Hampir satu jam berada di bawah kucuran air shower, menghabiskan hampir setengah botol sabun mandi, menggosok setiap bagian tubuhnya hingga nyaris lecet, tak lantas membuat Glorien merasa dirinya bersih dari noda.
Noda tak kasat mata yang kotornya melebihi lumpur. Gadis itu ingin menghapusnya.
Setiap tetes air yang meresap ke dalam pori-pori terus mengingatkan Glorien pada kejadian itu. Kejadian dimana ia menyerahkan kehormatannya secara tak sadar pada seorang pria yang bahkan baru dikenalnya belum genap 36 jam.
Entah kenapa ia menjadi bodoh.
Sesuatu itu selalu ia jaga. Bergumul di tengah orang-orang yang dipercaya, membuatnya merasa aman sepanjang waktu. Sampai ia tak pernah mengenal apa itu ancaman.
Sekarang semua sudah terjadi.
Yang berharga dalam dirinya telah koyak. Parahnya oleh seorang pria antah berantah yang tiba-tiba hadir dalam hidupnya seperti pusaran angin yang singgah kemudian lalu.
Samudra memang sempurna secara fisik, tapi untuk dipersembahkan pada sang ayah sebagai pendamping, pria itu tak memiliki kualifikasi apa pun. Dan itu buruk.
Glorien merasa buntu.
Kini satu-satunya cara hanyalah; Menyembunyikan kenyataan hina tersebut sekuat dan serapat-rapatnya sampai siapa pun tak akan pernah tahu dan menyadari.
Puas karena lelah dan mulai menggigil, Glorine menyudahi kegiatannya.
Sehelai kimono mandi digamit lalu dikenakannya sembari berjalan. Melewati sebidang cermin lebar di depan wastafel, sejenak gadis itu menghentikan langkah, menoleh, kemudian menghadapkan diri.
Perlahan kimono putih yang baru ia balutkan kembali disibaknya sebatas lengan, menampilkan pundak mulusnya yang kini terlihat loreng. Setetes air mata jatuh menggelinding melewati pipi. Cermin itu memantulkan bayangan dadanya yang dipenuhi tanda merah hasil kecupan Samudra. Begitu banyak bahkan hingga ke bagian bawah perutnya yang rata.
Samudra benar-benar melahapnya dengan rakus.
Wajah resah dipalingkannya ke lain arah seraya kembali merapikan kimono. Cepat kemudian ia mengambil langkah meninggalkan kamar mandi menuju kamar utamanya sebelum siapa pun datang memanggil.
***
Satu minggu kemudian.
Kantor pusat Pascal Corp, lantai 20, ruangan direktur utama.
Rohan Pascal menggeram marah.
Sejumlah foto bergambar ragam aktifitas sang putri bersama Samudra nampak berserak kacau di atas lantai. Menendang amarahnya hingga bergolak di ubun-ubun.
Semua terekam mula dari kebersamaan dua muda-mudi itu ketika di resort di mana Lussi bertunangan. Kelakuan bar-bar Samudra langsung membuat Rohan tak ingin memberi muka, bahkan tanpa berpikir.
Seseorang berhasil mengabadikan melalui ponsel. Bagaimana tidak, resort itu ternyata adalah salah satu aset Pascal yang baru diakuisisi dari seorang pengusaha Belanda dua bulan lalu. Dan beberapa petugas di sana mengenali jelas siapa Glorien.
Satu laporan masuk kepada Pak Jo, menghasilkan permintaan intai atas putri Pascal itu secara diam-diam, kemudian berakhir dengan penjemputan di dekat rel kereta seminggu lalu itu.
Sebuah flash drive hitam terselip di antara telunjuk dan ibu jari Rohan detik ini. Benda itu ia tatap tepat di depan wajahnya yang membesi.
Benda kecil tersebut adalah isi rekaman cctv bengkel Samudra yang dirampas anak buahnya baru kemarin.
Sebagai ayah yang super ketat, Rohan perlu tahu, apa saja yang terjadi di bengkel itu saat Glorien berada di sana selama dua hari lamanya. Dan itu cukup membuatnya cemas.
Di sana ada Pak Jo yang berdiri tenang di seberang meja, menyaksikan dengan wajah bertopeng datar seperti biasa.
Perlahan, Rohan Pascal mulai menyatukan benda kecil itu dengan laptopnya. Walaupun cukup takut dengan isinya, ia tetap harus memaksakan diri untuk melihat.
Layar sudah terbuka.
