Perjanjian Nava

"Jangan sembarangan mengunakan kekuatanmu di depan manusia Utari!" Ratu Retno mulai serius, dia mengunakan nada mengancam di perkataannya untuk Utari.

"Apa ada yang kakak sembunyikan dariku?!

"Aku melihat pohon Kehidupan berbunga setelah aku bertemu dua lelaki itu, siapa yang membuat pohon sialan itu berbunga?"

Waktu masih berhenti, dan dua wanita yang bukan manusia itu masih bersitegang. Sementara Kanaya yang seorang siluman ikut terpengaruh sihir yang diciptakan Utari dan diam membeku seperti manusia lainnya.

"Aku hanya berusaha memberimu jalan! Kau yang harus mencari jawabannya sendiri!" kata Ratu Retno.

Utari kembali menarik sihirnya dan dia berada di tengah lamunannya.

Kenapa harus lelaki itu lagi?!

Kenapa dia harus melihatnya lagi???

.

.

.

.

900 tahun lamanya Utari merawat pohon kering itu, tapi baru tadi dia melihat bunganya yang masih kuncup berwarna ungu muda yang indah. Faktanya kuncup bunga itu muncul setelah gadis itu bertemu reingkarnasi Salendra, itu fakta yang membuatku sangat marah.

Kenapa dia di lahirkan lagi???

Alasan apa yang akan diberikan langit pada Utari, dia ingin tau jawabannya. Dan dia berharap bukan lelaki itu yang menjadi alasan pohon Kehidupan berbunga.

Setelah puas berbelanja Utari pergi memisahkan diri dari Ratu Retno dan Kanaya, dia harus menjalankan tugas yang telah dia emban selama 900 tahu terakhir sebagai penguasa di Dunia Persimpangan antara Tiga Dunia. Tugas sebagai Penjaga Pohon kering yang haus akan jiwa-jiwa serakah dan tamak.

Utari berdiri di depan kosan putri yang sudah tutup karena ini sudah hampir jam 11 malam. Dia berdiri dipinggir jalan gang yang sepi yang diterangi lampu jalan, meski begitu lampu jalan itu tak mampu menerangi seluruh area gang sempit itu. Alhasil suasana di gang itu tampak sama horornya, dari sebuah komplek kuburan.

Biasanya Utari tak punya alasan untuk menunggu seperti ini, tapi malam ini dia harus mengatur moodnya dulu agar tak terjadi kesalahan dalam tindakannya.

Kata-kata Ratu Retno masih terngiang di otaknya.

'Membuka jalan'!

Jalan seperti apa yang akan terbuka di depannya kelak.

Apa sebuah jalan kematiannnya?!

Setelah 900 tahun ini pertama kalinya Utari memikirkan kematian dan hatinya merasa kalut. Padahal sudah lama sekali dirinya ini meninggalkan dunia yang fana ini.

Lamunan gadis cantik itu terpecah karena suara deru halus sebuah mobil sedan mewah yang berhenti tepat di depannya dan seorang lelaki gagah nan tampan turun dari kursi kemudinya. Lelaki tampan itu memutari mobilnya, lalu membukakan pintu penumpang untuk seorang gadis yang sangat cantik.

Gadis secantik model dari Brasil itu adalah Nava, seorang mahasiswa yang menjual jiwanya pada Utari.

Pandangan ketakutan terpancar dari mata bulat nan indah Nava ketika melihat Utari yang sudah berdiri di depan kosannya. Seperti biasa Utari hanya melihat dengan pandangan sinis pada budaknya yang sudah hampir menghabiskan jangka waktu Perjanjian dengannya.

Kini Utari sudah di kamar kontrakan mewah yang disewa Nava, wanita muda itu hanya duduk diam dan menunduk sementara Utari yang baru pertama kali berkunjung ke tempat itu melihat-lihat seluruh ruangan di kamar kosan itu dengan seksama.

Tak ada yang aneh dengan kamar kosan Nava, seperti kos-kosan mahasiswa pada umumnya. Ranjang tidur kecil yang berantakan, satu set sofa yang dipenuhi barang-barang seperti buku dan produk wanita.

Satu meja belajar yang terlihat lebih rapi daripada bagian kamar yang lain. Hanya itu perabot yang ada di dalam ruang kosan sempit milik Nava.

"Kelihatanya kau melupakan janjimu padaku!" kata Utari.

