14. Jangan Lagi, Van

Ketika dini hari berlangsung, laki-laki ini tersentak dari tidurnya. Awalnya dia terdiam dan berusaha mencerna apa yang telah dia alami di alam kapuk barusan. “Kenapa pake mimpiin si Aya jalan sama Bams di Gasibu segala sih?” Dan, tiba-tiba dia menjadi marah.

Gara-gara mimpi meresahkan barusan, Revano jadi kehilangan kantuknya. Kalau sekarang sedang berada di rumah tantenya, dia pasti bakalan petik gitar dan sing along di balkon kamarnya di sana. Sayang sekali sekarang dia sedang berada di rumah bunda Frisly.

Namun, tak berlangsung lama dia teringat tawaran Kamaliel yang menggiurkan kemarin sore. Oleh karena itu, Revano gegas mencari keberadaan ponselnya untuk segera mengkonfirmasikan tawaran kakak dari korban taruhan edan geng TXT.

“Selamat malam, karena gua gabut gegara kebangun tengah malam gini dan teringat ucapan lo kemaren sore, gua mau, Kak,” katanya begitu sambungan telepon tersambung.

Di seberang sana, Kamaliel menghela napas dengan kasar. “Aing tuh baru aja merem dan mulai terlelap. Si anjir satu ini malah ganggu!” kesal.

Dengan tampang tak berdosanya, Revano nyengir sambil terkekeh-kekeh. “Ya, maap … mabar, Kang?”

Kamaliel mendengus. “Gaskeun!” Bukannya tambah kesal atau bagaimana, dia malah menyetujui ajakan Revano yang menurutnya tidak sopan. Manalagi sekarang udah tengah malam gini. Definisi nggak lihat waktu. Pasti ada maksud tujuannya, pikirnya.

Masing-masing sudah login dan tengah fokus pemanasan dengan arena permainan daring yang banyak dijadikan pemicu keretakkan dalam keharmonisan. Mereka menyebutnya gim legenda. Keduanya masih betah untuk saling bungkam suara. Setelah lima belas menit berlalu, akhirnya dia membuka suara juga.

“Jadi, lu mau tau tentang apa setelah kejadian sore tadi, hm?”

Dia menghela napas ketika tim lawan mulai kalah berkat bantuan dari rekannya. “Kang, Aya kok jadi ketus gitu ke gua, ya?” tanya Revano.

“Lah, bukannya dia emang udah ketus sejak lama, ya?” bantahnya.

Revano terperangah. “Nggak, ya! Dulu dia manja dan cengeng banget. Dia itu tipikal cewek Disney banget tau.”

Di seberang sana, di ruangan Kamaliel berada, laki-laki usia dua puluhan ini tergelak. “Bercanda, Broskie,” katanya.

“Si Aya ngambek deh ke elu. Nggak tau deh sejak kapan, ya. Gua juga kaget pas dia tiba-tiba nggak pernah keluar rumah, nggak pernah bisa diajak bercandaan lagi, nggak pernah eksaitid lagi kalo bahas soal elu.” Kamaliel jadi teringat pada masa itu. Saat dia sedang mengungsi dari indekos ke rumah orang tuanya karena indekosnya kebanjiran.

Kamaliel merasa harus menceritakan hal ini sih kepada Revano. “Nggak enak kalo ngobrol beginian via henpon, Van.”

“Lah, terus via mana dong?” Revano masih sibuk dengan pergulatannya dengan musuh dalam pertarungan bersama para bandit itu.

“Besok sekolah lu libur, kan?” Kamaliel juga ikut membantu Revano dalam memberantas para bandit yang menyerang tim mereka kali ini. “Besok pagi, di lapang belakang. Sekalian basket kita, udah lama nggak basket. Si Fasya lama bener sih baliknya,” lanjutnya.

Revano terkekeh. “Nggak salah lagi sih. Satu orang paling sok iye tuh, ya, Kang Fasya. Sok-sokan kuliah di luar kota padahal dia dapet undangan dari universitas terbaik di Bandung.”

