Happy reading
******
Pagi sudah menyapa dengan indahnya, seperti senyum gadis yang baru bangun dari tidurnya menatap sang kakak yang juga tidur di sampingnya, menemaninya hingga pagi menjelang. Yuna mencoba bangun dari tidurnya, ia meringis saat merasakan nyeri di seluruh tubuhnya. Tetapi ia mencoba untuk bersandar di kepala ranjang tanpa membangunkan sang kakak yang sangat terlihat lelah karena menjaganya, Yuna menjadi merasa sangat bersalah karena telah membuat Angga kelelahan tak seharusnya ia selalu merepotkan sang kakak seperti ini.
Yuna menunduk mengamati wajah Angga setelah ia berhasil mendudukkan dirinya, cairan kental berwarna merah pekat itu menetes mengenai pipi Angga membuat Yuna panik, mencari tisu agar kakaknya tidak curiga. Namun sayang, Angga sudah terbangun saat merasakan sesuatu yang dingin mengenai pipinya.
"Darah? Yuna, kamu mimisan lagi, Dik?" panik Angga di saat tangannya menyeka pipinya yang terdapat darah Yuna di sana.
"Maaf ya Kak, gara-gara Yuna pipi Kakak kotor terkena darah Yuna. Sebentar Yuna bersihkan," ucap Yuna mencoba bersikap biasa saja agar Angga tidak terlalu khawatir dengan keadaannya.
Angga menahan tangan Adiknya ketika ingin membersihkan pipinya, wajahnya tampak khawatir saat melihat darah dari hidung Yuna yang masih mengalir. Angga mengambil ahli tisu yang berada di tangan Yuna. "Lihat ke atas Dik, jangan menunduk." perintah Angga berusaha tenang walau di dalam hatinya sangat takut dengan keadaan Yuna.
"Kepala kamu sakit?" tanya Angga memastikan keadaan Adiknya baik-baik saja.
"Enggak, Kak." jawab Yuna dengan ekor matanya masih mengamati Angga yang membersihkan darah di hidungnya.
"Kamu tidak bohong sama Kakak, kan? Katakan saja jika ada yang sakit," ujar Angga yang sudah siap membersihkan darah dari hidung Yuna.
"Yuna gak bohong, Kak."
Angga menghela nafasnya perlahan. Ia mengecup kening adiknya dengan penuh penghayatan hingga ketukan pintu terdengar, membuat Angga harus menjauhkan bibirnya dari kening sang adik yang masih terlihat pucat.
"Kak jangan bilang sama Ayah dan Bunda jika aku mimisan lagi," pinta Yuna dengan suara lirih di saat Angga ingin membukakan pintu untuk kedua orang tuanya. Angga mengangguk lemah, selalu saja Adiknya ini tak ingin membuat kedua orang tua mereka khawatir, Angga akui, Yuna adalah gadis yang kuat, walau ia selalu bersikap manja pada keluarga, tetapi jika di luar ia akan menjadi gadis yang sangat tegar. sifat inilah yang membuat Angga takut, takut adiknya terlalu tegar dan memendam semua perasaanya sendiri, seperti sekarang ini Yuna tidak cerita apa-apa di saat gadis itu ia temui hujan-hujanan tiga hari yang lalu. Angga yakin Yuna ada masalah yang gadis itu pendam sendiri.
"Sayang, gimana badan kamu sudah enakkan? Tidak ada yang sakit lagi, kan? kepala kamu tidak pusing lagi, kan?" Tanya bunda Yuliza saat memasuki kamar anaknya bersama sang suami yang berada di sampingnya ketika Angga membuka pintu kamar Yuna.
"Tidak ada Bun," ucap Yuna berusaha tersenyum manis ke arah Bunda dan Ayahnya yang sudah duduk di sampingnya.
"Sarapan dulu Sayang, Bunda sudah buatkan bubur untuk kamu. Ayah suapin, ya?"
"Iya, Yah." Senyum Yuna merekah di saat sang Ayah menyuapinya, Yuna menerima suapan dari Ayahnya dengan senang hati walau makanan yang masuk ke mulutnya terasa hambar.
"Kalau gitu Angga mandi dulu deh," ucap Angga yang mengamati wajah ceria adiknya.
"Iya Sana mandi kamu, Kak. Udah bau iler juga," ucap Bunda Yuliza dengan nada terkekeh membuat Yuna dan Ayah Dio tertawa sedangkan Angga cemberut.
"Tapi masih ganteng, Bun." jawab Angga mencium pipi sang Bunda dan Yuna. setelahnya ia berlari keluar dari kamar Yuna menuju kamarnya sendiri untuk mandi.
"Makan lagi Sayang," ucap Ayah Dio lembut. Namun, Yuna menggeleng lemah pertanda dirinya sudah kenyang.
"Masih banyak ini buburnya, Sayang. Ayo habiskan," tawar Ayah Dio tetapi Yuna tetap menggeleng.
"Sudah kenyang, Yah."