Detik waktu berjalan cepat, semakin jauh Rohan menonton, semakin berubah wajah tuanya menjadi tegang. Rekaman di mana Glorien keluar kamar Samudra lalu duduk mengobrol dengan lelaki itu, hingga berakhir karaoke dan menandaskan beberapa botol bir, membuat isi dadanya meletup-letup.
“Kurang ajar!” geramnya seraya menutup kasar laptopnya.
Pak Jo sampai terperanjat.
“Aku ingin anak itu diberi pelajaran!”
****
Samudra dan Mada di bengkelnya ....
“Sial, sial, sial!” Samudra mengumpat seraya berkacak pinggang mondar-mandir.
“Lagian elu sembrono, Keparat!” Mada menyemburnya sembari sibuk memunguti alat-alat bengkel yang tercecer berantakan, hasil perbuatan anak buah Rohan Pascal yang kemarin sore menggeledah bengkel mereka. “Masa kagak tahu kalo 'tu cewek anak sultan?!”
Samudra menghardik keras, “Gua beneran kagak tahu, Setan!” Dihempaskannya tubuh ke sebuah sofa tunggal di pojok ruang. “Gua kagak pernah nonton berita apalagi gosip! Tu cewek asli kèk bukan tuan putri. Kelakuannya uda model anak ayam kesasar nyari emaknya!”
“Biarpun dia anak ayam, kagak harus juga lu garap ampe sepah, Njir!” sembur Mada lagi. “Kena batu pan lu sekarang!”
Samudra memaut frustrasi wajah dan rambutnya. “Itu dia. Gua kagak sadar, Mad.” Suaranya melemah. “Kita sama-sama mabok.”
“Heleh! Tibang bir kalengan doang!” cebik Mada mènyèng. “Bilang aja lu doyan!”
Kali ini Samudra yang mendelik seraya mengangkat wajah. Ia berdiri lalu mendekati Mada. “Siapa yang kagak doyan sama ayam kecap manis? Paha sama dada lagi!” balasnya seraya menoyor kening sahabatnya. “Gua yakin lu juga ngiler.”
“Gak gitu konsepnya, Njirrr!”
KLONTANG!
Benda yang dilempar Mada tak berhasil menyentuh Samudra yang lebih gesit menghindar sembari terkekeh. Lelaki itu masuk ke dalam kamarnya lalu menutup pintu.
“Bantu beresin, Keparat!” teriak Mada dari luar kamar.
Di dalam kamarnya, Samudra tak peduli. Kasur yang belum dirapikannya ia rebahi. Langit-langit ditatapnya dengan kepala tersangga kedua tangan yang melipat.
“Kenapa idup gua musti sial lagi, sih!” keluhnya bergumam. “Lagi dari mana sih tu cewek sultan ujuk-ujuk muncul?” sambungnya dengan alis saling bertemu.
Sekelebat bayang kemudian melintasi kepalanya. Sepulas senyuman miring menyabit nakal di bibirnya yang kemarin sempat menjadi bahan fantasi liar Glorien. “Untung aja rekaman bagian tunggang-tunggangan gua sama Glo sempet gua apus duluan sebelum anak buah Pascal ambil semuanya.” Ada kelegaan menghias wajah Samudra walau tak utuh. “Kalo ampe kagak, mampus beneran gua.”
Tujuan penghapusan itu hanya karena Samudra cemas bagian absurd-nya dan Glorien akan dilihat Mada. Tapi siapa sangka, orang-orang suruhan Pascal justru mengambilnya. Itu benar-benar di luar skenario.
Detik berikutnya, bayangan wajah Glo yang berkeringat disertai mulut yang tak henti menyuara erang, kembali memenuhi pelupuk mata Samudra. Seketika sekujur tubuhnya kembali berdesir disusul tegang di bawah sana. Rasa liar menguasai menginginkan lagi. “Sial!”
Samudra mengganti posisinya jadi telungkup. Wajah kacau yang tetap ganteng itu ia benamkan di tengah bantal.
Hatinya terus mengutuk. Sempat-sempatnya di tengah situasi mencekik, ia malah memikirkan hal yang justru menjadi biang dari segala masalahnya saat ini.
Tapi tetap tak bisa ia pungkiri, Glorien memang memiliki magnet kuat yang bahkan tak pernah ia rasakan pada Lussi sekali pun, yang tentu gadis itu lebih lama mendampinginya sebagai kekasih.
“Bangkee'lah!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Machan
🤣🤣
2023-03-14
2
Machan
buseeeehhh, bambang kelaparan berarti
2023-03-14
0
NA_SaRi
Pengen nambah ayam kecapnya 🤣🤣🤣🤣🤣
2023-02-28
1