Hai namaku Dania Azahra. Aku adalah putri kedua dari Bapak Burhan dan Ibu melati. Aku mempunyai Kakak laki laki bernama Erick Wijaya.
Kehidupan SMAku sangat indah. Aku memiliki kekasih bernama Kak Dion
Cakra Baskoro. Kakak kelas yang berbeda dua tahun denganku. Biasanya Kak Dion selalu datang ke kelas saat jam istirahat tetapi sudah hampir lima belas menit Kak Dion belum juga datang.
"Ini udah mau habis jam istirahatnya kok Kak Dion belum datang sih?" Aku mulai gusar melihat jam ditanganku.
"Kringg."
"Yah! Kan udah masuk!" Hingga akhirnya bell berbunyi tanda jam istirahat telah berakhir. Tetapi Kak Dion tak kunjung datang.
"Kenapa ya? Gak biasanya Kak Dion kayak gini?" Ucapku sedih.
Mau tak mau aku kembali masuk kedalam kelas. Melanjutkan jam mata pelajaran selanjutnya. Sesekali aku melihat kearah luar berharap Kak Dion datang memberi kabar.
***
"Tik. Tok . Tik. Tok."
Jarum jam berputar mengelilingi rotasi jam itu sendiri. Aku masih cemas. Padahal Bu Lia sedang menerangkan beberapa sejarah Pancasila tetapi fikiranku malah fokus pada Kak Dion.
"Tringgg."
Suara bell berbunyi waktu sekolah telah berakhir.
Aku berjalan keluar kelas dengan tak bersemangat. Melangkahkan kakiku dengan malas. "Ahh. Apa mungkin aku tak sengaja membuat kesalahan? Sehingga Kak Dion marah padaku?" Aku menepuk kedua pipiku yang cubby ini. Berjalan sendirian dan berbicara sendiri. Yah! Aku seperti orang yang tak waras.
"Daniaaa!!"
"Kak Dion?" Aku menoleh kebelakang melihat Kak Dion berlari kearahku.
"Hai. Aku cari kamu ke kelas udah gak ada. Cepet banget jalannya." Sungut Kak Dion marah padahal akulah yang seharusnya marah padanya.
"Kakak sendiri kenapa tadi gak ke kelas?" Aku masih berjalan membuang tatapanku ke arah lain.
"Aku tadi ada perlu. Kamu tahu gak? Aku ada berita bagus." Ucap Dion.
Ku lihat Kak Dion mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Aku mulai fokus menatap Kak Dion. Rasa penasaranku timbul dan ingin tahu.
"Taraaaa!! Aku dapet beasiswa kuliah di Luar Negeri." Ucap Dion dengan mata yang berbinar.
Aku seharusnya senang tapi justru merasakan sesak dalam dadaku. "Oh baguslah!" Ucapku singkat.
"Kamu kok gitu?" Tanya Kak Dion sepertinya kecewa melihat reaksi datarku.
"Selamat Kak, semoga sukses."
"Dania! Kamu kenapa?" Kak Dion menarik tanganku. Meminta penjelasan lebih atas reaksi tidak suka yang sengaja ku tunjukkan padanya.
"Aku.. aku.. bingung. Kakak kalo kuliah disana pasti kita akan LDR. Aku benci LDR! Aku gak bisa menjalani hubungan seperti itu Kak!" Ucapku apa adanya.
"Kenapa? Sekarang kan teknologi canggih Dania. Gak seperti dulu." Kak Dion menjelaskan semuanya tetapi aku tetap tak senang.
"Kita putus saja!" Aku juga tak menyangka harus mengucapkan kata kata yang sebenarnya tak ingin ku ucapkan pada Kak Dion.
"Apa? Putus?" Tanya Kak Dion tak percaya.
"Ya! Maaf Kak. Lebih baik sekarang Kakak fokus mengejar cita cita Kakak. Semoga Kakak sukses. Aku pulang dulu!".
Aku meninggalkan Kak Dion tanpa memberikan kesempatan pada Kak Dion untuk berbicara. Aku tak mau menjadi penghalang Kak Dion untuk mengejar cita citanya. Apalagi Kak Dion sudah bersusah payah untuk mendapatkan beasiswa itu sejak dulu. "Maafkan aku Kak Dion!" Ucapku lirih air mata berlinang dari sudutnya. Aku masih tak percaya hubunganku yang hangat telah berakhir.
"Hiks.. hiks. Hiks."
Aku duduk menangis sendirian ditaman. Sibuk menghapus air mataku yang tak hanya membasahi pipi. Baju dan dasi juga basah karena kugunakan untuk mengusap air mata yang jatuh itu.
Tiba tiba aku mendengar suara gaduh dari gerbang taman.
