Kami Berada Diekskul Yang Sama

Pada satu hari setelah kelas pertama usai, kelas kami kedatangan anggota OSIS. Hal ini bukan tentang pemeriksaan keamanan dan ketaatan aturan sekolah, Mereka datang membagikan selembaran untuk kegiatan diluar sekolah.

Pendaftaran untuk anggota baru beberapa ekskul telah dibuka. Pada tahun pertama, Aku dan Indira mendaftar ekskul Badminton, sekarang pendaftaran buka kembali, kami sebagai anggota yang masih ingin lanjut harus ikut mengisi formulir tersebut.

Daren membalikkan badannya sambil memperhatikan selembaran miliknya, aku yakin anak laki-laki pasti akan lebih memilih masuk ke klub bola sepak atua basket.

Aku merasakan pandangan matanya, ku angkat kepalaku dan menatap balik matanya, aku merasa matanya seperti berlian yang hidup, aku rasa malam kemarin dia bermimpi dengan indah.

Aku bertanya padanya, “Ada apa?”

“Tidak, Ekskul apa yang kau ikuti?” Daren balik bertanya padaku.

“Kami ikut ekskul Badminton, yah setidaknya hanya untuk bersenang-senang, iyakan Indira?” Aku melirik pada Indira yang sudah mulai mengisi formulirnya.

“Mereka sangat suka membuang kertas, mengapa kita masih harus mengisi?” Indira mengomel sendiri.

“Jika tidak kau isi, bagaimana kau menjadi anggota?” Kris ikut menoleh dan  merespon Omelan Indira.

“Maksudku, mengapa kami juga harus mengisi jika sudah menjadi anggota?”  Indira tidak peduli dengan sekitarnya sehingga dia tidak sadar bahwa kakak tingkat dari klub kami sudah berdiri di sampingnya.

Aku yang sadar mulai diam-diam melirik Indira, dan menekan permukaan kulit tangannya dengan pelan, dia melirik aku dan mengernyit, menjadi bingung sendiri dan berkata padaku; “Hei, ada apa? Jangan ganggu pekerjaanku.”

Aku memberikan isyarat mata padanya mengatakan bahwa dia sampingnya sudah ada Leon, dia ikut melirik arah pandangku lalu tertawa seperti tidak bersalah.

“Bagus Indira, sore nanti ikut dengan ku untuk memeriksa anggota baru," setelah berbicara seperti itu, Kak Leon langsung pergi meninggalkan kami, mungkin mataku saja yang salah karena aku seperti melihat Kak Leon tersenyum padaku sebelum menjauh.

Huh, apa itu tadi?

Aku diam dan berpikir dengan linglung, kemudian aku merasakan Indira mencubit pipiku untuk membuat aku membuang pikiranku tadi. Ketika aku sadar, aku tanpa sengaja melihat binar di mata Daren seperti menghilang, layu seperti tanaman yang tidak disiram.

Wajah Daren menjadi tidak berekspresi, kemudian aku mendengar dia bertanya: “Apa kalian sangat dekat dengan orang tadi?”

“Tidak juga, dia membantu kami sepanjang tahun pertama kemarin,” jawab Indira.

“Tidak, sebenarnya hanya membantu sedikit, tidak banyak,” aku menambahkan sedikit.

“Bagus, dimasa depan jangan dekat dengannya.”

“Hah, apa?”

“Tidak, lupakan saja apa yang baru saja aku katakan.”

Apa maksudnya?

Hei, ayolah jangan bermain teka-teki denganku, sungguh aku merasa orang-orang hari ini sangat aneh. Apa yang membuat Daren tiba-tiba tidak bersemangat? Apakah dia memiliki konflik dengan kak Leon?

Ah, sudahlah. Memikirkannya membuat aku pusing sendiri. Di jam istirahat kedua, Indira mengajak aku untuk jajan di kantin, katanya ada menu baru. Kebetulan karena memang, sudah jam makan siang jadi aku mengikutinya saja.

Kantin sekolah kami, dibagi menjadi dua lokasi. Satu yang dekat dengan perpustakaan dan satu lagi di dekat laboratorium, tepat di belakang kelas VIII. 9 dan di depan kelas VIII.10

Indira memberikan sekotak nasi padaku, pada saat aku melihatnya aku terdiam sejenak. jujur saja aku memiliki trauma kecil dengan Nasi kuning. Ketika aku masih di sekolah dasar dulu, paman terlambat menjemput aku sehingga aku membeli sebuah nasi kuning.