"Ya sudah, kalau gitu di minum obatnya." Bunda Yuliza memberikan obat Yuna, membuat Yuna meringis menatap banyaknya butir obat di tangan sang Bunda yang harus ia minum. Dengan berat hati Yuna meminum obatnya, ingin sekali ia memuntahkan kembali obatnya. Namun dirinya tak ingin membuat Ayah dan Bundanya bersedih.
"Cepat sembuh Sayang, kami menyayangimu." Ayah dan Bunda Yuna kompak memberikan ciuman pada kedua pipi Yuna membuat Yuna terharu, keluarganya yang menjadi semangatnya untuk sembuh, walau kemungkinan sangat sulit penyakitnya bisa di sembuhkan, setidaknya jika dirinya harus pergi, Yuna ikhlas karena sudah melihat wajah bahagia kedua orang tua dan kakaknya saat bersamanya.
"Ayah, Bunda, dan Kak Angga. Percayalah aku akan selalu hidup di hati kalian walau aku sudah tak berada di samping kalian lagi. Bukan aku menyerah dengan penyakit ini, tetapi semua orang tahu dan kalian juga tahu jika penyakit ku ini sangat sulit untuk di sembuhkan, jika Allah berkehendak untuk aku selalu berada di samping kalian, maka aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang Allah berikan pada ku. jika tidak, aku tidak ingin ada air mata yang mengiri kepergianku nantinya."
******
Yuna mengamati tubuhnya sendiri pada cermin, ia menghela nafas di saat baju yang dulunya pas di tubuhnya kini tampak kebesaran ketika ia pakai, tetapi senyumnya tak pernah luntur saat mengingat bahwa hari ini dirinya kembali berkuliah setelah seminggu meliburkan diri.
Bunyi pintu terbuka membuat Yuna membalikkan badannya menatap sang Kakak yang sudah berdiri di depan pintu kamarnya. "Sudah siap? Ayo turun, Bunda menyuruh kita untuk sarapan, setelah itu Kakak yang akan mengantarkan kamu ke kampus."
"Sudah Kak, ayo."
Keduanya berjalan beriringan menuju meja makan yang sudah terdapat kedua orang tuanya di sana duduk menanti kedatangan Angga dan Yuna.
"Selamat pagi, Bunda dan Ayah." sapa Yuna ceria mencium satu persatu pipi kedua orang tuanya.
"Pagi, Sayang."
"Ayo duduk, kita sarapan bareng." Yuna mengangguk tersenyum. Ia duduk di samping Angga, keluarga tersenyum sarapan dalam hening, kehangatan tetap Yuna rasakan di sekeliling keluarganya dan Yuna bahagia akan hal itu.
*****
Yuna sudah berada di kampusnya setelah di antar oleh Angga. Ia berjalan dengan riang memasuki kelasnya, matanya terpaku menatap seseorang yang sangat ia rindukan seminggu ini.
"Alfran," teriak Yuna keras dengan berlari menghampiri Alfran yang diam mematung setelah namanya di panggil oleh Yuna.
"Hai," sapa Yuna dengan canggung di saat Alfran menatapnya datar dan dingin.
"Hmmm."
"Al, Aku ada bawa sesuatu untukmu. Maaf ya selama seminggu ini aku tidak ada kabar, karena aku harus menjenguk nenek yang sedang sakit di jepang. Ini untukmu," ucap Yuna memberikan kotak kecil berwarna hitam ke arah Alfran.
Alfran hanya menatap kotak pemberian Yuna dengan datar, ia tak tahu isi di dalam kotak itu apa. Gadis yang selama seminggu ini menghilang, menatapnya dengan penuh cinta seperti biasa, membuat hati Alfran di dalam sana bergetar ketika menatap wajah Yuna yang sedikit pucat.
"Kali ini aku mohon terima pemberian aku ini, mungkin ini adalah pemberian aku yang terakhir. Terima ya, jangan menolaknya."
Alfran menerima kotak pemberian Yuna dengan ragu, Yuna tersenyum manis ke arah Alfran. "Terimakasih sudah mau menerima pemberianku, aku mencintaimu Al."
Alfran lagi dan lagi hanya menatap Yuna dengan datar, lelaki itu menghembuskan nafas beratnya. "Bunda ingin bertemu," ucap Alfran datar.
"Maaf tapi aku tidak bisa. Aku..."
"Gue tidak terima penolakan, sepulang dari kampus, lo harus ikut gue ke rumah." Alfran menatap tajam Yuna yang mengangguk terpaksa.
"Al?"
"Ya."
"Pakai itu di saat ulang tahun ku ya,"pinta Yuna. Alfran menatap kotak pemberian Yuna kembali, lalu berlalu pergi meninggalkan Yuna yang tersenyum.
"Tak apa jika kau tak mencintaiku, setidaknya aku masih bisa menatapmu pada dunia yang sama Alfran, terimakasih telah menerima pemberianku, itu adalah pertama kalinya kamu mau menerima pemberianku, setidaknya aku mempunyai suatu kenangan bersamamu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
ira rodi
ya allah sedihnya yuna.....
2022-01-04
0
Mirda Jamal
sedih bgt bacanya thor
2020-07-26
0
Aeni Yunasta
sedih bgt
2020-07-18
0