Menjadi Kandidat Lomba Lukis Daerah

Pada akhirnya aku dan Daren tidak menjadi partner dalam ekskul. Aku hanya ikut latihan sebentar, lalu bermain sebentar dengan Indira yang tidak aku tahu pekerjanya sudah di serahkan pada siapa.

Kak Leon pergi tidak tahu kemana tadi, sehingga membuat Indira merasa bebas dan tidak bekerja lagi. Dia datang dan menarik ku menjauh dari Daren dan temannya. Kami duduk di teras tepat di depan kantor ruang guru.

Pada masa itu, sekolah masih menggunakan bangunan tua, yang sudah bangunan baru hanya wilayah anak kelas unggulan, didepan ruang guru tidak jauh ada meja tenis.

Terik matahari semakin kurang karena hari sudah mulai sore. Aku dan Indira duduk untuk istirahat sejenak, setelah banyak bergerak. Minuman yang di berikan oleh Kak Leon tadi, ada di tas meja tenis yang belum kami sentuh sejak tadi.

Indira mengambilnya lalu meminumnya secara terburu-buru, melihatnya minum aku juga merasa kalau tenggorokan ku juga mulai kering. Ku ulurkan tanganku untuk mengambil sebotol minuman yang tersisa, namun seseorang sudah lebih dulu menggapainya.

Daren,

Untuk kesekian kalinya dihari ini dia bertingkah aneh. Pagi tadi dia tampak memiliki mood yang baik, setelah kak Leon datang moodnya memburuk. Lalu tadi, ketika kak Leon ingin menjadi partner ku, dia datang dan menghalangi kami.

Sekarang tentang minuman, padahal itu adalah milikku, kak Leon membelikannya untuk kami berdua masing-masing satu botol air mineral. Sekarang minuman itu dia minum hingga hampir tak tersisa.

Aku menatapnya dengan malas, alisku mengkerut dan bingung, aku rasa dia sadar bahwa aku sudah menatapnya, sehingga dia menolehkan kepalanya, tersenyum dengan lebar lalu berkata padaku:

"Maaf atas minumannya, aku akan menggantinya nanti."

"Tidak usah, aku tidak begitu haus."

"Tidak, aku harus ganti. Kau juga pasti sudah haus, sejak tadi aku tidak melihatmu minum."

Aku menatapnya dan mengomel secara pribadi, aku baru saja ingin minum tadi, tapi air mineral ku sudah kau rebut lebih dulu, tahu. Melihat aku yang hanya diam, Daren memutuskan pergi ke kantin.

Kantin sekolah kami buka hingga sore, dihari Jumat. Meskipun yang di jual tidak sebanyak siang tadi, setelah berlalu beberapa menit Aku melihat Daren kembali dengan membawa sebotol minuman.

"Ini, untukmu." Dia menyerahkan sebotol air mineral baru padaku.

"Aku sudah tidak butuh lagi, terima kasih. Kau bisa berikan pada Kris saja, dia belum minum aku rasa."

Aku melihat wajahnya sedikit tertekuk, aku merasa tidak enak sehingga aku berkata lagi padanya, "Sungguh, aku tidak butuh lagi, aku sudah minum milik Indira tadi."

Kris tiba-tiba mengambil botol minum di tangan Daren, meraih tanganku lalu meletakkannya di tanganku dan berkata, "Terima sajalah, tidak baik menolak pemberian orang lain, lagi pula Daren membelinya sebagai ganti air mineral mu tadi..."

Setelah beberapa Minggu kedekatan kami, aku menyadari bahwa mulut Kris jika sudah di buka maka akan susah untuk di tutup lagi. Jadi sebelum telinga kami panas mendengarnya aku memorinya di tengah jalan.

"Baiklah, kalau begitu aku akan meminumnya nanti, terima kasih," Aku tersenyum pada Daren, tampak sekilas wajahnya menjadi sedikit berubah, dia baru saja tersenyum tipis lalu mengajak Kris untuk kembali bermain badminton lagi.

Tiga hari setelah hari Jumat adalah Senin, Upacara bendera berlangsung dengan normal hingga jam istirahat pertama berbunyi. Guru tidak langsung keluar dari kelas, melainkan menunggu hingga pintu kelas kami dibuka oleh seseorang.

