09. Kakak vs Adek

Keesokan harinya, di taman sudah berdiri gadis itu sambil menyirami tanaman menggunakan selang yang berasal dari saluran air di luar ruangan. Fanya memang rutin menyirami tanaman, merawatnya dengan sesekali memberikan pupuk cair, dan mengganti media tanam.

Semenjak mempelajari pengetahuan bercocok tanaman di kelas tujuh lalu dalam mata pelajaran prakarya, gadis ini mulai sadar diri untuk membantu sang mama dalam mengurusi tanaman di depan rumah mereka. Terima kasih kepada mata pelajaran prakarya karena sudah menyadarkan gadis jutek itu agar bisa peduli lingkungan.

Dia datang sambil membawa segelas jus alpukat dan kemudian duduk di kursi yang tersedia di teras pinggiran depan rumah. Bibirnya terangkat naik kala mendapati targetnya tengah berdiri berhadapan dengan para tanaman di depan rumah.

“Rajin banget calon istrinya imam masa depan,” celetuk Kamaliel.

Awalnya dia terkesiap, kaget juga tiba-tiba ada yang berceletuk di saat atensinya fokus dengan tanaman yang tengah dia berikan asupan cairan.

Suaranya tertahan di mulut alias menggumam. Sudah menjadi karakter seorang Fanya Fransiska sih. “Dia lagi, dia lagi.”

“Kenapa nggak sekolah? Mau membolos lagi, ha?” tuduh Kamaliel sambil menyeruput jus alpukatnya. “Nih, ya … udah jadi kelas sembilan masih aja bolos. Nanti di dunia kerja kalo bolos-bolosan terus bakalan dipecat, loh. Mau jadi apa kalo sekolah aja nggak bener, heh?”

“Laleur ni gandeng pisan!”

Laleur ceunah. Kamaliel tidak bisa berkutik lagi. “Laler, ya.” Menggumam dengan memasang raut wajah datar. Bagaimana bisa ada yang mengacuhkan saudaranya sendiri sebegitu kejamnya? Ya, tentu ada, dialah Fanya Fransiska. Kamaliel menggerutu di dalam hatinya sambil memperhatikan setiap gerak-gerik perempuan berambut sepunggung itu.

Sambil menyeruput jus alpukatnya, dia membalas sindiran yang memang ditujukan kepadanya. “Lalernya gede banget, ya. Mana lagi santap jus alpukat punya Kamaliel.”

Hari Senin ini Kamaliel tidak ada kelas. Berdasarkan informasi yang telah dia dapatkan di grup kelasnya, sang dosen berhalangan hadir. Padahal bisa saja geser waktu temu, tetapi sang dosen beralasan bahwa beliau tidak bisa hadir pada hari ini sehingga kelas ditiadakan.

Seharusnya sih kalau kelas ditiadakan itu membuat orang lain bahagia, tidak dengan Kamaliel. Kelas adalah pelarian terbaik dari adik perempuannya. Sayangnya hari Senin ini sangat April mop sekali. Manalagi, Fanya juga tidak bersekolah hari ini. Mati sudah kedamaian yang Kamaliel dambakan hari ini.

Fanya menatap tajam tatkala mendapati Kamaliel yang curi-curi pandang di saat keduanya tengah asyik di ruang tengah. Mereka menonton televisi yang mana tidak ada acara seru pagi hari ini. “Ada apa, sih?” kesal.

Kamaliel terdiam sesaat. Matanya berpaling dari tatapan tajam gadis juteknya. “Nggak ada.”

Fanya memicingkan kedua matanya. “Nggak mungkin!” bantahnya. “Nggak mungkin ini Kamaliel. Kamaliel itu sukanya nyari ribut, nggak mungkin nggak ada apa-apanya di balik sikap barusan.”

Kamaliel yang sudah gondok sejak pagi buta tersulut dong. Menarik napas dan juga memejamkan mata, menahan kesal yang sudah naik ke ubun-ubun.

