Mata bulat itu memandang ke arah ranjang yang masih tertutup selambu putih, semua perkataan Praja kembali terngiang di renung terdalam Utari. Gadis belia itu memberanikan diri mendekati ranjang tidur kedua orang tuanya, meski dia tau dia akan terkena amukan dan mungkin hukuman. Tapi rasa penasaran di hatinya tak kalah menyeramkan.
Seseorang tertidur di sana dan itu bukan Ayah atau Ibu Utari tapi...
Salendra....
.
.
.
.
SEKARANG
Cuaca sedang tak bersahabat pagi itu, rupanya gerimis dari sore kemarin belum mau berhenti. Aska yang sudah siap untuk berangkat mengajar harus mencari payung di sela-sela ronga almari baju yang hampir mepet ke dinding.
Tangan Aska sudah berhasil meraih gagang payung biru berlogo Bank Rakyat Indonesia. Akhir-akhir ini pria penyabar yang lembut itu sering merasa kesal, karena disuruh putus dari kekasih hatinya Ratih atau mungkin karena Utari yang tiba-tiba muncul di dalam hidupnya dan selalu merusak harinya.
Keduanya, kedua hal itu membuat Aska seperti menjual kesabarannya yang tak ada batasnya itu entah kemana. Sudah seperti emak-emak yang punya lima anak, setiap hal jadi digerutui oleh Aska.
Bahkan payung hadiah dia buka rekening untuk menampung gaji menjadi gurunya itu pun, juga mendapat dakwahan dari Aska pagi ini.
"Ada payung juga warnanya biru?!" warna biru selalu mengingatkannya pada Utari, entah karena apa, Aska juga tak faham akan kenyataan itu.
"Kenapa dulu aku buka rekening di sana?! Padahal di sebelahnya ada bank lain!" gerutu Aska pada payungnya.
Aska berjalan santai di tengah hujan karena dia memang tak punya kelas pagi, tapi Aska yang pecinta kedislipinan itu, tak mau terlambat dan membuat muritnya menirunya.
Langkahnya terus menyusuri gang lurus yang tak terlalu lebar, untuk sampai di jalan raya dan dia akan naik angkot dari sana. Tapi langkah kakinya terhenti di sebuah bibir gang yang berbelok ke kanan, gang ke arah rumah Ratih. Ujung mata Aska melirik ke rumah berpintu pagar hijau milik keluarga Ratih sejenak, ia menunduk karena merasa bersalah.
"Mas kalau begitu kita putus saja!" kata Ratih di depan bapaknya sore itu.
"Tapi Rat...!" ucap Aska tapi dipotong oleh Ayah Ratih.
"Nak Aska, jangan membuat dosa dengan putri kami! Jika kau tak mau taaruf dengan Ratih, maka dengan segala hormat keluarga kami! Kami mohon jauhi Ratih!" itu putusan akhir Ayah Ratih yang langsung pergi meninggalkan Aska tentu saja setelah mengucapkan salam.
"Maaf mas, tapi sebaiknya kita berpisah saja.
"Utari juga bilang bahwa kita tak ditakdirkan bersama, aku merasa Utari.....gadis itu bisa melihat hal yang tak bisa dilihat manusia biasa lain!" kalimat panjang itu akhir dari perbincangan sore itu.
Aska masih berdiri di sana, dia menghela nafas panjang.
Bagaimana pun juga dia harus membuat keputusan pada akhirnya. Keputusan yang dibuat Ratih untuk mereka juga bukan hal buruk, karena menurut Aska omongan Utari tentang tak jodohnya Aska dan Ratih hanya bualan. Maka waktu yang akan menampar mulut Utari nantinya, Aska sangat yakin Ratih adalah jodohnya.
Aska masih mempercayai faham tentang jika jodoh tak akan kemana.
Aska kembali melanjutkan langkah kakinya memenuhi panggilan jiwanya untuk mengabdi pada negaranya, mencerdaskan anak bangsa katanya.
Muritku akan tertawa jika tau bagaimana gurunya bisa selemah ini hanya karena menghadapi dua orang wanita, bukan dua orang tapi satu orang dan satu ekor.
