2012/2013 adalah awal tahun keduaku di sekolah, dimana merupakan awal cinta anak anjing, kisah cinta monyet ku bermula disini. Setiap orang berkata bahwa cinta monyet akan tumbuh paling cepat di jenjang sekolah dasar, tapi aku merasa ini berbeda dengan apa yang aku alami sendiri.
Usiaku baru akan mencapai 13 tahun saat itu, Semuanya dimulai dari hari pertama masuk sekolah di tahun keduaku, aku bangun pagi-pagi sekali untuk bersiap karena aku tahu perebutan lokasi tempat duduk sangat penting di hari pertama. Murid-murid akan berebutan tempat strategis yang jauh dari pandangan guru.
Aku tiba tiga puluh menit sebelum bel berbunyi, di gerbang sekolah aku bertemu dengan Indira, pertemuan pertama setelah libur panjang kemarin adalah tertawa ketika kami saling memandangi wajah masing-masing.
Aku tahu memang tidak ada yang lucu.
“Ayo, cepat kita akan terlambat dan tidak akan kebagian meja yang bagus!” Indira berbicara dengan heboh, memegang tali ranselku dan menarik aku untuk berlari bersamanya.
“Pelan-pelan saja, kita.pasti akan mendapatkan tempat,” ucapku dan melepaskan tangannya dari tali ranselku.
Aku melihat gerbang kedua sekolah, dan berkata; “Bagaimana kita masuk? Ini sangat ramai.”
“Ayo, kita terobos. aku akan mulai lebih dulu, dan kau ikuti kau.”
Aku rasa ini bukan ide yang baik, tapi aku tidak tahu bagaimana aku bisa mengikutinya untuk menerobos gerombolan para siswa dan siswi di gerbang yang sempit itu.
rasanya sangat sakit ketika orang-orang saling mendorong satu dengan yang lainnya.
Kami mengecek ruangan di area kelas dua, hei ayolah kenapa kami mendapatkan ketidakadilan? Kelas unggulan satu dan dua berada di ruang kelas yang baik, di lantai atas tepat di gedung kelas kami dulu, sementara kami VIII.3 berada di bangunan lama yang sudah bertahun-tahun.
Bangunan tua zaman belanda.
Aku menatap pintu kelas yang masih tertutup dengan ragu, “Ayo cepat buka, tunggu apa lagi?” Indira menatap aku dan meminta aku untuk membuka ruang kelas kami.
Gluk!
Angin kecil menghempas wajahku ketika aku membuka pintu tersebut, penghuni kelas yang sudah ramai langsung diam dan menatap kami sebentar lalu kembali melakukan aktivitas mereka.
“Lihat kan, ini semua karena sekumpulan semut-semut tadi. Kita sudah tidak mendapatkan tempat duduk,” Aku mendengar Indira berbicara lalu menggeleng.
“Ayolah, ini hanya tempat duduk. Berada tepat di depan meja guru aku rasa tidak buruk juga tahu.”
“Uh, tapi ini terlalu di depan.”
”Hanya tempat ini yang kosong, mau bagaimana lagi?” Aku bertanya lalu meletakkan ranselku di atas menjadi dan duduk dengan manis.
Aku tahu Indira sedang menghela napas dengan berat, sebelum ikut duduk denganku. Ini membuat aku terkekeh karena melihat wajahnya yang lucu. Hei, ayolah bahkan aku rasa pipinya bertambah gemuk dari pada sebulan yang lalu.
“Aku berharap guru akan mengatur tempat duduk kita,” Dia berbicara dengan kesal, aku menggelengkan kepala melihatnya bertingkah seperti itu.
Aku dan Indira saling bertukar cerita tentang liburan kemarin, tidak ada yang istimewa. Pada saat yang sama, seorang anak laki-laki menghampiri meja kami. Anak laki-laki tersebut memiliki tubuh yang besar dan badan yang agak berisi.
Aku mendengar dia berkata; “Bisa kami duduk didepan kalian?”
“Apa kau tidak lihat, disini sudah penuh?” Indira bertahta balik dan membuat anak laki-laki tersebut berpikir sebentar.
“Tidak masalah, kalian bisa memindahkan meja kalian ke belakang. Kami akan membawa meja kami ke depan.”
Huh? Anak laki-laki ini ingin duduk di meja depan bertepatan dengan meja guru? Aku berpikir sebentar, biasanya anak laki-laki akan mengincar lokasi paling belakang untuk menjadi markas mereka.