"Bukan begitu, saya berencana akan ke tempat anda setelah pulang dari tempat pacar saya, tapi saya...!" Nava tak bisa melanjutkan kata-katanya karena suaranya hilang.

"Ingat Nava, kau adalah milikku! Aku bisa mengambil apa pun darimu sesuka hatiku.

"Suara indahmu yang bahkan satu-satunya yang asli dari dirimu ini, bisa ku ambil dengan sangat mudah!

"Apa lagi tubuh dan wajahmu yang cantik ini adalah pemberianku, aku bisa melakukan apa pun padamu,!" ancam Utari.

Semakin hari manusia semakin tak menghormati Sang Dewi Penjaga, dan semakin hari juga Utari harus mengunakan banyak energi untuk menakuti mereka.

Perjanjian tetap perjanjian, dan mereka harus membayar apa yang telah mereka minta dari Dewi Penjaga.

Nava masih berusaha untuk bicara, tapi suara indahnya tak bisa dia keluarkan.

"Tengat waktumu hampir habis! Jika kau tak setia padaku, aku tak akan membiarkan kau hidup tenang di sisa waktumu Nava!

"Jadi--lah anak baik, jangan menyusahkanku!" bisik Utari di telinga Nava.

Nava hanya tertegun setelah Utari pergi dengan jurus teleportasinya, pandangan sedih gadis remaja 23 tahun itu tertuju pada pantulan bayangannya di kaca yang terlihat sangat jelek dan berwajah cacat.

"Pergiiiii kamuuuuuu!" Nava langsung berteriak keras pada bayangan dirinya yang dulu, yang di singkirkan bahkan oleh orang tua kandungnya sendiri.

Tangis wanita muda itu pecah di tengah malam yang sunyi dan dingin itu. Dua tahun hampir berakhir Nava harus menyerahkan nyawanya pada Utari dan Nava tak punya cara lain untuk sembunyi dari Utari.

Gadis cacat yang berubah menjadi sangat cantik itu sudah pergi kemana-mana untuk menghindari Utari. Bahkan dia pernah tinggal beberapa bulan di Milan untuk menghindari Utari. Semua pelarian Nava tak ada hasilnya, setiap dia pergi Utari selalu muncul dan mengingatkan Nava bahwa manusia yang sudah diikat oleh Pohon Kehidupan tak akan bisa kabur dari Utari Sang Dewi Penjaga.

.

.

.

.

Pagi itu Aska membuka matanya yang masih dikuasai oleh rasa kantuk, telingganya sudah ngilu karena bunyi alarm yang dia setel sendiri di ponsel pintarnya. Bunyi alarm yang seperti gendrang ngajak perang dari ponsel hitamnya pun dimatikannya sembari mengucek mata sembabnya.

Aska hanya tidur satu atau dua jam saja malam tadi, dia terjaga karena wajah Utari yang masih seliweran di dalam otaknya yang hampir membuatnya setengah gila. Karena kewajiban dan juga sudah menjadi kebiasaan Aska melengangkan langkah malasnya ke dalam kamar mandi.

Bangun tidur kuterus mandi, lirik lagu bocah balita itu menjadi inspirasi Aska setiap pagi untuk selalu mandi setelah bangun tidur di pagi hari. Aska yang merupakan manusia perfeksionis dan pecinta kerapian, serta sangat menganut faham rajin pangkal pandai ini selalu tampak sempurna bahkan untuk sekedar keluar untuk belanja di depan gang.

Wajah tampan dan postur tubuhnya yang bak model serta warna kulitnya yang cenderung terang, membuatnya selalu saja terlihat pantas mengenakan pakaian apa pun.

Hari itu hari minggu, dia bisa sedikit santai untuk menikmati hari ini tanpa memikirkan apa yang harus diajarkan kepada para muridnya di sekolah.

Dengan rambut setengah basah yang membingkai wajah rupawan Aska. Pria sempurna itu melengang santai keluar dari dalam kamar kosnya karena dentuman suara sendok yang beradu dengan mangkok ayam, tanda-tanda Kang bubur mulai mendekat ke area.

Perut Aska yang semula baik-baik saja, menjadi terasa sangat lapar ketika mendengar bunyi ting-ting Kang bubur yang kerap di sapa Mang Soleh ini.

"Buburnya satu, mang!" sapa Aska sambil pesan.

Terpopuler

Comments

Ara

Ara

Utari itu Iblis Pesugihan??? 😱😱😱

2023-02-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!