Ketika Dia Meminta Nomor Ponselku

Ruang kelas kembali ramai setelah guru meninggalkan ruangan kelas mereka. Aku dan Indira bersama dengan dua anak laki-laki di depan meja mereka saling bertukar cerita, sebenarnya aku merasa seperti sedang di interogasi.

Daren terus memberikan pertanyaan padaku dan aku hanya menjawab seadanya karena jujur aku tidak mengerti arah pembicaraan ini, dia bertanya padaku tentang apa hobi ku, makan atau minuman seperti apa yang aku sukai, musik apa yang aku sukai, lalu tentang impian masa depanku.

Cukup aneh untuk seseorang yang baru saja mengobrol beberapa jam yang lalu. Dia bertanya: “Apa yang kau sukai, Anjing atau kucing?”

“Anjing kucing tidak ada bedanya, tapi jika harus memilih aku pilih Anjing,” ucapku.

“Aku kucing, aku memiliki banyak kucing di rumah.”

Beginilah situasinya, Daren bertanya banyak hal padaku dan aku menjawab semuanya  dengan baik, lalu setelah mendapatkan jawabanku dia akan memberitahukan tentang dirinya yang suka dengar lagu dari band yang vokalisnya bernama Ariel, dia juga berkata padaku bahwa  di masa depan dia ingin menjadi tentara agar bisa membelah negara.

Aku cukup kagum mendengarnya pada hari pertama sekolah, dia banyak bicara padaku dan setiap kali kami di kelas, dia akan selalu berbalik menghadap ke belakang dan bertanya apa saja padaku. Alis miliknya agak tebal tapi tidak tipis juga, hidungnya juga agak sedikit mancung.

Dia orang yang baik, ada banyak waktu yang kami habiskan bersama setelah menjadi teman. Maksudku, setelah kami banyak mengobrol,  tidak akan muat jika aku harus menceritakan secara rinci. Aku hanya akan menceritakan berdasarkan ingatan kecilku.

Sudah satu Minggu sejak sekolah masuk, dan kami akan mulai belajar. Jadwal kelas sudah diberikan, dan tentu saja secara keseluruhan aku selalu sekelas dengannya. Di sekolahku pelajaran agama di bagi menjadi tiga guru, karena jumlah yang Protestan lebih unggul, kami yang katolik sebanyak 12 orang akan selalu memilih taman baca sekolah sebagai ruang belajar kami..

Taman baca berada tepat di area perpustakaan, tempat biasa kami beribadah pagi. Pada tahun itu, perpustakaan masih terlihat sempit,isi perpustakaan hanya ada satu meja panjang yang saling berhadapan, dan lokasinya juga dekat dengan kantin sekolah dan lab laboratorium.

Kami duduk di meja bundaran kecil di taman baca, udara yang segar membuat kami tidak merasakan kantuk. Oh, aku lupa mengatakan bahwa diantara Aku, Indira, Daren dan Kris, setiap pelajaran agama Indira akan tetap di kelas, sementara aku akan pergi bersama kedua teman perempuanku yang lain.

Dari dua belas murid, tiga di antara kami adalah perempuan dan sisanya adalah anak laki-laki. Setelah keluar dari kelas, kami semua berpisah. Anak laki-laki biasa akan menuju kantin sementara kami akan menetap di dalam perpustakaan sampai guru agama datang.

Penjelasan dari guru berlangsung selama satu jam dan sisa satu jamnya lagi untuk kami pergunakan mengerjakan soal cerita yang ada di dalam buku, lalu mengumpulkannya di selembar kertas dan menyerahkannya pada guru yang mengajar.

“Hei, mengapa kalian tidak memanggil kami, saat guru sudah datang?”

Alena, salah satu perempuan dari kami bertiga berbicara; “Guru berkata untuk tidak mencari kalian.”

“Hei, bukankah kita sudah melakukan kesepakatan?”

“Kapan? Sejak kapan itu terjadi? Satu tahun kemarin kita saja tidak saling bicara.”

“Kau!”

“Hentikan! Lebih baik cepat kalian selesaikan, guru berkata bahwa masih bisa mengumpulkan meskipun ada pengurangan nilai.” Aku angkat bicara, bagaimana pun juga perpustakaan adalah ruangan yang hening, tidak baik jika membuat keributan.

