Happy reading
*******
Gibran menatap Yuna yang terlelap di dalam mobilnya, setelah mengatakan di mana rumah nya Yuna tertidur karena ia merasa badannya sangat lelah. Akhir-akhir ini ia merasa badannya mudah lelah walau tak melakukan apapun. Gibran keluar dari mobilnya ia berlari mengitari mobilnya dan membuka pintu penumpang dengan perlahan agar tak membangunkan Yuna, Gibran dengan hati-hati menggendong Yuna, ia berjalan menuju pintu utama rumah orang tua Yuna. Di depan pintu sudah ada Bunda Yuliza yang menatap anaknya cemas di gendong oleh seorang lelaki yang tak ia kenali.
"Sore, Tante." sapa Gibran dengan ramah dan tersenyum ke arah Bunda Yuna yang di balas senyum juga oleh Bunda Yuliza tetapi tersirat kekhawatiran menatap anak perempuannya yang berada di gendongan Gibran.
"Sore, Nak. Kamu siapa ya? Dan anak saya kenapa?" tanya Bunda Yuliza dengan cemas.
"Saya Gibran, Tante. Yuna tidak apa-apa Tante, dia hanya tertidur saja." jelas Gibran membuat Bunda Yuliza bernafas lega.
"Syukurlah, ayo masuk. Bawa Yuna ke kamarnya saja ya," ucap Bunda Yuliza.
"Baik, Tante. Kamar Yuna di sebelah mana ya Tante?" tanya Gibran setelah masuk ke rumah Yuna.
"Naik saja ke atas, ayo saya antar."
Gibran mengangguk, ia mengikuti langkah Bunda Yuliza menuju kamar Yuna, ia terperangah menatap kamar Yuna yang sudah di buka oleh bunda Yuliza. Gibran menelan ludahnya kasar, hatinya berdenyut sakit saat melihat banyaknya alat-alat dokter yang berada di kamar Yuna.
"Tidurkan saja Yuna di kasurnya," ucap Bunda Yuliza membuyarkan lamunan Gibran yang sedang menatap peralatan dokter yang sudah lengkap di kamar Yuna.
"Tante, apa ini semua milik Yuna?" tanya Gibran tercekat membuat Bunda Yuliza berubah sedih.
"Iya, semua ini milik Yuna."
Gibran mengusap kasar wajahnya setelah mendapat jawaban dari Bunda Yuliza. Gibran menatap Yuna yang masih terlelap dalam tidurnya. Matanya menyiratkan kesedihan dan cinta yang luar biasa untuk Yuna.
"Tante, bolehkah saya menjaga Yuna. Saya ingin membuatnya bahagia, saya mohon izinkan saya untuk menjaga Yuna,"ucap Gibran lirih mengenggam tangan Bunda Yuliza.
Bunda Yuliza menghela nafasnya perlahan. "Apa yang membuat kamu ingin menjaga anak saya?" tanya Bunda Yuliza lembut.
"K-karena saya mencintai Yuna, Tante. Saya sangat menyayangi anak Tante, saya janji saya akan menjaga Yuna, seperti Tante dan keluarga Tante dalam menjaga Yuna," jawab Gibran mantap dengan ketulusan di hatinya yang bisa di rasakan oleh Bunda Yuliza.
"Kamu janji tidak akan menyakiti anak saya? Menjaga anak saya dengan segenap hati kamu, walau kamu tau hidup anak saya mungkin tak akan lama lagi?" tanya Bunda Yuliza dengan suara yang amat lirih yang masih di dengar oleh Gibran.
"Iya, Tante. Saya janji."
"Baiklah jaga anak Bunda, buatlah dia bahagia. Tapi, Yuna pernah curhat sama Bunda jika dia mencintai seseorang yang bernama Alfran. Apa kamu yakin akan tetap mencintai anak Bunda, walau anak Bunda tidak mencintai kamu, Gibran?"
"Saya akan membuat Yuna mencintai saya, Tante. Saya yakin cinta akan datang karena terbiasa, dan saya akan membuat Yuna terbiasa akan kehadiran saya di hidupnya."
"Tapi anak saya mempunyai penyakit yang susah di sembuhkan, apakah kamu tetap mau menemaninya? Kamu tidak malu?"
"Saya tidak peduli, Tante. Karena saya tulus mencintai anak Tante. Izinkan saya untuk menjaga Yuna, Tante?" mohon Gibran dengan nada yang sangat lirih membuat Bunda Yuliza terenyuh.
"Baiklah, panggil saya Bunda Yuliza saja, jangan Tante lagi."
"Terima kasih Tan, eh maksudnya Bunda."
Bunda Yuliza tersenyum ia menepuk pundak Gibran. Ia yakin Gibran mampu menjaga anaknya dengan sangat baik, ia dapat membaca ketulusan Gibran pada anaknya lewat tatapan mata lelaki itu.
