Dania dan Riki sedang berjalan berdua. Menikmati hamparan padi yang mulai menguning. Angin yang berhembus ringan menerpa wajah mereka berdua.
Riki menoleh ke arah Dania. Melihat
rambut yang terurai terbang tak beraturan itu justru membuat Dania semakin mempesona.
"Udaranya enak banget ya!" Ujar Dania membuat Riki tersadar dan membuang pandangan ke arah lain. "Iya sih. Tapi emang udara ada rasanya. Kok enak!"
Dania menoleh kesal atas ucapan Riki yang tidak bisa memahami kiasannya.
Dania mengerucutkan bibir mungilnya itu. "Dania kamu marah?" Tanya Riki melihat ekspresi Dania berubah.
"Dan! Dania?" Panggil Riki lagi karena Dania belum menjawab.
"Hey.." Riki sengaja menggelitik pinggang Dania.
"Riki.. jangan! hahaha." Dania tertawa, taktik Riki berhasil membuat Dania tak marah lagi.
" Jangan marah, kamu kalo marah jelek banget tauk!" Ucap Riki ingin melarang Dania marah. Tetapi justru Dania berbalik menggodanya.
"Jadi sebelum marah aku cantik gitu maksud kamu?"
"Deg."
Niat hati ingin membuat Dania malu justru Riki yang salah tingkah. Riki tak tahu harus menjawab apa. Wajah Riki memerah. "Ehm. Iya lah. Semua cewek kan emang cantik." Jawab Riki mencari alasan lain. Dania melihat Riki salah tingkah semakin semangat menggoda Riki. "Kamu malu ya Ky, wajahmu kok merah." Goda Dania lagi. Riki membuang wajahnya lagi ke arah lain. Dania tertawa dan berjalan tepat didepan mata Riki.
"Riki coba lihat aku! eh sini sini! Kok malah buang muka!" Dania melompat tepat didepan Riki. Sayangnya karena Riki tak siap justru menabrak Dania dan mereka terjatuh.
"Brukk."
Untung saja Riki bisa melindungi kepala Dania dengan tangannya. Sehingga kepala Dania tak terbentur ke tanah.
Mata mereka saling bertemu. Mereka terdiam untuk beberapa detik. Hingga akhirnya Riki tersadar.
"Aduhh...Dania kamu ngapain sih? Bahaya tauk. Gimana kalo kepala kamu sampai kebentur!" Sungut Riki memarahi Dania. Untung saja Ayam masih terselamatkan didalam kantung plastik.
"Hehe maaf." ucap Dania.
Riki bangkit membantu Dania bangun. Mereka berdua tadi tergeletak dijalan raya untung tak ada kendaraan yang melintas atau orang lain yang melihat. Kali ini giliran Dania salah tingkah atas tindakan cerobohnya membuat mereka bisa terjatuh.
Akibat kejadian itu Dania dan Riki tidak berbicara dan saling diam hingga terpisah.
"Hati hati Dania nanti jatuh lagi." Ucap Riki berteriak karena Dania mulai berjalan jauh meninggalkannya.
Dania menoleh dan mengepalkan tangannya. "Awas ya kamu Riki." Riki hanya terkekeh melihat tingkah Dania.
**
Dania melihat Ibu Melati sedang menyiapkan arang didepan rumah. "Udah pulang sayang?" Sapa Bu Melati.
"Iya Bu, mau aku bantuin Bu?"
"Boleh! Kamu ganti baju dulu, biar gak kotor."
Dania masuk kedalam rumah berganti baju. Dania juga memakai sarung tangan memegang arang berwana hitam pekat itu.
"Dania. Ibu boleh tanya sesuatu?" Ucap Bu Melati tiba tiba.
"Ya Bu! Ada apa?"
"Sudah lama, Ibu tak melihat Dion main kerumah. Kenapa?"
"Oh, Kak Dion kuliah ke Luar Negeri Bu, Dania juga gak tahu tepatnya dimana. Karena kita udah putus lama." Ucap Dania seraya memasukkan arang di karung.
"Loh kok putus? Kenapa?" Tanya Ibu heran. Dulu hubungan Dania dan Dion terlihat baik baik saja. Kenapa sekarang bisa sampai putus.
"Dania gak mau bikin Kak Dion terbebani dengan hubungan ini Bu, biarin Kak Dion kejar cita cita Dia." Ucap Dania menjelaskan keputusannya.