Mereka diam, dan aku melanjutkan pekerjaanku. Daren datang mendekat padaku sambil membawa selembar kertas dan pena, aku mendengar dia berkata: “Boleh aku menyalin pekerjaanmu?”

Uh, aku menatapnya sebentar lalu berkata; “Sebentar aku sudah hampir selesai.”

“Tidak masalah, aku bisa duduk di sampingmu dan mulai menyalin,” Daren benar-benar duduk di sampingku, dan sesekali menoleh untuk melihat hasil pekerjaanku.

Aku diam-diam meliriknya dan menemukan wajah seriusnya. Ketika aku sudah selesai menulis, Daren masih berada di soal nomor dua, teman perempuanku yang lain sudah selesai dan datang menghampiriku.

“Rafaella, ayo kita harus segera mengepulkan tugas kita,” Kata Alena, disampingnya ada Andini dengan tampilan agak tomboi tapi memiliki senyum yang manis.

“Hei, tidakkah kau berlebihan? Tunggulah hingga kami selesai juga,” cowok dengan kulit Tan dan senyum khasnya bernama Julio angkat suara.

“Kenapa kami harus menunggu kalian? Salah siapa yang menghabiskan uang terlalu lama di kantin,” Andini ikut bicara.

“Setidaknya tunggulah agar kita bisa kumpul bersamaan.”

“Itu benar, lagi pula aku yakin mereka juga belum selesai belajar. Kau mau seperti pengemis di depan kelas?”

“...”

Pertikaian mereka masih terus berlanjut, Aku hanya diam bukannya tidak ingin menghentikan mereka, tapi aku tidak mendapatkan kesempatan untuk berbicara. Untung saja posisi kami tidak di dalam ruangan perpustakaan, sehingga pengawas tidak akan datang dan memarahi kami.

Aku melihat ke sebelah kiri ku, tempat Daren duduk. Tulisannya mirip seperti cakar ayam, mungkin karena dia pribadi merasa bahwa jam sudah semakin mepet saja.

“Tidak perlu buru-buru, aku akan menunggu sampai kau selesai. Kita bisa pergi bersama nanti.”

“Hm, ya. Aku akan segera menyelesaikannya.”

Aku melihat dia menghentikan pekerjaannya sejenak lalu melanjutkannya lagi. Tidak tahu apa yang lucu tapi aku benar-benar ingin tertawa namun tetap aku tahan.

Setelah beberapa menit kemudian, Daren dan yang lainnya selesai mengerjakan tugas. Sebagian dari mereka mengumpulkannya menjadi satu, dan memberikannya padaku.

”Rafael, Bawa pekerjaan kami sekalian yah. ”

“Uh?!”

“Guru mungkin tidak nyaman jika kita berbondong-bondong.”

Aku mengangguk, lalu melirik Daren dan bertanya; “Apakah tidak sekalian dengan tugasmu?”

“Tidak usah, aku akan membawanya sendiri. Ayo cepat, jam istirahat akan segera mulai.”

“Eh, tunggu aku.”

Pada akhirnya aku benar-benar pergi bersamanya. Setelah dari ruang guru kami kembali ke kelas, ruang kelas masih tertutup dan teman-teman lain masih duduk di teras.

Daren pergi berkumpul dengan anak laki-laki lain, sementara aku duduk diam bersama dengan dua anak perempuan lainnya. Setelah pintu terbuka, kelas menjadi ramai karena murid lain kembali ke kursi mereka.

Aku dan Indira memilih untuk pergi menuju kantin dan membeli makanan, setelah bel kembali berbunyi kami kembali ke ruang kelas dan menghabiskan pelajaran terakhir pada hari ini.

Setelah bel pulang berbunyi penghuni kelas tampak senang dan tenaga mereka kembali. Guru meninggalkan kelas, dan para pelajar mulai mengemasi isi tas mereka dan pulang.

Aku juga sama, setelah selesai berkemas aku dan Indira ingin segera pulang namun gerakan ku terhenti ketika Daren tiba-tiba menyodorkan secarik kertas dan pena padaku.

Aku mendengar dia berkata: “Ella, tolong Beri aku nomor ponselmu,” Aku pun mengambil kertas dan pena miliknya lalu menuliskan beberapa digit angka disana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!