“Heh, yang sopan ngapa sama yang lebih tua!” Menatap tak kalah tajamnya dari adik perempuannya itu. “Ini semua salah kamu. Kenapa kamu malah membolos sekolah lagi, ha? Biar apa sih ngebolos? Keren nggak, badung iya. Kebanyakan menyendiri sih, makanya nggak mau ada yang temenan, kan, di sekolah!”

“Siapa bilang Aya bolos?” balasnya.

Kamaliel tersenyum miring. “Halah! Maling mana ada yang mau ngaku. Denger, ya,” peringatnya, “kamu itu egois dengan hanya mikirin perasaan dan harga diri yang kekanakan itu cuman karena ditinggalin sohib masa kecil doang. Denger, ya, kamu itu anak manja. Pantes nggak ada yang mau temenan, orang manja kayak kamu itu nggak pantes dapet temen sih!” Terkekeh sinis.

Apa boleh seorang kakak mengatakan hal sejujur itu cuman karena udah gondok level tertinggi?

Jujur saja, Fanya udah terpukul hanya dengan bercandaan Kamaliel semalam. Gadis ini marah karena sudah tahu kalau kakaknya bercanda ketika menyentil perihal laki-laki yang mereka bicarakan semalam. Fanya tahu jika Kamaliel bercanda dan berusaha membuatnya kesal, karena sudah terbiasa ketika Kamaliel sering membuat Fanya kesal dengan cara apa pun.

Apakah tujuan Kamaliel dalam hal mengatakan kekurangan saudarinya sendiri hanya karena candaan pagi tadi di teras rumah?

Fanya memalingkan wajahnya ke samping kiri di mana ia menatap pintu kaca besar yang menghiasi rumah bagian tengah itu dengan mata berkaca-kaca. Tidak terasa kalau ucapan Kamaliel ternyata bisa sepedas itu hanya karena candaan yang sebenarnya wujud lain dari kekesalan Fanya. Menyindir sih tepatnya. Tidak menyangka kalau kakaknya akan tersinggung hanya karena candaan garing dari Fanya.

Dengan susah payah Fanya menahan air mata yang memupuk di pelupuk matanya dengan kedipan berkali-kali, dan mengatur napas juga. “Aya nggak bolos. Sekolah diliburkan karena ada rapat antar guru-guru se-Kabupaten tiga hari dari sekarang.” Terdiam sesaat.

“Itu jawaban yang bisa Aya kasih ke Kakang kalau emang penasaran kenapa hari ini Aya nggak masuk sekolah.”

Bagaimana dengan Kamaliel?

Dia terdiam.

Terlebih lagi di setiap kata yang menyatu menjadi sebuah kalimat penjelasan dari Fanya barusan terdapat nada bergetar sampai serak yang dia tangkap. Bukannya fokus dengan isi kalimatnya, Kamaliel malah gagal fokus dengan suara Fanya yang bergetar.

“Aya …,” sahutnya.

Fanya segera bangkit dari sofa dan berjalan meninggalkan Kamaliel di ruang tengah ini. Meninggalkan acara pagi yang sebelumnya mereka saksikan bersama. Acaranya memang nggak seru, tetapi mereka sedikit terhibur sebab terselip pengetahuan di dalamnya.

Hati adik mana yang tidak sakit kalau saudaranya sendiri malah merendahkan saudaranya dengan menggunakan kekurangan diri. Meskipun memang benar adanya jika Fanya itu kekurangannya ada banyak, termasuk bersikap arogan dan manja, tapi cengeng. Kalian pasti terkejut ketika Kamaliel membeberkan fakta lain seorang Fanya Fransiska yang ternyata dia seorang gadis manja dan cengeng.