"Anak Ibu kok pintar sekali. Kamu benar Nak, jangan mengikat seseorang yang belum sepenuhnya menjadi milikmu. Biarkan dia bebas menjadi dirinya sendiri. Jika memang kalian berjodoh tentu akan bertemu kembali." Ucap Ibu bangga pada Dania.
"Iya Bu, terimakasih udah dukung keputusan Dania."
"Tentu sayang, asal itu positif akan Ibu dukung. Tapi kok , kamu gak kelihatan sedih sih?" Tanya Ibu.
Biasanya anak muda akan bersedih dan menangis berhari hari jika sedang putus cinta. Tetapi sepertinya putrinya tak terlihat seperti itu.
"Hehehe Dania juga bingung Bu, kenapa ya Dania gak bisa sedih? Tapi awal putus Dania nangis kok Bu, cuman ya sehari aja sih. Gak lama."
"Ya baguslah. Jadi Ibu gak perlu beli permen." Ucap Ibu Melati membuat Dania mengerenyitkan dahinya.
"Permen?"
"Kan anak kecil kalo nangis dikasih permen diem! Hahaha."
"Astaga. Hahahah. Dasar Ibu. Emang aku anak kecil apa." Sungut Dania pada Ibu Melati. Bagi Bu Melati Dania tetap terlihat sebagai putri kecilnya yang manja tetapi sangat dewasa. Bukan Dania yang banyak belajar darinya. Melainkan Bu Melati yang sering menjadikan Dania sebagai contoh yang nyata.
"Dorr." Kak Eric datang mengejutkan Dania dari belakang.
"Ahh. Kakak bikin kaget aja sih!" Ucap Dania kesal. Tetapi hidung Dania seperti mencium aroma makanan favoritnya.
"Ehh. Kayak bau martabak telor. ehm.ehmm . Wahh Kakak bawa beli martabak ya? Asik aku mau dong." Dania segera mencomot plastik berisi martabak itu dari tangan Eric.
"Giliran makanan aja cepet banget nangkepnya. Inih! Jangan lupa cuci tangan dulu." Ucap Kak Eric.
Dania berlari membawa martabak itu. Tak lupa Ia cuci tangan.
"Eumhh,. Enak banget. Makasih Kakakku sayang." Dania membentuk hati dengan jari tangannya dan mengarahkan pada Eric.
"Dih gak jelas banget." Ucap Eric dari mulutnya. Padahal Eric sangat bahagia bisa membuat Dania senang dengan martabak telur itu.
Ibu Melati tersenyum melihat kedua anaknya yang akur. Ditambah Erik juga sangat sayang pada adik perempuannya itu.
**
Hari mulai sore, Pak Burhan sedang bersiap untuk berangkat ke Kedai.
"Ayah.. hati hati semoga laris manis tanjung kimpul." Ucap Dania memberi semangat pada sang Ayah.
"Kamu gak ikut Dania?" Tanya Ayah.
"Nanti ya, Dania mau belajar dulu Yah. Dadah."
Dania kembali masuk ke kamarnya untuk belajar. Pak Burhan mendorong gerobak untuk membantunya membawa barang yang banyak.
"Yah, sini aku bantuin dorong!" Ucap Eric bersiap dibelakang membantu Pak Burhan.
"Kamu gak kuliah?" Tanya Pak Burhan.
"Udah pulang kok."
Pak Burhan yang mangut mangut. Ingin bertanya lebih banyak lagi sayangnya nafasnya yang terengah membuatnya kesulitan berbicara karena sibuk mengatur nafas.
Riki langsung bergegas membantu Pak Burhan dan Kak Eric.
"Eh Nak Riki, udah gak papa. Biar Bapak saja."
"Gak papa kok Pak, Saya gak enak. Harusnya bantuin dari rumah." Ucao Riki sungkan.
"Gak papa kok, ada Aku ini. Tapi kalo besok besok tolong ya bantuin." Ucap Eric mengajak Riki berbicara.
"Iya Kak, siap."
Mereka menurunkan barang dan menata di Kedai. Riki dengan cekatan merapikan arang di tempat pembakaran. Pak Burhan takjub sekali baru satu hari Riki berkerja ternyata Riki sudah langsung paham.
Baru beberapa buka. Para Pembeli berdatangan untuk mengantri. Riki dan Pak Burhan sudah sibuk melayani. Ditambah Eric juga membantu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments