Riki hanya terus berjalan, Ia tak punya tujuan lagi. Meskipun begitu hati Riki terasa lega.
"Aku,gak akan pulang! Aku juga gak perduli jadi gelandangan, aku kan bisa ngamen!" Ucap Riki percaya diri.
Riki terus menyusuri jalanan yang ramai.
Matanya melihat sebuah kedai ayam bakar 99 sedang ramai dikerumuni pembeli.
Riki melangkah tepat di depan kedai melihat ayam bakar yang baru matang membuat Riki menelan silvanya sendiri.
"Glek. Gue lupa belum makan lagi! Mana perut laper banget." Riki mengusap perutnya yang berbunyi.
"Aduhh..gak bisa diajak kompromi banget sih."
Pak Burhan melihat wajah Riki, Ia tahu jika anak muda ini sedang kelaparan.
"Nak! Sini!" Seru Pak Burhan.
Riki agak ragu Ia tetap terdiam.
"Nak! Gak papa sini!" Ucap Pak Burhan lagi. Barulah Riki memajukan langkahnya mendekati Pak Burhan.
"Duduk! Ini ada ayam buat kamu." Pak Burhan meletakkan piring berisi nasi dan ayam.
"Tapi saya gak punya uang Pak." Ucap Riki malu.
"Gak usah bayar. Buat kamu gratis!" Ucap Pak Burhan dengan senyum merekah.
Riki justru menangis lirih mengusap air matanya agar Pak Burhan tak tahu.
"Kenapa ada orang baik seperti Bapak ini? Padahal kita gak kenal." Riki menyuap nasi kedalam mulutnya. Tetesan air mata itu enggan berhenti.
"Kamu ada masalah ya Nak?" Tanya Pak Burhan.
Pak Burhan duduk disamping Riki.
"Aku pergi dari rumah Pak, Ayahku selingkuh, Ibuku pergi. Aku gak sanggup untuk tinggal disana lagi. Hiks." Ucap Riki dengan menangis.
"Astaga! Lalu sekarang kamu mau bagaimana?" Tanya Pak Burhan.
"Saya juga gak tahu Pak. Saya gak punya siapa siapa lagi."
" Kamu masih sekolah?" Tanya Pak Burhan.
" Masih Pak, tapi sepertinya mulai besok udah gak lagi." Ucap Riki.
"Eh jangan gitu! Kamu harus tetep ke Sekolah. Masalah biaya biar Bapak yang bayar." Ucap Pak Burhan tanpa ragu.
Riki menoleh mengapa ada orang sebaik Pak Burhan. Mereka bukan sodara tetapi dengan lantangnya Pak Burhan mau menolong Riki.
"Jangan Pak! Saya gak bisa terima!" Ucap Riki menolak.
"Kenapa? Kamu harus tetep sekolah. Sukses dan buktiin ke mereka kalo kamu bisa!" Ucap Pak Burhan menyemangati Riki.
Riki mulai tertarik, Ia juga setuju dengan ucapan Pak Burhan.
"Bagaimana?" Tanya Pak Burhan lagi melihat Riki mulai tertarik.
"Baiklah Pak, tapi saya mau kerja bantuin Bapak biar saya gak merasa terbebani." Ucap Riki.
"Kamu gak perlu kerja Nak."
"Tolong Pak! Jangan tolak saya." Riki menelangkupkan kedua tangannya memohon pada Pak Burhan.
"Baiklah kalo itu maumu. Kamu bisa tinggal di Kedai ini. Dan membantu saya berjualan. Oh ya! Siapa Namamu?" Tanya Pak Burhan belum mengetahui nama Riki.
"Nama Saya Riki Pak."
"Oke Nak Riki, mulai besok kamu kerja disini ya! Jangan lupa pesan Bapak, kamu harus tetap bersekolah!" Pak Burhan menepuk bahu Riki. Riki tersenyum.
"Terimakasih Tuhan. Kau telah memberikan aku jalan keluar." Ucap Riki seraya memandang langit.
Dagangan Pak Burhan telah habis tak bersisa. Pak Burhan membereskan kedai di bantu oleh Riki sekarang.
"Loh Riki? Ngapain disini?" Tanya Dania yang baru datang.
"Mulai sekarang Riki tinggal dikedai ini Dania. Dia akan bantu Ayah berjualan." Ucap Pak Burhan.
"Kenapa emangnya Yah?" Dania memiringkan kepalanya. Ia belum paham mengapa Riki harus tinggal dikedai ini membantu Ayahnya berjualan.
"Nah, sekarang kamu tutup kedainya dan istirahat ya Riki, kami pulang dulu!" Pak Burhan merangkul tubuh putrinya itu dan mengajaknya pulang. Dania menatap bingung tapi Sang Ayah belum memberinya penjelasan.
**
Dirumah aku masih menatap tajam Ayah. Sepertinya Ayah sadar atas sikapku.
"Haha. Kamu udah kaya mau makan Ayah aja sih Dan,"
Lihat Ayah masih berpura pura bertanya. Aku melipat kedua tanganku.
"Ayah! Dania gak mau berputar putar. Tolong jelaskan sekarang!" Tanyaku dengan nada penekanan.
"Hehe oke oke. Jadi gini sayang.."
Ayah menceritakan semuanya tentang masalah yang Riki alami.
"Ya Ampun. Kasian sekali Riki yah." Aku duduk mendekatkan diriku lebih dekat dengan Ayah.
"Jadi Ayah cuma mau bantu saja. Tetapi Riki ingin ikut membantu Ayah berjualan." Ucap Ayah.
"Fiuhh. Sekarang aku tahu. Coba Ayah bilang dari tadi." Aku lega bisa mendengar penjelasan Ayah. Ku kira Ayah yang memaksa Riki untuk bekerja di kedai kami. Ternyata tak seperti yang ku fikirkan. Justru aku bangga mempunyai Ayah seperti Beliau.