Ya, Fanya itu manja dan cengeng, makanya dia arogan dan suka seenaknya sendiri (terkadang-kadang) karena kebanyakan dia diperlakukan seenaknya oleh orang lain, salah satunya oleh Kamaliel, dan salah duanya oleh Hanalya. Jadi, tidak perlu terkejut kalau Fanya bersikap arogan sebab dia juga mendapatkan perlakuan seenak jidat dari orang lain.

Kamaliel memasang wajah khawatir sekaligus bersalah ketika adiknya itu main nyelonong pergi meninggalkan dirinya yang terjebak dalam kesalahpahaman sepihak.

“Mampus, Liel!”

Mengacak rambutnya yang sudah berantakan menjadi lebih berantakan lagi. “Alamat harus bujuk pake seribu satu cara ini mah,” lanjutnya.

Seharian Fanya tidak keluar dari kamarnya. Berulang kali, tapi juga kebanyakan meragu, Kamaliel bolak-balik di depan kamar adiknya yang ada di lantai atas. Khawatir kalau adiknya itu beneran sakit hati dan malah melakukan hal-hal yang seharusnya tidak dia lakukan, misalnya sedang membaca jampi-jampi untuk menyantet Kamaliel gitu. Kan, bukan lelucon kalau adik perempuan yang jutek itu tiba-tiba masuk sekte begituan.

Malamnya, Kamaliel mendapatkan tugas dari Kanjeng Mama untuk susulin adik perawannya ke kamar. Makan malam bersama ceritanya, mumpung Kanjeng Papa pulangnya tidak telat seperti sebelumnya.

“Ma, si Aya ngambek sama Liel. Gegara ….” Kamaliel berpikir sesaat tentang kesalahan dia sendiri yang membuat si adik murung, nantinya malah terkena siraman rohani. Alhasil, Kamaliel urung ceritakan permasalahan sesungguhnya.

“Gegara diisengin anak tetangga,” kilahnya.

Papa Dimas menyahut. “Tetangga kita punya anak?” Wajahnya menunjukkan keterkejutan. “Tetangga kita, kan, belom nikah, Kang.”

Orang-orang yang ada di satu meja makan itu terdiam mendengar celetukan Dimas yang sepertinya salah paham. Ana langsung menghela napas panjang sambil menatap jengah ke arah kepala keluarganya, sedangkan Kamaliel terdiam sambil menatap papanya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Mama Ana menipiskan bibirnya, berusaha menahan kesal, tapi juga berusaha untuk tidak kehilangan kesabaran. “Tetangga kita ada banyak kali, Pa. Bukan tetangga yang masih lajang. Maksudnya Kakang itu anaknya broskie Papa itu, anaknya Aldo. Si Vano katanya ngisengin anak perawannya Papa, tuh, sampe pundung seharian nggak keluar kamar.”

Papa Dimas langsung menyahut. “Oh, bilang, dong! Kalo bahas tetangga itu bawaanya Papa inget tetangga sebelahnya lagi. Kirain siapa, mereka mah nggak usah dipanggil tetangga, Kang. Sebut aja calon besan.”

Ana terpancing untuk ingin mengetahui lebih jauh maksud ucapan Papa Dimas. “Kok calon besan? Emangnya siapa yang mau nikah sama Liel dari anaknya Frisly? Anak Frisly sama Aldo, kan, cowok semuanya, Pa.” Tercengang. “Papa ini ngawur, deh!”

Papa Dimas tersenyum lebar. “Siapa lagi, Ma. Aya sama Revano tuh.”

“Nggak ada, ya, itu besan-besanan sama sahabat sendiri! Nggak suka Mama,” marah.

Kamaliel yang sudah salah mengartikan ucapan papanya sebagai keseriusan itu nggak mau ikut pertengkaran orang dewasa di rumah ini. Jadi, Kamaliel pergi untuk menghampiri Fanya yang nggak keluar dari kamarnya nyaris seharian. Apa dia nggak lapar ngurung diri di kamar?