“Lu kalo ngomong suka bener, haha. Eh, tapi gitu juga dia keren sih mau mandiri tanpa ngerengek ke om Aldo atau tante Frisly.” Kamaliel ini dikenal sebagai sohibnya Fasya, kakaknya Revano.

“Iya, deh, iya. Si paling ngebelain sohibnya.” Terkekeh, lebih tepatnya mengejek sih. “Besok pagi di lapang belakang gua bisa. Pagi masih bisa, kalo siang ke sore, nggak bisa.”

“Yodah, kalo gitu mah aman. Duluan, gua mau balik turu. Mata udah berasa lampu lima watt, nih.” Kamaliel segera logout.

Kamaliel melemparkan bola itu ke ring milik Revano untuk permainan kali ini. Poin mereka sama rata, 2:2. Sesuai kesepakatan di awal, Kamaliel akan menceritakan perihal adik perempuannya yang katanya berubah.

Memangnya Power Rangers, ya? Pake acara berubah aja. Atau semacam Ultramen?

Revano berhasil merebut kembali bola basket milik Kamaliel dan berusaha melemparkannya dari kejauhan, sayangnya gagal masuk ring

“Kapan hari gua denger kabar kalau dia itu cewek bermasalah. Biasalah, kabar burung.”

“Emang bener, dia jadi murid yang nggak teladan dan nggak disiplin. Badung. Nggak tau gaul sama siapa tuh anak sampe berontak kayak gitu. Padahal setau gua, dia cuman temenan sama Hana dan cowok bule itu—lupa siapa namanya.”

Kamaliel melakukan hal yang sama, merebut bola dari Revano dan berusaha meloloskannya ke ring dari jarak jauh. Namun bedanya, Kamaliel berhasil.

“Sebelum gua ceritain tentang Aya, lu harus jawab pertanyaan gua duluan.”

Revano mengangguk. “Gua juga utang penjelasan sama lu, sih.”

Kamaliel segera duduk di bangku pinggir lapangan. “Lo apain Aya sampe dia buang semua polaroid kalian ke tong sampah? Kalo nggak salah tiga hari setelah kelulusan esde, sih, kata Mama.”

Ingatan Revano menerawang jauh ketika Kamaliel melontarkan pertanyaan itu kepadanya. Nggak ada yang salah dari hari yang Kamaliel sebutkan. Hanya saja, saat itu adalah hari di mana Revano benar-benar meninggalkan kediaman sang bunda di Kebon Hejo dan mulai menetap di rumah tantenya untuk menemani sepupunya.

Ah, Revano jadi teringat pertemuan terakhirnya dengan Fanya saat di acara kelulusan sekolah. “Gua nggak tau. Bahkan gua baru tau kalo Aya masih simpen polaroid itu. Gua pikir udah rusak dan dia buang gitu aja semenjak kejadian itu.”

Masih bisa membela diri. “Gua kira dia nggak bakalan semarah itu ketika gua pindah. Oh, iya … sebelum ke sini gua coba tanya Bunda soal Aya. Dia marah sama gua, Bunda bilang kalo Aya marah dan kecewa sama gua.”

“Jadi, lo udah tau, ya? Kayaknya gua nggak perlu lanjut pertanyaan gua deh.”

Revano mengerutkan alisnya dan menatap lurus ke arah Kamaliel. “Kenapa?”

“Gua yakin kalo lu juga nggak tau.”

Alasan macam apa itu? Revano terkekeh sinis. “Nggak asik lu, Kang.”

“Aya emang buang semua polaroid kalian, tapi udah gua amankan. Jangan bilangin dia kalo gua pungut kenang-kenangan kelam kalian, ya.” Kamaliel menatap langit. “Kita tau si Aya tuh cewek manja, cengeng, dan keras kepala, tapi sekarang ….”

Revano tersenyum tipis. “Sekarang dia jutek, galak, dan kelihatannya benci banget sama gua.”