Gibran menatap Yuna dengan senyuman manisnya, ia mendekat ke arah Yuna. Bibirnya mendekat ke arah kening Yuna, ia memejamkan mata saat hangatnya kening Yuna menjalar ke bibirnya. Hatinya sangat sakit melihat Yuna lemah seperti ini, ingin sekali ia menggantikan posisi Yuna agar gadis yang selalu ia lihat ceria tidak selemah ini. Bisakah itu terjadi?
"Akan ku tunjukkan bagaimana cinta yang tulus, yang akan selalu membuatmu bahagia. Agar kau memahami jika hatimu berhak untuk menerima cinta bukan hanya memberikan cinta yang ujung-ujungnya selalu membuatmu terluka. Yuna, aku harap luka hatimu karenanya bisa terobati dengan kehadiranku yang akan membalut luka itu dengan perlahan. Aku tau itu tidak mudah, tetapi aku memahami arti cinta dalam perjuangan."
*******
Alfran menghempaskan tubuhnya dengan kasar di kasurnya, entah mengapa perasaannya saat ini tidak tenang setelah melihat Yuna pulang oleh Gibran seharusnya ia tak begini, seharusnya ia biasa saja. Tetapi mengapa hatinya tidak terima?
Pintu kamarnya terbuka membuat Alfran terlonjak kaget dan melihat siapa yang datang. Ia menghembuskan nafas lega saat melihat Bundanya lah yang datang.
"Loh, Al. Dimana Yuna?" tanya Bunda Rania yang bingung saat tidak mendapati Yuna berada di kamar Alfran.
"Sudah pulang, Bun." jawab Alfan dengan nada lemasnya.
"Kamu yang mengantarkan Yuna pulang, Al?" tanya Bunda Rania semangat.
"Bukan Bun, Gibran yang mengantarkan Yuna pulang." jawab Alfran sangat enteng.
Bunda Rania menghela nafas beratnya, harapan yang baru saja membuatnya bahagia ternyata tidak sesuai dengan yang ia harapkan. "Kamu gimana sih Al, kamu itu pacar Yuna, seharusnya kamu yang mengantarkannya pulang, bukan Gibran. Kamu benar-benar membuat Bunda marah ya Al."
"Al menjadikan Yuna pacar juga karena terpaksa, Bun."
"Terserah kamu Al. Bunda sudah tidak tau harus berkata apa lagi sama kamu, Bunda harap kamu tidak akan menyesal jika Yuna lebih nyaman dengan Gibran. Bunda lebih berharap Yuna bahagia dengan yang lain sekarang, Bunda tidak berharap lagi Yuna akan menjadi menantu Bunda asal Yuna bahagia, jika Yuna mendengar perkataan Bunda untuk neninggalkan kamu, pasti sekarang Yuna sudah bahagia. Kamu hanya bisa menyakiti hati perempuan sebaik Yuna, Bunda juga perempuan Al. Bunda sangat mengerti apa yang Yuna rasakan, dan Bunda tidak pernah mengajarkan kamu untuk tidak bertanggung jawab seperti ini. Dengan wajah panik kamu membawa Yuna ke rumah ini tapi dengan mudahnya kamu membiarkan Yuna pulang tanpa kamu yang mengantarnya, Bunda kecewa sama kamu, Alfran." ucap Bunda Rania dengan mata yang berkaca-kaca dan ia pergi dari kamar Alfran begitu saja.
Sedangkan Alfran mencerna semua apa yang di ucapkan sang Bunda. Apa iya dirinya sejahat itu? Ia memang sengajakan menyakiti Yuna agar Yuna tidak lagi mengganggu hidupnya. Namun, mengapa semua terasa sangat sakit, dadanya begitu sesak. Apa tadi wajahnya terlihat sangat panik saat membawa Yuna ke rumahnya? Lalu mengapa dengan mudahnya Alfran membiarkan Yuna pulang bersama Gibran? Ahhhh.... Semuanya sangat membuat kepalanya pusing. Lalu ia harus apa sekarang? Menyusul Yuna bersama Gibran? Sedangkan rumah Yuna saja ia tak tau di mana, dasar bodoh. Sudah satu tahun pacaran tetapi ia tidak mengetahui rumah Yuna di mana? Alfran memang benar-benar tak peduli dengan segala yang berkaitan dengan Yuna.
"Mengapa rasanya sangat menyesakkan sekali?" erang Alfran yang melempar bantalnya sembarangan.
*******
maaf ya cuma satu episode dulu, dan maaf juga baru bisa update dan mungkin membuat kalian bosan menunggu. karena urusan keluarga yang memang tidak bisa di tinggalkan 🙏🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Diandra
ditunggu up nya thoor
2020-04-18
0
Gibran Askaru
oke thor Tak Tunggu Bali Mu ☺👍👍
2020-04-18
0
Vinufika
Lanjut thor.. Jangan lama² thor up nya.. Biar pembacanya senang..
2020-04-18
0