Begitu sampai di depan pintu kamar bertuliskan ‘Aya’s Room’ pada gantungan berbentuk rumah bagian depan, Kamaliel nggak perlu ngetuk pintu atau menarik kenop pintu. Toh, pintunya udah terbuka dan pelaku yang membukanya adalah pemilik ruangan itu sendiri.

Kamaliel rada canggung karena teringat pertengkaran hebat pagi tadi. Dia secara sadar mengaku salah. Salah Fanya yang tidak memberitahu kalau hari ini dia libur sekolah. Eh, tetap saja salah dirinya sendiri juga.

“Turun, kata Mama makan bareng,” katanya, “makan, biar ngambeknya bertenaga. Hayu makan dan nggak usah sok kuat dengan nahan lapar seharian cuman gegara ucapan nggak tau diri dari manusia ganteng satu ini, ya!”

Tidak ingin berlama-lama, Kamaliel langsung melengos pergi setelah mengatakan kalimat penyesalannya. Alih-alih meminta maaf, dia malah memberikan sindiran lainnya. Alih-alih mengutarakan maaf, Kamaliel datang membawa ketegangan lain agar ketegangan sebelumnya putus setelah ditambah ketegangan baru.

“Harus turun dan ikut makan. Mama bilang cuman masak tumis kangkung hari ini doang, loh!”

Mama bilang cuman masak tumis kangkung hari ini doang, loh. Fanya membelalakan matannya. Mulutnya menggumamkan sesuatu yang merujuk kepada kekesalan. Belum juga kekesalan sebelumnya reda, sudah ditambah dengan kekesalan baru. Mungkin cuman tumis kangkung, tetapi bagi Fanya kalau sudah dikasih ultimatum semacam itu, artinya dia harus berperang melawan Kamaliel dalam mendapatkan jatah tumis kangkung.

Kakinya melangkah dengan ritme cepat dan lebar. Berusaha mengejar Kamaliel yang sudah berjalan di depannya lebih dulu. “Awas aja, ya!” peringat Fanya.

“Awas aja kalo curang main ambil banyak tumis kangkungnya. Nggak damai kita!”

A/n:

Sumpah, ya. Di bagian ini aku nulisnya tuh banyak pending. Kenapa? Supaya bisa selipin hikmah dan vibes adik-kakak yang nyes banget gitu di hati.

Nangisnya ada. Ngakaknya ada. Keselnya ada.

Dan, aku pun bertanya: rasanya punya abang tuh cemana sih? (ToT)/

Aku pending nulis gegara mikirin vibes kakak-adik. Aku nggak punya kakak, tapi dengan bikin karakter Kamaliel dan Fanya, setidaknya aku bisa bayangkan vibes bersaudara yang aku harapkan. ahahaha.

C U ♡

Episodes
1 Awalan
2 01. Ramalan Dilan
3 02. Bukan Kebetulan
4 03. Tahap Pertama
5 04. Perkara Remeh
6 05. Peringatan
7 06. Firasat si Bule
8 07. Anak Pubertas
9 08. Bersekongkol Membuat si Jutek Kesal
10 09. Kakak vs Adek
11 10. Taruhan Seharga Manggung
12 FYI: Tentang Puberty
13 11. Kok Dia Berubah?
14 12. Kemungkinan Karena Hal Ini
15 13. Kesimpulan
16 14. Jangan Lagi, Van
17 15. Kita Hadapi Sama-Sama
18 16. BBM, Misyu, dan Flashdisk
19 17. Oke, Google … Kenapa Aya Berubah?
20 18. Raja dan Ratu vs Gosip
21 19. Undangan Si Kembar
22 20. Nggak Sengaja Nguping
23 21. Triple Kill For Revano
24 22. Aku Nggak Benci Dia
25 23. Was She All I Need?
26 24. Dulu Kita Sahabat
27 25. Bersimpuh
28 26. Retaknya Relasi Yang Bersembunyi
29 27. Pengakuan
30 28. Direspon = Lampu Hijau?
31 Message 4U
32 29. Salah Kirim
33 30. Dari Zero Person
34 31. Baik, Mari Akhiri Ini ....
35 32. Jika Aku Bisa ....
36 33. Hal Yang Tidak Diketahui
37 34. Has Revealed
38 35. Dilabrak
39 36. Di Mana si Aya? Pt.1
40 37. Hugs
41 38. Bener Apa Bener?
42 39. Berita Buruk Untuk Anak
43 40. Setelah Itu ….
44 41. Dibagi Rapor
45 42 Kencan
46 43. Unmyeong Cheoreom
47 44. Seseorang Yang Spesial
48 45. Menghilangnya Zero Person
49 46. Kabar Buruk
50 47. Rencana Yang Gagal
51 48. Minat
52 49. Tantangan Baru
53 50. Rumor Buatan si Bule
54 51. Di Mana si Aya? Pt.2
55 52. Aya Benar-Benar Hilang!
56 53. Pedebatan Hebat
57 54. Kejutan!
58 55. Ada Apa Ini?
59 56. Penangkapan!
60 57. The Last Thing He Wants
61 58. Selesai
62 59. Kembali Pada Rutinitas
63 60. Dia Kembali
64 61. Black Note
65 62. Kembalinya si Dia [Selesai]
66 Apa, ya?
67 Mohon Maaf, Ada Sedikit Kabar
Episodes

