sudah ditanyai, bahkan hingga anak-anak dan manula. Tak satu pun tahu nama orang yang disebutkan Glo.
Alhasil mereka hanya muter-muter gak jelas ngabisin bensin.
“Kita berenti dulu, deh. Aku pengen ngopi,” kata Samudra. Glo mengiyakan dengan suara kecil.
Tak nyaman membuat susah orang, wajah Glo jelas kentara merasa bersalah. Ia menunduk memainkan jari-jarinya yang berkeringat. Cruise Samudra mulai melaju perlahan lalu berhenti tepat di depan sebuah gerai kopi tradisional di pinggir jalan, berseberangan dengan sebuah resort besar milik sebuah keluarga ternama di Jakarta.
Glo turun lebih dulu, ada raut aneh ditunjukkan wajahnya, namun tak disadari Samudra. Pemuda itu menyusul setelah motornya terparkir baik.
“Kopi hitam jangan terlalu manis, Pak.” Samudra mulai memesan. “Glo, kamu mau minum apa?”
“Aku air mineral aja!” Satu botol ukuran sedang yang tertata di atas meja diambil Glo.
Sam hanya mengangguk lalu duduk berdampingan dengan gadis itu di sebuah bangku panjang di depan gerai.
“Silakan kopinya, Bang.”
Si bapak pemilik gerai menyodorkan pesanan Samudra yang lantas diterima pemuda itu dengan senyuman.
“Terima kasih, Pak.” Kopi panas diseruputnya pelan penuh penghayatan.
Glo, usai meneguk minumnya, ponsel di tangan dimainkan berputar-putar. Wajahnya menatap jalanan dengan raut masam.
Samudra yang paham ekspresi itu lantas bertanya, “Belum bisa dihubungi?”
Pandangan Glo tertarik kepadanya lalu menggeleng. “Belum.”
Satu telapak tangan Samudra naik menepuk pundak Glo yang terlihat mulai putus asa. “Sabar, ya.”
Dan ternyata hal sederhana itu berhasil membuat Glo sedikit tersetrum. Seulas senyum tersabit manis dengan anggukan. “Makasih.”
Samudra balas tersenyum, kemudian balik mengarah pada kopi yang baru disesapnya sedikit saja.
Namun baru gelas itu naik dan hendak menyentuh bibir, rengrengan mobil mewah juga beberapa motor melewati jalanan lebar di depan gerai mencuri perhatian pemuda itu.
Kepalanya meliuk mengikuti untaian mobil sama seperti Glo ataupun si bapak pemilik gerai dan lainnya yang kebetulan berada di sana.
Namun satu di antara mobil itu sepertinya sangat menarik perhatian Samudra. Ia bahkan beranjak dari duduknya untuk mengamati lebih dekat. Glo melihatnya dengan kening berkerut.
Bukan tanpa alasan. Mata Samudra menangkap sosok yang amat dia kenali, melalui kaca mobil bagian depan yang tak terlalu gelap.
“Lussi,” gumamnya. Alis tebal di atas mata saling bertemu dalam kerutan. “Masa iya dia, sih?” kicaunya tak cukup yakin. Gegas dirogohnya ponsel di saku celana, mencari satu nama kontak untuk kemudian ia hubungi.
Panggilan tersambung, namun belum ada jawaban. Samudra kembali mengulang mengetuk icon telepon berwarna hijau, seraya bolak-balik tatap ke arah gerbang tinggi resort. Pasalnya, mobil-mobil itu masuk ke dalam sana.
“Tumben gak diangkat,” celotehnya mulai gusar. Sepasang kakinya berjalan bolak-balik seraya terus memainkan ponsel.
Satu kontak lain dihubunginya, dan itu adalah Mada.
“Halo, Mad!”
Suara malas dan serak Mada di seberang telepon menandakan pemuda itu masih dalam mode ‘terpaksa sadarkan diri’. “Lu kemaren anterin Lussi sampe mana? Beneran nyampe bandara, 'pan?” cecar Samudra.