"Itu kan Kayak Riki si anak Badung kelas sebelah. Dan yang ngroyok itu kan Anak SMA 46? Ada apa tuh? jangan jangan mau tawuran?" Aku mulai tertarik mengintip mereka dan mendekat bersembunyi dibalik semak.
"Elo sini maju! Jangan beraninya keroyokan." Ucap Riki yang sedang dikepung beberapa orang.
"Alah banyak bacot Lo! Mentang mentang anak Direktur!bilang sama Papa Lo itu. Gak usah ganggu istri orang lagi. Asal Lo tau! Gue gak sudi punya Papa Tiri kaya Papa Lo!" Ucap Laki laki itu.
"Bangsattt! Gak usah bawa bawa Gue! Lo bilang sendiri aja sama si Tukang Selingkuh itu! Gue gak ada urusan sama Dia!" Ucap Riki membalas.
"Alah. Gayaan Lo. Paling Lo juga sama kayak Dia. Secara bibit Lo aja dari Dia." Ucap orang itu lagi.
"Diem gak Lo!" Ucap Riki tak terima.
Kulihat Riki mulai menyerang dan anak SMA itu juga membalas. Riki yang kalah jumlah tentu saja tak sanggup melawan mereka semua.
"Aduhh gimana ya ini?" Ucapku bingung. Untung saja aku melihat ada bapak bapak yang sedang lewat.
"Pak.. pak. Pak. Maaf mengganggu. Itu ada yang tawuran!" Ucapku memberitahu. "Oh mana Dek? Dasar anak bandel, bukanya sekolah yang bener malah tawuran aja kerjaanya." Bapak itu menghampiri mereka dan melerai. "Woy! Berhenti gak? Tak laporin Ke Polisi nih!" Ancam Bapak itu.
"Ehh kabur. Kabur." Ucap mereka kabur dan Riki masih terkapar akibat di hujami beberapa pukulan.
"Kamu gak papa?" Tanyaku pada Riki.
"Apaan sih sok kenal banget!"
"Dih, dasar! Udah dibantuin juga."
"Lagian siapa suruh Lo bantuin Gue! Gak ada yang suruh!" Ucap Riki kasar aku tak mau meladeninya. Dan segera bangkit pergi meninggalkan Riki. Tetapi...
"Brukk."
Riki jatuh pingsan aku mulai panik. Untung lah jarak rumahku tak terlalu jauh. Aku memanggil Ayah untuk menolong Riki.
"Ayahh!! Temen Dania ada yang pingsan!" Ucapku memanggil Ayah.
"Dimana Nak?" Ayah sedang sibuk menyiapkan arang untuk berjualan. Tangan Ayah penuh dengan noda hitam.
"Itu ditaman Yah!" Kutarik tangan Ayah dan ku ajak menolong Riki.
"Astaga! Dia habis dikroyok ya?" Tanya Ayah padaku. "Iya. Habis dihajar rame rame tadi Yah." Ucapku menjelaskan.
"Ayo. Bantu Ayah bawa temen kamu!" Aku membantu Ayah memapah badan Riki.
Kami membaringkannya di tempat tidur kamar tamu.
"Dania ambil air hangat!" Perintah Ayah padaku. Ku ambil air hangat dari dalam termos dan kutuangkan dalam baskom.
"Cuurrr."
"Ayah ini!"
Dengan lembut Ayah mengusap luka Riki.
"Auch." Rintih Riki.
"Maaf ya Nak! Sakit ya!"
"Sedikit!" Ucap Riki canggung.
Aku melihat Riki agak terkejut saat menatap Ayah. Namun seketika berubah tenang. Dengan telaten Ayah membersihkan luka dan menutup luka itu dengan plaster di kotak P3k milik kami.
"Kamu boleh istirahat dulu Nak, Dania ayo bantu Ayah!"
Aku pergi meninggalkan Riki dikamar agar Ia tak merasa risih.
Aku dan Ayah sedang menata ayam ungkep di dalam box. Ayahku menjalani usaha penjual ayam bakar 99. Ayahku adalah keturunan ke 3 setelah kakekku. Citarasa Ayam bakar yang dijual kedai Ayahku sangat berbeda. Hingga kami sudah banyak memiliki pelanggan setia.
"Maaf sudah merepotkan. Saya pulang dulu. Terimakasih sudah mau menolong dan memberikan tempat untuk istirahat." Ucap Riki sambil membungkukkan kepalanya.
Aku baru tahu jika Riki memiliki sisi yang lembut. Yang kutahu Ia selalu membuat Onar di Sekolahan. Bahkan Ia selalu menjadi langganan hukuman bagi Guru BP.
Aku melihat Riki pergi meninggalkan rumahku sampai Ia tak terlihat lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Muh Fahlan
masih nyimak
2023-02-22
0