Updated 67 Episodes

1
Awalan
2
01. Ramalan Dilan
3
02. Bukan Kebetulan
4
03. Tahap Pertama
5
04. Perkara Remeh
6
05. Peringatan
7
06. Firasat si Bule
8
07. Anak Pubertas
9
08. Bersekongkol Membuat si Jutek Kesal
10
09. Kakak vs Adek
11
10. Taruhan Seharga Manggung
12
FYI: Tentang Puberty
13
11. Kok Dia Berubah?
14
12. Kemungkinan Karena Hal Ini
15
13. Kesimpulan
16
14. Jangan Lagi, Van
17
15. Kita Hadapi Sama-Sama
18
16. BBM, Misyu, dan Flashdisk
19
17. Oke, Google … Kenapa Aya Berubah?
20
18. Raja dan Ratu vs Gosip
21
19. Undangan Si Kembar
22
20. Nggak Sengaja Nguping
23
21. Triple Kill For Revano
24
22. Aku Nggak Benci Dia
25
23. Was She All I Need?
26
24. Dulu Kita Sahabat
27
25. Bersimpuh
28
26. Retaknya Relasi Yang Bersembunyi
29
27. Pengakuan
30
28. Direspon = Lampu Hijau?
31
Message 4U
32
29. Salah Kirim
33
30. Dari Zero Person
34
31. Baik, Mari Akhiri Ini ....
35
32. Jika Aku Bisa ....
36
33. Hal Yang Tidak Diketahui
37
34. Has Revealed
38
35. Dilabrak
39
36. Di Mana si Aya? Pt.1
40
37. Hugs
41
38. Bener Apa Bener?
42
39. Berita Buruk Untuk Anak
43
40. Setelah Itu ….
44
41. Dibagi Rapor
45
42 Kencan
46
43. Unmyeong Cheoreom
47
44. Seseorang Yang Spesial
48
45. Menghilangnya Zero Person
49
46. Kabar Buruk
50
47. Rencana Yang Gagal
51
48. Minat
52
49. Tantangan Baru
53
50. Rumor Buatan si Bule
54
51. Di Mana si Aya? Pt.2
55
52. Aya Benar-Benar Hilang!
56
53. Pedebatan Hebat
57
54. Kejutan!
58
55. Ada Apa Ini?
59
56. Penangkapan!
60
57. The Last Thing He Wants
61
58. Selesai
62
59. Kembali Pada Rutinitas
63
60. Dia Kembali
64
61. Black Note
65
62. Kembalinya si Dia [Selesai]
66
Apa, ya?
67
Mohon Maaf, Ada Sedikit Kabar

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!