“Ampe depan pesawatnya malah!” sahut Mada sekenanya.
“Gua serius, Kampret!” Mata Samudra lagi-lagi menoleh ke arah resort.
“Gua juga serius,” hardik Mada tak mau kalah. “Elah! Kagak percayaan amat lu ama gua!” Suara lelaki itu menjelas. Segenap ruhnya mungkin sudah terkumpul.
“Lu tungguin dia ampe pesawatnya mau terbang?!” tanya Samudra lagi.
“Umm ... kagak sih, Sam.” Mada cengengesan. “Tar gua jatuh cinta sama pacar lu, kalo natap dia lama-lama ampe ngilang dibawa pesawat.” Terdengar cucuran air kran di dekatnya. Mungkin dia haus, atau mencuci muka.
Samudra mengerang kesal. “Setan satu ini!”
“Gua serius, Samudra!” semprot Mada. “Tu pacar lu gua anterin ampe duduk manis di korsi tunggu. Abis 'tu baru gua tinggal," jelasnya. “Lagi ngapa, sih, Sam?!”
“....” Samudra terdiam. Gerbang tinggi itu lagi-lagi dipandangnya dengan wajah keruh, sementara ponsel masih menempel di telinga. “Tapi mata gua gak mungkin salah,” gumamnya.
“Lu kata apa, Sam?!”
Pertanyaan Mada di seberang tak dihirau Samudra. Panggilan ditutupnya lalu memasukkan ponsel kembali ke dalam saku. Dihampirinya Glo yang masih tak paham dengan tingkahnya. “Kita pergi!" ajaknya pada gadis itu, lalu mengeluarkan dompet. “Kopi sama air mineralnya berapa, Pak?”
Si bapak gerai menyahut cepat, “Lima belas rebu aja, Bang!”
Pecahan tepat diberikan Samudra, lalu menarik tangan Glo untuk segera beranjak meninggalkan tempat tersebut.
Cruise kembali dipacunya dengan Glo yang sudah bertengger di jok belakang. Helm bahkan tak sempat mereka kenakan, saking tergesa kelakuan Samudra.
Wajah Glo meringis takut. Motor itu dipacu Samudra seperti turbo. “Hey, hati-hati!” teriaknya mengingatkan, namun tak digubris lelaki itu. Di depan sana--melewati penyekat jalan, Samudra memutar balik ke arah sebelumnya.
Ternyata gerbang tinggi resort tadi yang dituju lelaki itu. Motor dihentikannya dan parkir di sembarang tempat. Glo yang terkejut turun cepat-cepat.
Samudra sudah berjalan ke depan menghampiri seorang satpam. “Maaf, Pak, mau tanya.”
“Ya, Mas!” sahut satpam setengah baya terhalang jeruji gerbang.
“Di dalem ada acara apa, ya?” tanya Samudra. Glo sudah berdiri di sampingnya.
“Oh, itu!” Telunjuk satpam mengarah ke dalam. “Acara pertunangan, Mas.”
Samudra mengangguk tipis, kemudian bertanya lagi, “Kalau boleh tau, tunangan siapa ya, Pak? Soalnya tadi di salah satu mobil, saya kayak ada yang kenal.”
Kening Pak Satpam berkerut-kerut. Disapunya penampilan Samudra dari atas hingga ke bawah.
Menyadari dirinya sedang diamati, Samudra lantas berkata bernada jengah, “Tinggal dijawab aja, Pak!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
KAYAKNYA LUSSI JADI SIMPANAN ATAU SUGAR BABY TUHB
2023-11-20
1
Sulaiman Efendy
SIAPA SIH TEMAN GLO HINGGA MATI2AN CARINYA, TMN CEWEK ATAU COWOK, KLO MNTA ALAMAT YG JELASLH, JLN, GANG, KOMPLEK NOMORMYA, RT RW.. RMH PRIBADI , NGONTRAK ATAU KOS2AN
2023-11-20
2
Machan
nah loh
2023-02-24
2