Guru seni rupa kami masuk kedalam kelas dan berterima kasih pada guru yang baru saja mengajar, sementara kami menunggu apa yang akan di sampaikan oleh guru seni rupa kami.

Guru Seni rupa memperhatikan kami semua, lalu berkata: "Apakah di kelas ini ada di antara kalian yang suka menggambar?"

Guru bertanya, lalu beberapa teman sekelas kami mulai menyebutkan dua nama, salah satunya adalah namaku. Jujur saja aku memang suka menggambar, tapi perasaanku berkata bahwa ini tidak akan mendapatkan hal yang baik di akhir.

"Amber dan Rafael Ibu," Teman sekelas kami bersamaan meneriaki nama kami.

"Siapa diantara kalian yang bernama Amber dan Rafael?" Guru.seni.bertanya, aku dan Aster yang kebetulan duduk bersebrangan saling menoleh dan mengangkat tangan kami.

Guru seni memperhatikan dan berjalan ke arah kami, dia kembali bertanya; "Apakah kalian benar-benar bisa menggambar?"

Kami berdua mengangguk, lalu guru kembali bertanya pada kami, "Pulang sekolah nanti, kalian berdua tinggallah sebentar."

Setelah berkata demikian, guru akhirnya meninggalkan ruang kelas kami, yang seketika berubah menjadi pasar. Beberapa teman sekelas menghampiri kami lalu memberi kami ucapan selamat.

Aku menghela napas lalu merapikan mejaku, melipat kedua tanganku yang kini sudah aku jadikan bantalan, uh aku tiba-tiba merasa mengantuk. Aku tidak tahu apa yang akan di bahas oleh guru kesenian nanti, tapi aku yakin hal ini pasti tenang perlombaan.

"Apa kau tidak ingin ke kantin sekolah?" Indira bertanya padaku.

Aku berkata dengan malas; "Maaf, aku sedang malas. kau bisa pergi bersama dengan mungkin yang lain."

"Tidak, aku akan tetap disini bersamamu."

"Uh, tapi kau harus tetap mengisi perutmu."

"Iya, aku tahu. Tidak perlu khawatir, aku membawa beberapa makanan dari rumah hari ini."

"Baiklah, aku rasa ada baiknya kita membiasakan diri membawa bekal makan siang saja."

"Ya, aku setuju. Kita bisa mulai menerapkannya besok, lagi pula kau juga sepertinya harus selalu tinggal lebih lama di sekolah."

"Iya, aku harap aku tidak jadi ikut saja."

Aku berkata demikian, bukan tanpa alasan. Karena aku adalah cicit pertama sekaligus sebagai cucu pertama di keluarga Ibu ku, Mama, Tante, nenek dan kakekku selalu protektif padaku.

Mereka pasti akan menentang tentang jam pulang sekolah ku, berbicara sedikit tentang keluargaku, Ayahku bekerja sebagai sebagai seorang karyawan di salah satu perusahan di luar kota, tepat dimana nenek dan kakek dari pihak Ayahku tinggal.

Sementara ibuku adalah seorang bendahara di salah satu sekolah menengah kejuruan di kota tempat aku tinggal, karena hal inilah kami hanya akan bertemu di akhir tahun atau pertengahan tahun saat ayahku mendapatkan cuti.

Aku menutup mataku, hendak untuk tidur sejenak namun kembali gagal karena Daren sudah kembali duduk di kursinya. Seperti biasa, dia berbalik dan menatap aku.

"Ada apa?" dia bertanya padaku.

"Tidak ada, aku merasa hari ini adalah hari tersibuk ku."

"Uhm, jadi kau suka menggambar?"

"Iya, hanya untuk waktu luang saja."

Pelajaran kembali dimulai, hingga pada akhirnya jam pelajaran terakhir selesai. Teman sekelas berbondong-bondong untuk keluar dan pulang, namun berbeda dengan aku dan Amber, kami langsung menuju ke depan ruang guru untuk bertemu guru seni kami.

Guru berkata pada kami; "Kalian berdua akan dilatih sebagai salah satu calon kontestan dalam lomba lukis daerah."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!