Kamaliel mengangguk setuju. “Lu dapetin dari siapa kontak Aya? Dia nggak pernah kasih ke sembarangan orang loh, soalnya itu privasi dia dan dia nggak suka kalo ada yang sebarin atau ganggu privasi dia.”

Revano terperangah. “Beneran begitu, ya? Gua pikir cuman akal-akalan si Kekel doang,” sela Revano. “Gua dapet dari Kekel si bule. Awalnya dia nggak ngasih karena dia aja dapetin kontaknya Aya secara ilegal, haha. Sebenernya apa yang ngebikin Aya begitu, ya?”

Kamaliel mengangkat bahu lebarnya. Mata kecilnya itu menyipit kala menatap lawan bicaranya. Bibirnya tertarik naik membentuk senyuman tipis. “Gua yakin ada sesuatu yang terjadi setelah hari kelulusan mereka, tapi gimana caranya gua tanya ke nih anak, ya? Takut nyinggung dan aturannya tuh nggak boleh beberkan semua hal tentang Aya juga. Gua menaruh curiga dan nggak terlalu percaya sama adiknya Fasya ini,” gumamnya di dalam hati.

“Lu mau pedekate sama Aya, Van?” tanya Kamaliel.

Revano terdiam. “Ng–Nggak! Gua cuman iseng aja. Gua mau memastikan kalo rumor tentang dia yang berseliweran itu nggak bener. Eh, ternyata lu konfirmasikan kebenarannya. Dia nggak disiplin, ya, semenjak gua pindah rumah?”

Kamaliel diam dan enggan menanggapi argumen Revano. “Jangan lagi lakuin kebodohan yang sama. Dulu Aya celaka gegara kebodohan lu. Kali ini gua harap lu bisa jaga batasan lu kepada adik gua. Kalian cuman gede barengan aja, jangan nyakitin Aya lagi cuman karena kalian udah temenan sejak kecil, Van.”

Revano tidak bisa berkutik. Dia langsung tertekan karena kali ini tujuan dia deketin Aya tuh gegara taruhan edan geng TXT. Gimana dong? Kena ultimatum nih dari pawangnya.

“Cuman karena lu udah kenal baik dengan Aya sejak kalian kecil sehingga itu ngebikin lu bisa seenaknya aja ke dia. Nggak!

“Jadi, gua harap lu mengerti kenapa gua bilang kayak gini. Gua nggak mau kejadian yang sama keulang lagi, cukup di masa lalu aja dia ngadepin trauma yang bikin semua orang tertekan gegara kebodohan lu yang masih anak kecil.”

Satu kalimat untuk Kamaliel!

Eh, pasti kepanjangan. Dua kata deh.

Dua kata untuk Kamaliel!

Episodes
1 Awalan
2 01. Ramalan Dilan
3 02. Bukan Kebetulan
4 03. Tahap Pertama
5 04. Perkara Remeh
6 05. Peringatan
7 06. Firasat si Bule
8 07. Anak Pubertas
9 08. Bersekongkol Membuat si Jutek Kesal
10 09. Kakak vs Adek
11 10. Taruhan Seharga Manggung
12 FYI: Tentang Puberty
13 11. Kok Dia Berubah?
14 12. Kemungkinan Karena Hal Ini
15 13. Kesimpulan
16 14. Jangan Lagi, Van
17 15. Kita Hadapi Sama-Sama
18 16. BBM, Misyu, dan Flashdisk
19 17. Oke, Google … Kenapa Aya Berubah?
20 18. Raja dan Ratu vs Gosip
21 19. Undangan Si Kembar
22 20. Nggak Sengaja Nguping
23 21. Triple Kill For Revano
24 22. Aku Nggak Benci Dia
25 23. Was She All I Need?
26 24. Dulu Kita Sahabat
27 25. Bersimpuh
28 26. Retaknya Relasi Yang Bersembunyi
29 27. Pengakuan
30 28. Direspon = Lampu Hijau?
31 Message 4U
32 29. Salah Kirim
33 30. Dari Zero Person
34 31. Baik, Mari Akhiri Ini ....
35 32. Jika Aku Bisa ....
36 33. Hal Yang Tidak Diketahui
37 34. Has Revealed
38 35. Dilabrak
39 36. Di Mana si Aya? Pt.1
40 37. Hugs
41 38. Bener Apa Bener?
42 39. Berita Buruk Untuk Anak
43 40. Setelah Itu ….
44 41. Dibagi Rapor
45 42 Kencan
46 43. Unmyeong Cheoreom
47 44. Seseorang Yang Spesial
48 45. Menghilangnya Zero Person
49 46. Kabar Buruk
50 47. Rencana Yang Gagal
51 48. Minat
52 49. Tantangan Baru
53 50. Rumor Buatan si Bule
54 51. Di Mana si Aya? Pt.2
55 52. Aya Benar-Benar Hilang!
56 53. Pedebatan Hebat
57 54. Kejutan!
58 55. Ada Apa Ini?
59 56. Penangkapan!
60 57. The Last Thing He Wants
61 58. Selesai
62 59. Kembali Pada Rutinitas
63 60. Dia Kembali
64 61. Black Note
65 62. Kembalinya si Dia [Selesai]
66 Apa, ya?
67 Mohon Maaf, Ada Sedikit Kabar
Episodes

Updated 67 Episodes

1
Awalan
2
01. Ramalan Dilan
3
02. Bukan Kebetulan
4
03. Tahap Pertama
5
04. Perkara Remeh
6
05. Peringatan
7
06. Firasat si Bule
8
07. Anak Pubertas
9
08. Bersekongkol Membuat si Jutek Kesal
10
09. Kakak vs Adek
11
10. Taruhan Seharga Manggung
12
FYI: Tentang Puberty
13
11. Kok Dia Berubah?
14
12. Kemungkinan Karena Hal Ini
15
13. Kesimpulan
16
14. Jangan Lagi, Van
17
15. Kita Hadapi Sama-Sama
18
16. BBM, Misyu, dan Flashdisk
19
17. Oke, Google … Kenapa Aya Berubah?
20
18. Raja dan Ratu vs Gosip
21
19. Undangan Si Kembar
22
20. Nggak Sengaja Nguping
23
21. Triple Kill For Revano
24
22. Aku Nggak Benci Dia
25
23. Was She All I Need?
26
24. Dulu Kita Sahabat
27
25. Bersimpuh
28
26. Retaknya Relasi Yang Bersembunyi
29
27. Pengakuan
30
28. Direspon = Lampu Hijau?
31
Message 4U
32
29. Salah Kirim
33
30. Dari Zero Person
34
31. Baik, Mari Akhiri Ini ....
35
32. Jika Aku Bisa ....
36
33. Hal Yang Tidak Diketahui
37
34. Has Revealed
38
35. Dilabrak
39
36. Di Mana si Aya? Pt.1
40
37. Hugs
41
38. Bener Apa Bener?
42
39. Berita Buruk Untuk Anak
43
40. Setelah Itu ….
44
41. Dibagi Rapor
45
42 Kencan
46
43. Unmyeong Cheoreom
47
44. Seseorang Yang Spesial
48
45. Menghilangnya Zero Person
49
46. Kabar Buruk
50
47. Rencana Yang Gagal
51
48. Minat
52
49. Tantangan Baru
53
50. Rumor Buatan si Bule
54
51. Di Mana si Aya? Pt.2
55
52. Aya Benar-Benar Hilang!
56
53. Pedebatan Hebat
57
54. Kejutan!
58
55. Ada Apa Ini?
59
56. Penangkapan!
60
57. The Last Thing He Wants
61
58. Selesai
62
59. Kembali Pada Rutinitas
63
60. Dia Kembali
64
61. Black Note
65
62. Kembalinya si Dia [Selesai]
66
Apa, ya?
67
Mohon Maaf, Ada Sedikit Kabar

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!