Tawa Aska pecah di bawah payung biru itu, kata-kata satu ekor di narasinya membuatnya membayangkan Utari yang ternyata siluman tikus atau kelinci yang mempunyai ekor yang imut.
"Aku pasti sudah gila...!" kata Aska dalam hati. Bagaimana bisa otaknya mengambarkan Utari adalah makhluk yang imut.
Angkot jurusan ke sekolah tempat mengajar Aska pun lewat dan pria berbaju batik yang rapi nan tampan itu naik ke dalam angkot yang hanya berisi satu orang wanita paruh baya yang tampak mengunakan seragam PNS.
Kedua orang tak saling kenal itu hanya tersenyum dan mengangukkan kepala mereka untuk menunjukan rasa hormat masing-masing.
Lokasi sekolah elite di mana Aska mengajar memang merupakan kawasan yang jarang dilewati orang, kawasan elite yang tak semua orang bisa masuk secara sembarangan.
Sopir angkot pun hanya bisa mengantar Aska di depan pintu masuk kawasan itu, sementara untuk masuk ke dalam sekolah itu Aska harus menunggu mobil Varo yang tak lama lagi akan sampai di tempatnya berdiri.
"Montor buntut kakak rusak lagi?" pertanyaan pertama Varo mengiringi tertempelnya bokong Aska ke jok kulit di samping adiknya yang juga duduk dengan wajah antusias.
"Ayah kan udah ngijinin kakak balik, betah baget di gang kumuh itu!" pertanyaan ke dua Varo yang sukses memancing kepalan di tangan kanan Aska.
"Kak, kenapa?!"
"Bisa diem nggak sih loe?! Kakak lagi pusing banget sekarang!" kata Aska geram.
"Kalau pusing minum obat kak!" jawaban Varo benar tapi membuat Aska semakin geram.
Akhirnya mobil sedan mewah berwarna hitam itu berhenti di depan gedung yang sangat luar biasa, karena lebih mirip karya Arsitektur dibandingkan sekolahan karena desainnya yang dibuat oleh orang Italia langsung jadi ada nuansa eropa di beberapa ruangan kelas.
"Nanti malam pulang ya kakak, Ayah katanya mau diskusi sama kakak!" ucap Varo seraya melenggang menjauhi kakaknya yang masih berdiri tegak di samping mobil sedan mewah yang mengantar mereka berdua.
Letak ruangan kelas dan ruangan kantor kedua kakak adik itu memang bertentangan arah.
Gusar, marah, sedih, khawatir, pilu, bahagia, semua emosi itu tertekan di dada pria setinggi 178 CM yang tengah berjalan santai menuju ruangan kantor tempat dia berkerja.
Pria jangkung yang memasuki area kantor guru honor itu bahkan tak tau apa yang sedang dia fikirkan saat ini, hati dan otaknya seakan sedang gelut di dalam sana untuk menentukan posisi sebagai pemenang.
Otaknya apa hatinya, pemenangnya masih sulit ditentukan.
Memilih, memang Aska punya pilihan?
Tidak, Aska tak punya jabatan ditakdirnya untuk mendapat pilihan seperti manusia lain.
Lelaki yang dibilang pintar itu sekarang hanya bisa melihat dan menahan emosi, persis seperti sedang nonton sinetron pelakor di TV. Kita mungkin bisa menganti chanel karena kesal, tapi tidak dengan menganti alur cerita.
Dia yang kuat terlihat secara fisik itu langsung lemah ketika memikirkan apa yang sedang terjadi di hidupnya.
"Percaya sama Allah mas, Allah akan memberikan jalan yang terbaik untuk orang yang mau berikhtiar!" itu perkataan Ratih yang pernah membuat Aska terpesona pada gadis lembut kan anggun itu dan mempercayai adanya Allah kala itu.
Apa sekarang dia tak percaya Allah?!
Jawabnya... Entahlah.
Jalan mulus melenggang di depannya kini semakin buram. Pekerjaan guru di International School yang Elite, pacar yang lembut dan taat agama serta cantik. Pernikahan dengan Ratih yang sudah dia akan setujui malah dia tolak karena kehadiran wanita Iblis bernama Utari.
Runyam....
Tapi kenapa hal itu tak bisa dihindari...
Takdir...
Kampret....
Memilukan.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments