IQ?

“Bagaimana dengan hasilnya bu?” tanya Lintang setelah melihat dokter Siska melepaskan kacamata yang semula bertengger di hidung nya.

“Jadi begini bu, sebaiknya robot LE karya anak ibu ini di ikut sertakan dalam perlombaan bakat yang di adakan oleh pemerintah” jelas dokter Siska sambil meletakkan hasil tes IQ Elivan di atas meja

“Ha?” respon Lintang tak mengerti.

“Begini Bu, jadi anak ibu ini tergolong anak yang Genius, dengan IQ rata-rata 170 - 198 hampir mendekati kata sempurna, dan itu hanya terjadi dari satu anak per seratus di dunia ini.” jelas dokter Siska.

“Jadi saya harus bagaimana dok?” tanya Lintang tak paham harus bagaimana, karena ia dan Elivan baru saja bertemu dua hari yang lalu.

“Harus bagaimana gimana Bu, harus nya ibu itu bangga dengan apa yang anak ibu punya, anak ibu ini adalah anak yang Genius, dan hampir mendekati kata sempurna malah”

“Maksud saya robotnya”

“Saya sarankan robot LE ini di ikut sertakan dalam perlombaan bakat, mumpung sekarang ada perlombaan bakat tingkat nasional”

Lintang berpikir sejenak, sebaiknya ia tanya dulu ke Elivan, karena Elivan bukanlah anak Sembarangan.

“Baik Bu, nanti saya tanya ke Elivan, takut Elivan nya tidak ingin” terang Lintang.

“Baik, saya tidak memaksa.”

“Terima kasih Bu, saya pamit” pamit Lintang.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sudah tiga jam Elivan duduk di sebuah kursi kafe sambil termenung dan menonton orang orang yang tengah ramai, entah itu berbicara, makan, serta berfoto ria. sekali kali ia juga melihat Lintang melayani pelanggan.

Elivan jenuh, sangat jenuh, andai saja ia tak tertidur pastilah sekarang ia tengah menguji coba jam tangan Web King nya di rumah. Tapi nasi sudah menjadi bubur. pada akhirnya ia hanya duduk seperti orang bodoh tanpa tau harus berbuat apa.

Andai saja.

Di tengah lamunan nya, tiba-tiba ada yang mengusap rambut nya dengan lembut. Elivan mendongak kemudian ia tersenyum mendapati orang yang mengusap rambut nya adalah Lintang.

“Bosan? tanya Lintang.

“iya, El sangat bosan, Mom mari pulang” rengek Elivan memeluk pinggang Lintang.

“Ayo, tapi jalan kaki ya.” Elivan mengangguk.

Mereka berdua Akhirnya pulang, karena jam pekerjaan lintang telah selesai. Sambil berjalan kaki, tanpa memakai kendaran apapun, Hemat. tak lupa dengan tawa kebahagiaan Elivan dan Lintang menghiasi malam yang sunyi itu.

“Hayoo, sekarang El yang tanya, Hewan hewan apa yang gak enak kan?” tanya Elivan, sambil terus berjalan kaki.

“Hmm, apa yaa” Lintang berpikir ia sesekali menyebutkan nama hewan dan langsung di beri gelengan kepala oleh Elivan.

“Mommy menyerah,” ucap Lintang mengangkat kedua tangannya ke atas, mengakui ketidaktahuan nya.

“Jawabannya adalah Gajah”

“kok bisa?”

“Gajahdi” Jawab Elivan membuat Lintang melongo.

“Mana boleh seperti itu” Ucap lintang tak terima, pertanyaan Elivan adalah sebuah hal yang menjebak otak kecil nya.

“Bisa kan Eli—”

BRUK.....

Lintang dan Elivan terkejut ketika mereka melihat seorang wanita terkapar di depan mereka, wanita itu mendongak, wajahnya berlumuran darah, kemudian wanita itu kembali bangkit, mendekat ke arah Lintang yang tengah gemetar dan sedang menggenggam tangan Elivan.

“Mbak, tolong saya” ucap wanita itu, Lintang reflek mengangguk.

“Ad- ada yang bisa saya bantu?” tanya Lintang memberanikan diri.

“Tolong jaga anak ku, aku di kejar, dan aku sudah tidak sanggup untuk melindungi anak ku, rasanya aku akan mati sebentar lagi” ucap wanita itu kemudian memperlihatkan seorang balita laki-laki yang kelihatan nya seumuran dengan Elivan, dari belakang tubuhnya.

Di wajah balita laki-laki itu juga ada bercak darah.

“tolong bawah anak ku pergi sekarang, mereka sebentar lagi akan datang” ucap lirih wanita itu.

“Mama” ujar anak wanita itu dengan lirih, menahan rasa sakit, matanya sudah tak sanggup terbuka, tapi anak itu terus berusaha untuk membukanya, seakan-akan melihat mamanya untuk terakhir kalinya.

Cup

Wanita itu mencium wajah anaknya.

“Bahagia selalu nak,” ujar wanita itu, kemudian ia membekap mulut anaknya dengan sapu tangan yang telah di berikan obat bius, dari saku belakang celana jeans nya.

Anak itu pingsan, Lintang segera menangkap dan menggendongnya.

“Tolong jaga anak ku mbak, ini ada sedikit uang, semoga bisa membatu” ucap wanita itu, kemudian ia berlari meninggalkan anaknya kepada Lintang.

“Ha?, jadi aku harus menjadi ibu dari dua anak tanpa memiliki suami?” Lintang Linglung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!