Aku memakannya bersama dengan temanku, setibanya aku di rumah aku langsung memiliki masalah perut, aku memuntahkan semua isi perutku, bidan yang memeriksa aku berkata bahwa aku sudah keracunan makanan. Sejak saat itu aku tidak pernah lagi makan nasi kuning.

“Hei, apa yang kau lihat? Ayo ambil. Masih banyak yang mengantri di belakang,” Indira beratnya padaku.

Aku berkata dengan jujur, “Apakah ini aman? Aku pernah keracunan karena nasi kuning saat sekolah dasar dulu.”

“Tentu saja, lihatlah bungkusannya berlabel. Lagi pula mungkin saja penggunaan bahannya salah, sehingga berefek pada perutmu.”

Gluk!

Aku mengambil sekotak nasi kuning tersebut dan mengikutinya untuk makan. Uh, sudah jelas aku tidak bisa menghabiskannya. Tidak, aku rasa kali ini bukan karena trauma kecil ku.

Nasi kuningnya terlalu pedas, aku bukanlah tipe orang pecinta pedas, lebih tepatnya aku bisa memakannya apa bila dalam porsi tertentu saja, seperti satu cabe, atau yang di campur dengan tomat.

“Kau tidak menghabiskannya?” Indira menoleh pada piringku yang masih agak banyak.

Ku anggukkan kepalaku dan berkata, ”Aku tidak suka makanan pedas.”

“Oh, kau tidak suka makan pedas? Padahal aku suka, Yah walaupun tidak banyak.”

Aku sedikit terkejut ketika mendengar suara Daren, kenapa orang ini ada disini? Tempat biasa mereka adalah kantin dekat perpustakaan, karena di sana sekumpulan anak laki-laki yang suka makan Indomie soto.

Setelah dia bicara, Daren pergi menyusul beberapa temannya dan membuat aku terdiam sejenak. Aku benar-benar tidak salah mengira, hari ini dia memang agak aneh.

Pelajaran terakhir adalah matematika, pembelajaran berlangsung hingga pukul satu siang. Setelah sekolah usai, aku dan Indira langsung pulang ke rumah hanya untuk bersiap dan kembali ke sekolah tepat pada pukul 14.20

Aku melihat Indira sudah siap dengan sebuah map dan pena. Ketika dia menyadari kehadiranku, tangannya melambai padaku dan meminta aku membsntu pekerjaannya.

”Kak Leon benar-benar tidak punya hati...” Indira mulai mengomel.

Aku terkekeh, tersenyum dan berkata padanya; “Jika kau ingin mengomeli seseorang, lakukan itu di belangnya bukan di depannya.”

“Hah? Apa maksudmu?”

Tuk!

Uh, aku rasa kepala Indira sakit. Kak Leon baru saja mengetuk kepalanya dengan kepalan tangannya, kembali tersenyum dan berkata; “Kau seharusnya memperhatikan sekitarmu, adik kelas. Tidak sopan mengomeli yang lebih tua.”

“Uh, Kak tidakkah kau memiliki urusan penting?”

“Ya, aku sudah menyelesaikannya.”

“Kalau begitu....”

“Tidak, selama sehari ini kau harus menggantikan tugasku. Aku aoan menggantikan tempatmu.”

“Hah?” aku dan Indira saling menoleh, apa maksudnya dengan menggantikan tugas?

“Kak, kau tidak mungkin ingin bermain kan?” tanya Indira.

Kak Leon berkata dengan penuh percaya diri dan memamerkan otot lengannya, “Apa yang salah? Aku juga butuh olahraga...”

“Ayo, Rafaella hari ini aku akan menjadi patnermu..”

“Uhm...”

Aku belum selesai menjawab saat dengan tiba-tiba Daren muncul di depanku, menarik tanganku agar posisiku pindah di belakangnya, aku mendengar dia berkata; “Aku yang akan menjadi patnernya.”

Hah?

Aku dibuat melongo, kedatangannya saja sudah membuat aku terkejut. Tidakkah seharusnya dia ikut ekskul Basket atau sepak bola? Kenapa dia bisa ada disini juga? Aku memutuskan untuk menoleh pada Indira meminta penjelasan melalui mataku.

Lalu aku mendengar Indira beekata, “Orang ini telah resmi menjadi anggota ekskul Badminton, hari ini.”

Aku yang masih tidak percaya, “...”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!