“Apa kau yakin?” Aku bertanya dengan Ragu, ini tidak biasa. Cukup aneh, kami jelas tidak dekat meskipun aku familiar dengan wajahnya karena kami selalu berada di kelas yang sama saat pelajaran agama.
Sekolah menengah pertama tempat aku sekolah adalah sekolah negeri, dan mayoritas beragama Kristen Protestan, jadi kami yang memiliki keyakinan lain seperti Kristen Katolik itu akan belajar dengan guru agama kami sendiri. Pada tahun pertama, ruangan kami berada di taman baca, yang terletak di perpustakaan, duduk secara melingkar di meja bundar yang beratap seng dengan tanaman pohon bunga kertas di sekitarnya.
Aku memandang Kris, dia adalah anak laki-laki dengan badan besar yang tadi berbicara pada kami. Kemudian aku melirik Indira dan meminta pendapatnya, namun gadis berpipi gemuk ini hanya membalas aku dengan mengernyit.
Aku anggap dia setuju, jadi aku berkata; “Kalau begitu baiklah, lakukan apa yang kalian inginkan.”
Kris tersenyum senang lalu segera kembali ke meja belakang, Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan namun setelah pembicaraan mereka selesai, kelas kembali ribut dengan suara gesekan meja dan kursi.
Mereka berdua benar-benar pindah duduk didepan kami!
Kris dan temannya membantu kami untuk memindahkan kuris dan meja lebih ke belakang. Setelah itu kami tidak berbicara lagi, aku sibuk berbicara dengan Indira, bercerita tentang hal apa saja yang kami lakukan saat libur semester kemarin.
Suara kursi yang tergesek di depan membuat kami menoleh, Anak laki-laki yang duduk di depanku ternyata berbalik dan menatap aku, ada senyum kecil diwajahnya,
“Hei, boleh aku tahu namamu?” dia bertanya sambil menyodorkan tangannya, membuat aku mengernyit seketika.
"Kau sudah menghabiskan waktu satu tahun bersamanya di perpustakaan dan kau tidak tahu namanya?” Kris berkata setelah meninju tangan temannya.
Ya! ya! Itu benar. Kita sudah menghabiskan waktu satu tahun selama pelajaran agama. Sebenarnya aku juga tidak peduli karena aku juga tidak mengenalnya, kami sama sekali tidak pernah saling bicara.
“Hei, kau tahu aku tidak pernah memperhatikan teman kelasku kan? Jadi siapa namamu?” dia balik bertanya padaku dan mengabaikan Kris.
“Aku Rafaella, dan kau?” Dia berbalik mengernyit dan melihat ku di wajahnya seperti tertulis kau juga tidak kenal aku?
“Astaga, ada apa dengan kalian? Kita sudah masuk tahun kedua dan kalian bahkan tidak saling mengenal?” Kris memukul wajahnya tidak percaya.
“Aku Daren,” Setelah dia mengatakan namanya, aku hanya mengangguk mengerti.
Setelah perkenalan tersebut, kami kembali menjadi hening. Guru yang memungkinkan akan menjadi guru wali kami memasuki ruang kelas, anak-anak yang tadinya masih ribut sekarang menjadi hening, semuanya memperhatikan guru di depan kelas.
“Baiklah, jumlah total untuk ruang kelas VIII.3 adalah 32 siswa, berikut yang namanya disebutkan harap berkumpul di lapangan untuk pengarahan pemindahan kelas, karena jumlah skor total tidak mencukupi...”
“...Antonius, Ello dan Ferdi. Ketiganya akan pindah ke kelas bawah, dan akan ada tiga teman tambahan dari kelas lain yang akan bergabung di kelas ini.”
Setelah mengatakan hal ini, guru pamit keluar. Hari pertama hingga satu Minggu kedepan, sekolah masih belum memulai proses belajar, guru-guru akan mengadakan rapat untuk menentukan jadwal belajar para pelajar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Dewi
Biasanya di waktu ini murid laki-laki pada bolos nggak mau bantu-bantu, nyebelin
2023-02-19
0
Dewi
Sebenarnya ada plus minusnya sih duduk di depan, plusnya rajin sedangkan kalau di depan harus terlihat baik, karena posisi depan seperti selalu diawasi
2023-02-19
0