"Muachh. Sayang Ayah!" Aku memeluk erat tubuh Ayah. Ayah membalas mengusap kepalaku.
**
Pagi harinya Aku bangun lebih cepat dari jam biasanya. Ayam berkokok mengganggu tidur nyenyakku. Aku tak bisa memejamkan mataku kembali akhirnya ikut membantu Ibu memasak.
"Ibu . Ini untuk siapa?" Aku melihat tempat makan yang lain, selain milikku dan Kak Eric.
"Ini tadi Ayah bilang, suruh anterin untuk Riki juga." Jawab Ibu.
"Lah?? Gimana kalo Dania aja yang nganterin?" Tawarku pada Ibu. Agar aku tak merasa sia sia bangun pagi.
"Boleh! Sekarang aja kamu antar kesana!" Titah Ibu menoleh sekejap menatapku.
Aku menata tempat makan itu dikantong plastik dan menentengnya ditangan. Tak lupa ku bawa botol air minum juga.
"Aku berangkat dulu ya Bu,"
"Ya! Jangan lama lama. Kamu harus sarapan juga dan sekolah."
"Siap Laksanakan."
Aku pergi bejalan menuju Kedai.
*
"Tok."
"Tok."
"Tok."
"Riki!!!"
Ku ketuk rolling door besi itu perlahan agar Riki tak merasa kaget. Aku masih menunggu beberapa saat.
"Kriettt."
"Ada Apa?" Tanya Riki.
"Hahaha." Aku spontan tertawa melihat rambut Riki yang berantakan.
"Eh.. kenapa sih?" Riki salah tingkah padahal Dia belum sadar apa yang bisa membuatku tertawa.
"Ini ada sarapan buat kamu." Aku menyodorkan tempat makan itu.
"Makasih banyak ya! Titip salam buat Ayah dan Ibumu." Ucap Riki.
"Iya nanti aku sampe in. Aku pulang dulu. Jangan lupa ke sekolah."
"Iyah bawel." Lagi lagi Riki tersenyum manis kali ini jantungku berdegup.
"Eh apa ini?" Aku memegang dadaku yang kurasa mulai salah.
"Jangan ngadi ngadi deh Lu Dan." Aku mencaci diriku sendiri.
Hingga mungkin orang yang melihat akan mengira jika aku tak waras.
***
Aku menyiapkan segala keperluan Sekolah dan segera berangkat.
"Kak, hari ini bisa bareng gak?" Aku berteriak dari meja makan memanggil Kak Eric yang belum terlihat keluar dari kamarnya.
"Aku masuk siang! Kamu jalan kaki aja sanah! Sekalian olahraga." Kak Eric menjawab dari dari dalam kamarnya.
"Ih, gitu deh. Yaudah aku berangkat dulu!"
Hari ini aku agak malas berjalan kaki tapi ternyata Kak Eric tak bisa mengantarku ke Sekolah.
Aku melihat Riki tak membawa apapun bahkan tak memakai baju seragam.
"Ah Kak Eric kan masih punya baju seragam SMA nya dulu. Lagian Kak Eric sekolah di SMA yang sama. Riki!!" Aku menarik tangan Riki paksa mengajaknya berlari. "Kita mau kemana sih?" Sungut Riki tapi Ia tak melepaskan tanganku. "Diem dulu! Kamu mau ke Sekolah pakai baju kayak gitu?" Tanyaku sambil berlari. "Ya habis gimana! Aku gak bawa Seragam!"
"Udah ya jangan bawel! Ikutin aku aja."
*
"Loh kok pulang lagi?" Tanya Bu Melati melihat Dania pulang bersama Riki.
"Selamat Pagi Bu." Sapa Riki pada Bu Melati.
"Pagi juga. Kamu yang namanya Riki?"
"Iyah Bu." Jawab Riki singkat.
"Brak. Brakk. Brakk. Kak Eric!! Aku minta seragam Kakak waktu SMA dong." Pinta Dania buru buru.
"Sumpah ya kamu Dania. Berisik banget. Buat apa seragam SMA?" Sungut Eric mendengar Dania mengetuk pintu kamarnya sangat keras.
"Buat dia?" Dania menunjuk ke arah Riki. "Cepetan Kak! Kita keburu telat nih!" Dania menghentakkan kakinya ke lantai memberi titah pada Kakaknya Eric.
"Ohh. Iya tunggu dulu lah. Kakak cari dulu!"
Dania yang tak sabar langsung masuk kedalam kamar Eric mengobrak abrik lemari baju mencari baju seragam itu.
"Yes ketemu! Udah ya Kak. Makasih." Dania melarikan diri padahal Ia membuat Baju Eric berantakan.
"DANIAAA!!!! AWAS YA KAMU!!" Eric kesal sekali melihat kamarnya berantakan. Tetapi tak berniat untuk menghukum adik kesayangannya itu.
*
Aku mengajak Riki berlari sebelum Kak Eric berhasil menangkapku.
"Kamu pakai dulu deh. Tapi dimana ya?" Aku mencari tempat untuk Riki. Tetapi dengan acuhnya Riki mengganti baju Seragam itu dijalan.
"Eh kok ganti disini?" Aku langsung menutup kedua mataku dengan tangan.
"Gak papalah. Gue double aja pakainya!" Ternyata Riki tak melepaskan baju dan celananya. Ia langsung merangkap dengan sragam. Malu sekali rasanya aku. Ku kira Riki tak punya etika ganti baju dijalan umum.
"Hahaha emangnya aku gak waras apa?" Riki sibuk menertawaiku. Hingga membuatku sangat malu sekali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments