04. Perkara Remeh

Siapa kata mau berteman dengan seseorang yang suka menyombongkan kekuasaan orang tuanya? Atau menyombongkan diri sebagai orang yang memiliki popularitas yang baik. Tentu saja tidak ada yang mengharapkan hal semacam itu, tetapi percayalah ketika kau bertemu dengan orang baru yang membuatmu risi, jangan ragu untuk terus menjauh. Ikuti insting pertahanan dirimu sendiri.

Ya, meskipun hal itu tak berhasil bagi gadis satu ini untuk berusaha menjauh dari seseorang yang membuatnya risi.

Orang ini bukannya berhenti, malah terus mendekati walaupun orang yang menjadi objek tujuannya terus mencoba menjauh darinya, seakan-akan menolak keberadaannya. Ya, dialah Hanalya Putri Suherman yang dikenal hampir oleh seluruh anak-anak di angkatan mereka. Hanalya itu cukup populer baik di kalangan perempuan atau laki-laki. Tidak sedikit juga yang mengenalnya karena keburukan perempuan itu yang suka ngadu kepada ayahnya yang merupakan seorang petinggi di departemen kepolisian.

Hanalya itu baik, cantik, pintar juga, dan populer. Sayangnya, perempuan itu sedikit menjengkelkan kalau sudah menginginkan sesuatu atau mencandui sesuatu. Seperti misalnya; gadis jutek bernama Fanya dan semua poin minus yang dimilikinya; laki-laki anggota klub basket Margayu bernama Zico yang ketahuan ngebet juga kepada gadis jutek itu, sehingga membuat Hanalya ingin menyatukan keduanya.

Ya, lebih kepada terobsesi untuk berdekatan dengan dua orang paling juara di angkatan mereka, sih. Hanalya itu gila popularitas.

Hanalya Putri Suherman, sudah cantik, baik, rajin, populer, dan anak bapak polisi pangkat brigadir pula, brigjen tepatnya. Ah, satu hal lagi; ibunya seorang psikolog anak yang pernah menyambangi SMP PGRI Margayu pada hari kesehatan mental dunia Oktober semester lalu, ketika mereka kelas delapan.

Hanalya itu anak pertama dari dua bersaudara, satu-satunya saudara ialah adik laki-lakinya, untuk saat ini. Omong-omong, Hanalya itu bukan cuman populer dan baik saja.

Gadis gila popularitas itu juga berprestasi di bidang kesenian utamanya gambar dan lukisan. Tak jarang dia memenangkan medali dan piala sekaligus dalam satu lomba untuk PGRI Margayu ini. Hanalya itu seniman yang sombong dan cerewet.

“Neng, kenapa hari ini nggak bawa henpon? Biasanya dari Senin sampai Sabtu, kamu bawa henpon, ngabarin Kak Liel buat jemput,” tanya Hanalya. “Oh, atau jangan-jangan gegara si iseng keempat belas itu, ya? Dia sebenernya siapa, sih? Kok bisa dia kenal Nunu, Jia, kamu dan si Bule juga kayaknya?”

Ah, hal kedua—mungkin hal ketiga atau kesekian—Hanalya itu benar-benar menyebalkan dan sok disiplin. Sudah dijelaskan apabila Hanalya itu jika mencandui sesuatu pasti akan dia kejar. Jika dia terobsesi, maka dia harus bisa merealisasikannya. Seperti sekarang: setelah kejadian laki-laki pentolan SMP 2 yang urakan dua hari yang lalu, Hanalya terus membombardir teman sebangkunya dengan pertanyaan yang nyaris serupa.

Gadis ini menatap tajam ke samping kanannya. “Males bawa henpon, dicepuin sama kamu melulu, Han,” sindirnya, kemudian helaan napas panjang keluar dari mulutnya yang terbuka sedikit. “Ah … soal cowok yang kemarin itu ….” Dia cuman orang nyebelin yang kebetulan menjadi tetanggaku—masa iya harus kasih tau cewek lampir ini? Nggak! Menggeleng cepat.

Sepeninggalan kejadian Rabu lalu, Fanya makin frustrasi diduga ulah laki-laki yang menjadi terduga sebagai si iseng. Si iseng yang terus mengiriminya pesan berantai. Padahal, Fanya kedapatan sudah memblokir nomor cowok itu, tetapi kenapa bisa muncul lagi?

Fanya juga sudah mengganti nomornya, kali ini dia tidak memberikan nomor barunya kepada siapa pun. Soal nomor lama, Fanya berikan kepada kakaknya. Lebih tepatnya, Fanya bertukar nomor dengan kakaknya.

07.25. Di dalam kelas, beberapa di antara anggota kelas sudah duduk manis di kursi mereka masing-masing. Sementara itu, yang lainnya masih berkeliaran di luar kelas dan biasanya nongkrong di kantin bersama geng mereka, padahal lima menit lagi kelas akan dimulai. Suara peringatan bawa bel akan berbunyi sudah berkumandang. Dan dua insan Hawa ini asyik bersitegang sambil menunggu kedatangan guru yang mengajar pada jam pertama.

“Neng, aku ngertiin kalo kamu nggak begitu deket sama cowok yang kemarin-kemarin kita temui di Tamansari, aku ngertiin kalo kamu nggak mau cerita atau kasih tau aku sekarang, it’s okay.” Hanalya tersenyum ramah. “Setidaknya … kasih tau aku siapa cowok itu? Kenapa dia manggil kamu ‘sayang’ persis seperti isi pesan dari si keempat belas itu, hm?”

Fanya mendengus, sekaligus memalingkan wajahnya. “Apa sih? Ngertiin?” Dan, jangan lupakan suara yang tertahan di mulutnya. “Oke, sebenarnya … cowok yang kemarin kita temui itu adalah—”

Suasananya berubah mendebarkan kala Fanya hendak mengatakan kebenaran mengenai sosok laki-laki yang kapan hari mereka temui di Tamansari. Bagaikan adegan di dalam drama misteri teror, yang mana semua atmosfer menjadi lambat dan penuh kecurigaan. Dengan suasana dramatis semacam itu berhasil membuat Fanya mengulur waktunya.

Beberapa detik terdiam dalam situasi dramatis, suara wanita menyapa ke penjuru kelas 9-C dengan begitu ramah dan hangat. Memberitakan bahwa dirinya sudah tiba dan kelas akan segera dimulai.

“Selamat pagi, Anak-anak! Silakan siapkan kelas untuk berdoa dan menyanyikan lagu nasional sebelum mulai pelajaran.”

Fanya dengan senyuman senang menatap ke arah Hanalya dengan penuh percaya diri. “Dia bukan siapa-siapa, waktu SD itu dia dikenal iseng dan ngeselin, dia bersikap kayak gitu cuman mau caper aja sama orang yang dia kenal.”

Hanalya itu mudah percaya, tetapi dia tidak pernah mudah puas. “Kalo gitu, kemarin dia bersikap kayak gitu cuman mau caper aja, ya?”

“Iya, tepat sekali.” Fanya menjawab tepat. Kemudian, ia berdiri mengikuti teman-teman yang lainnya.

Begitu juga Hanalya, Fanya tidak lepas memandangi teman sebangkunya itu yang dengan mudah percaya, tetapi ia sudah tahu jika teman sebangkunya itu tidak akan puas dengan jawabannya.

Bodo amat kalo nggak percaya, kalo dia banyak tanya lagi tentang si Nyebelin, kayaknya harus nyari alasan-alasan lain lagi, deh.

“Neng, kemarin aku tanyakan ke si Nunu dan hal ini bikin aku ragu. Nggak mungkin sih dia iseng aja, secara tatapan mata dia yang kelihatan tulus itu … menjabarkan semuanya. Aku jadi bimbang deh!”

Dengan nada bicaranya yang terdengar jengkel. “Kenapa tanyain ke orang lain sih? Wisnu nggak tau apa-apa kali!” Padahal sebelumnya, Fanya menjawab dengan datar dan terkesan ogah-ogahan tuh. Matanya melirik ke kiri dan tak tentu arah, tidak menatap ke arah Hanalya juga. “Ngh! Lagian … ke–kenapa kamu kepo banget, sih?”

Sebenarnya, Hanalya bisa menebak situasi orang lain, ah, lebih kepada; dia bisa membaca karakter atau sikap orang lain. Hanalya pernah mempelajari bab karakter yang pernah ibunya bahas untuk sebuah seminar dan konsultasi, ini perihal psikologi anak dan orang dewasa juga.

Hanalya membaca; jika seseorang mudah tersulut tentang sesuatu hal yang biasanya dianggap sepele atau biasa saja oleh orang lain, tetapi justru tidak dengan orang itu, maka besar kemungkinan dia tengah menyembunyikan sesuatu. Mungkin sebuah rahasia atau semacamnya. Dan untuk gestur matanya yang tidak menatap ke arahnya, maka dia sedang mencari alasan untuk berbohong.

“Ibu pernah bilang tentang nada bicara seseorang yang kalau naik dan ada kemarahan di dalamnya, dia berusaha untuk mempertahankan dirinya sendiri dari suatu hal yang menyinggung, dia sedang dalam mode bertahan,” ujarnya. “Neng, kamu tersinggung dengan pertanyaan aku barusan, ya?”

Fanya tertegun, tetapi dengan cepat ia tersadar dan menatap lurus ke manik mata Hanalya. “Nggak sama sekali, Hanalya. Aku cuman nggak suka kamu terus-terusan tanyain ini dan itu yang nggak penting!”

Hanalya yang sok disiplin itu akhirnya menelan ludahnya sendiri. Mau tahu apa yang gadis cerewet itu lakukan?

Dia mengobrol selama pelajaran berlangsung. Merecoki Fanya sebagai objeknya, objek rasa penasarannya. Habisnya gadis jutek itu tidak mau jujur kepada Hanalya sih.

“Fanya, aku denger dari Nunu kalo dia, kamu, si Bule, dan cowok yang kemarin itu—siapa sih namanya? Pokoknya cowok yang kemarin itu saling kenal dan pernah satu sekolah, makanya aku tanyain ke kamu buat mastiin kebenaran dari ucapan Nunu itu.”

Iya, kami pernah satu sekolah. Emangnya kenapa sih? Lagian nggak ada hal penting juga. “Wisnu atau siapalah yang bilang begitu, dia benar. Udah segitu aja nggak ada tambahan, nggak ada pembelaan, nggak ada elakkan, titik!”

Kalian pikir Hanalya akan berhenti sampai di situ?

Tidak. Bahkan saat guru yang dikenal killer sekaligus baik pada mata pelajaran matematika itu kedapatan berkeliling untuk memeriksa pekerjaan muridnya, Hanalya dengan berani tetap melanjutkan obrolannya, meskipun kebanyakan jawaban Fanya tidaklah seperti yang dia harapkan.

“Sebelum Bu Ida nyamperin kita dan kasih poin seratus buat kamu, coba jawab pertanyaan terakhir aku, deh,” ujarnya. “Cowok yang kemarin atau Zico?”

Fanya menarik sebelah alisnya naik. “Kenapa tanya begitu?”

“Jawab aja sih apa susahnya?” kesal. “Cowok yang kemarin lusa itu atau Zico? Biar aku bisa menetapkan kapal mana yang bakalan berlayar.”

“Kapal-kapal! Itu jawaban nomor tiga punya kamu salah rumus, tuh!” jawab Fanya.

Sampai pada akhirnya, Bu Ida yang merupakan guru mata pelajaran matematika itu menghampiri meja Fanya dan Hanalya. Meja yang berada pada barisan ke empat, yang paling belakang. Dan, Hanalya juga terkena omelan serta skak mat dari Bu Ida, yang sudah mengetahui perbuatan gadis itu. Perbuatan Hanalya yang tidak biasanya, mengobrol selama Bu Ida sedang dalam mode menjelaskan. Tidak biasanya sebab Hanalya itu selalu disiplin. Sok disiplin sih tepatnya.

“Bu Ida. Ibu pilih  Zico atau Wisnu, Bu?” tanya Hanalya kepada Bu Ida saat wanita itu tengah memeriksa jawaban milik Fanya.

“Apaan sih, Han? Kok tiba-tiba tanya begituan sama Bu Ida?” Fanya tersinggung.

“Untuk apa kamu tanyakan anak kelas lain, Hana?” Ditanya balik oleh Bu Ida. “Seharusnya kamu tanyakan kenapa jawaban kamu salah semua, padahal sedari tadi Ibu perhatikan kamu itu menatap fokus ke papan tulis dan mengerti dengan semua penjelasan Ibu. Ada apa, Hanalya? Tidak biasanya kamu seperti ini.”

Agak memaksa. “Bu, jawab aja sih. Zico apa Wisnu yang paling juara satu?”

“Udah jelaslah!” sela seseorang, dia tiba-tiba datang dan nimbrung di meja milik Hanalya dan Fanya sambil membawa buku catatan miliknya dan tak lupa pensil hasil meminjam. “Udah jelas Bu Ida pilih gua, iyakan, Bu? Ibu pilih Mikel sebagai juara satunya, ya.”

“Diem lo, Bule!” cegah Hanalya sambil menarik tangannya untuk menggampar laki-laki yang memiliki paras oriental bermata sipit. “Pertanyaan barusan nggak berlaku buat lo!”

“Hanalya dan Mikel!” peringat Bu Ida, “kalian ini kok malah ribut?”

“Dia duluan, Bu!” tunjuk Mikel kepada Hanalya.

“Dih, lo duluan! Lo yang tiba-tiba nyamperin ke sini,” elaknya.

“Gua nyamperin Bu Ida, ya!”

“Sudah diam! Kalian ini kalau sudah bertengkar tidak akan berhenti. Mikel, kamu pindah ke meja kamu, Ibu udah selesai dengan Fanya.”

Ya, jika kalian bertanya-tanya, Mikel, Hanalya, dan Fanya berada di dalam kelas yang sama selama dua tahun, sejak kelas delapan dan dikenal sering ribut. Ya, mereka bertiga. Makanya, Bu Ida sudah hapal sebab Bu Ida kedapatan mengajar di kelas mereka juga tahun lalu.

Kini, mereka sama-sama berada di dalam kelas 9-C. Mereka akan bersama-sama hingga kelulusan nanti, tetapi siapa sangka jika di kelas ini ada pasangan Tom dan Jerry yang sangat serasi, dengan pertengkaran mereka yang tidak pernah usai sejak insiden berebut tempat duduk. Hanalya yang notabene sudah janjian dengan Fanya itu tidak mau bertoleransi dengan Mikel yang sudah duduk di samping Fanya terlebih dulu. Insiden paling epik sih.

Episodes
1 Awalan
2 01. Ramalan Dilan
3 02. Bukan Kebetulan
4 03. Tahap Pertama
5 04. Perkara Remeh
6 05. Peringatan
7 06. Firasat si Bule
8 07. Anak Pubertas
9 08. Bersekongkol Membuat si Jutek Kesal
10 09. Kakak vs Adek
11 10. Taruhan Seharga Manggung
12 FYI: Tentang Puberty
13 11. Kok Dia Berubah?
14 12. Kemungkinan Karena Hal Ini
15 13. Kesimpulan
16 14. Jangan Lagi, Van
17 15. Kita Hadapi Sama-Sama
18 16. BBM, Misyu, dan Flashdisk
19 17. Oke, Google … Kenapa Aya Berubah?
20 18. Raja dan Ratu vs Gosip
21 19. Undangan Si Kembar
22 20. Nggak Sengaja Nguping
23 21. Triple Kill For Revano
24 22. Aku Nggak Benci Dia
25 23. Was She All I Need?
26 24. Dulu Kita Sahabat
27 25. Bersimpuh
28 26. Retaknya Relasi Yang Bersembunyi
29 27. Pengakuan
30 28. Direspon = Lampu Hijau?
31 Message 4U
32 29. Salah Kirim
33 30. Dari Zero Person
34 31. Baik, Mari Akhiri Ini ....
35 32. Jika Aku Bisa ....
36 33. Hal Yang Tidak Diketahui
37 34. Has Revealed
38 35. Dilabrak
39 36. Di Mana si Aya? Pt.1
40 37. Hugs
41 38. Bener Apa Bener?
42 39. Berita Buruk Untuk Anak
43 40. Setelah Itu ….
44 41. Dibagi Rapor
45 42 Kencan
46 43. Unmyeong Cheoreom
47 44. Seseorang Yang Spesial
48 45. Menghilangnya Zero Person
49 46. Kabar Buruk
50 47. Rencana Yang Gagal
51 48. Minat
52 49. Tantangan Baru
53 50. Rumor Buatan si Bule
54 51. Di Mana si Aya? Pt.2
55 52. Aya Benar-Benar Hilang!
56 53. Pedebatan Hebat
57 54. Kejutan!
58 55. Ada Apa Ini?
59 56. Penangkapan!
60 57. The Last Thing He Wants
61 58. Selesai
62 59. Kembali Pada Rutinitas
63 60. Dia Kembali
64 61. Black Note
65 62. Kembalinya si Dia [Selesai]
66 Apa, ya?
67 Mohon Maaf, Ada Sedikit Kabar
Episodes

Updated 67 Episodes

1
Awalan
2
01. Ramalan Dilan
3
02. Bukan Kebetulan
4
03. Tahap Pertama
5
04. Perkara Remeh
6
05. Peringatan
7
06. Firasat si Bule
8
07. Anak Pubertas
9
08. Bersekongkol Membuat si Jutek Kesal
10
09. Kakak vs Adek
11
10. Taruhan Seharga Manggung
12
FYI: Tentang Puberty
13
11. Kok Dia Berubah?
14
12. Kemungkinan Karena Hal Ini
15
13. Kesimpulan
16
14. Jangan Lagi, Van
17
15. Kita Hadapi Sama-Sama
18
16. BBM, Misyu, dan Flashdisk
19
17. Oke, Google … Kenapa Aya Berubah?
20
18. Raja dan Ratu vs Gosip
21
19. Undangan Si Kembar
22
20. Nggak Sengaja Nguping
23
21. Triple Kill For Revano
24
22. Aku Nggak Benci Dia
25
23. Was She All I Need?
26
24. Dulu Kita Sahabat
27
25. Bersimpuh
28
26. Retaknya Relasi Yang Bersembunyi
29
27. Pengakuan
30
28. Direspon = Lampu Hijau?
31
Message 4U
32
29. Salah Kirim
33
30. Dari Zero Person
34
31. Baik, Mari Akhiri Ini ....
35
32. Jika Aku Bisa ....
36
33. Hal Yang Tidak Diketahui
37
34. Has Revealed
38
35. Dilabrak
39
36. Di Mana si Aya? Pt.1
40
37. Hugs
41
38. Bener Apa Bener?
42
39. Berita Buruk Untuk Anak
43
40. Setelah Itu ….
44
41. Dibagi Rapor
45
42 Kencan
46
43. Unmyeong Cheoreom
47
44. Seseorang Yang Spesial
48
45. Menghilangnya Zero Person
49
46. Kabar Buruk
50
47. Rencana Yang Gagal
51
48. Minat
52
49. Tantangan Baru
53
50. Rumor Buatan si Bule
54
51. Di Mana si Aya? Pt.2
55
52. Aya Benar-Benar Hilang!
56
53. Pedebatan Hebat
57
54. Kejutan!
58
55. Ada Apa Ini?
59
56. Penangkapan!
60
57. The Last Thing He Wants
61
58. Selesai
62
59. Kembali Pada Rutinitas
63
60. Dia Kembali
64
61. Black Note
65
62. Kembalinya si Dia [Selesai]
66
Apa, ya?
67
Mohon Maaf, Ada Sedikit Kabar

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!