Robi tak kuasa untuk tidak berdebar saat melihat senyuman indah di wajah wanita di depannya. Dia tidak menyadari bahwa dirinya telah menyelamatkan wanita secantik dia.
Namun, semua rasa senang tersebut langsung ditepis oleh rasa sakit yang kini sudah mulai terasa dan menjalar ke seluruh tubuhnya. Untungnya tidak terjadi pendarahan yang berbahaya.
Merasa semuanya telah selesai, Robi memutuskan untuk segera pergi dan mengobati lukanya sendiri. Entah kenapa Sistem tidak menyembuhkan kembali lukanya, mungkin saja saat itu hanyalah kebaikan semata.
"Ah… hari sudah mulai gelap, lebih baik aku segera pulang saja." Ucap Robi kemudian mulai menyelakan kembali motornya.
Melihat Robi yang hendak untuk pergi, wanita itu merasa kasihan dengan kondisinya yang sedang terluka, dia berencana untuk memberikan bantuannya sebagai bentuk terimakasih.
"Mau pulang? Tidakkah kau obati terlebih dahulu lukamu itu! Aku khawatir jika kau pulang dalam keadaan yang tidak memungkinkan seperti itu…" Wanita tersebut mencoba untuk menawarkan bantuannya dengan ekspresi yang tampak khawatir.
Namun, meski begitu Robi tetap memutuskan untuk segera pulang saja, apalagi dia telah berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak keluar rumah terlalu lama.
"Terimakasih banyak atas tawaran tersebut, namun aku akan tetap pulang saja, tidak enak jika pria asing masuk ke dalam rumah milik wanita tak dikenal. Lihat saja, ada beberapa pasang mata yang mengintip di dekat gerbang." Ucap Robi sambil tersenyum menatap sisi gerbang yang menunjukkan sebagian dari dua kepala seseorang yang sedang mengintip.
Mendengar perkataan Robi, wanita tersebut mengikuti arah pandang Robi, dan benar saja di sana tampak seorang satpam terlihat dari topi nya bersama dengan wanita? Mungkin saja itu pelayan di dalam masion tersebut.
"Haah… kenapa Pak Tono dan juga Bi Ningsih ada disana? Tapi, baiklah jika kau bersikeras untuk tetap pulang. Aku hanya ingin kau berhati-hati dijalan, aku tidak ingin seseorang yang menyelamatkanku malah mati karena diriku sendiri." Ucap wanita tersebut sedikit bercanda dan tentu saja Robi mengetahui hal tersebut.
"Hahaha, baiklah, baiklah. Oh iya, rasanya tidak enak didengar jika memanggil dengan sebutan kau dan aku. Bagaimana kalau kita kenalan?" Robi mengatakannya sambil tersenyum tipis dengan tangan terulur kedepan.
Berdiam sejenak, wanita tersebut langsung meraih uluran tangan Robi lalu memperkenalkan dirinya sendiri, "Oke, kenalkan aku Raisya." Jawabnya membalas senyuman Robi.
"Robi." Jawabnya singkat, lalu tangannya dilepaskan dan mulai memegang stang motornya. Dan tentu saja dia hanya memgang dengan satu tangan, sebab tangan yang satunya lagi sedang mencoba menutupi lukanya.
Sebelum melajukan motornya, Robi menoleh sejenak kemudian berkata, "Aku akan pergi, dan kuharap kamu tidak keluar malam-malam atau lewat jalan sepi lagi, oke?" Ucap Robi sambil tersenyum.
"Sayangnya aku tidak bisa menepatinya, karena jalan sepi tersebut dekat dengan kantorku…" Jawabnya memasang raut wajah sedih.
"Terserahlah, tapi aku hanya menitip pesan saja. Karena aku tidak mungkin akan selalu lewat jalan tersebut." Robi berkata dengan wajah yang sama-sama sedih.
Namun tak disangka, perkataannya tersebut mendorong Raisya untuk meminta sesuatu yang tentunya bisa menjadi sebuah keberuntungan bagi Robi.
"Kalau seperti itu, maukah Robi bertukar nomor denganku? Ya… kuharap kamu bisa menjadi ojek pribadiku. Hahaha!" Raisya kembali tertawa, namun Robi menanggapinya hanya dengan senyuman kecut.
Setelah mendengar permintaan Raisya, Robi merogoh sakunya dan memberikan handphonenya kepada Raisya. Tentu saja Raisya paham dengan tindakan Robi, dia menerimanya kemudian mencatat nomor Robi di handphonenya sendiri.
Lalu setelahnya, dia mengembalikan kembali handphone Robi kepemilik aslinya.
"Sudah?" Tanya Robi dibalas anggukan kecil, "Baiklah, aku akan pulang, untuk jaketnya silahkah bebas mau diapakan soalnya mulai saat ini jaket itu merupakan milikmu. Dah…" Ucap Robi diakhiri dengan lambaian tangan, kemudian melajukan motornya dengan perlahan meninggalkan Raisya.
Sedangkan untuk Raisya, dia hanya bisa tertegun karena baru kali ini dia melihat lelaki sebaik Robi. Biasanya manusia sejenis Robi selalu mendekatinya dengan tujuan untuk menikmati tubuhnya, namun tak disangka masih ada pria yang baik hati di dunia ini.
"Selamat jalan." Gumam Raisya sambil memegang erat handphonenya.
***
Setelah menghabiskan waktu cukup lama diluar rumah, Robi akhirnya telah sampai kerumahnya, dia memarkirkan motornya dengan senyap lalu mencoba untuk membuka pintu secara perlahan dengan harapan ibunya tidak akan terganggu oleh kepulangannya.
"Semoga saja ibu sudah tidur." Gumam Robi sambil mendorong gagang pintunya.
Perlahan tapi pasti, kini pintunya bisa menunjukkan penampakan rumahnya dengan setengah-setengah. Namun, setelah dia mencoba untuk masuk melewati celah yang sengaja dibuka sedikit, dia bisa melihat sesosok wanita setengah baya sedang berdiri tegap dengan tangan menyilang di dadanya.
Wanita tersebut memandangi Robi dari bawah hingga atas dengan tatapan instens. Melihat hal itu membuat Robi menjadi ketakutan, terutama terhadap lukanya yang mungkin saja akan membuat Dina menjadi khawatir.
"Eh ibu, hehehe…" Ucap Robi sambil tersenyum canggung, dia sungguh ketakutan dengan sosok ibunya saat ini.
Dan tentu saja, setelah menyelidiki setiap inci tubuh anaknya, Dina bisa melihat darah serta sobekan yang terdapat di paha Robi. Melihat itu wajah Dina menjadi berubah, dia membelalakkan matanya terkejut dengan apa yang dilihatnya.
Secara spontan, tanpa menyahut Robi, Dina langsung menghampiri anaknya kemudian memegang lukanya, dan sungguh tindakan Dina membuat Robi menjadi kesakitan, dia merasakan rasa perih di lukanya saat dipegang oleh ibunya.
"Hngh, ibu… hentikan itu…" Lirih Robi menahan rasa sakit.
Melihat reaksi anaknya, perasaan khawatir Dina menjadi lebih tinggi, dia langsung tidak tahu dengan apa yang harus dilakukannya saat sedang dalam keadaan panik. Namun, dengan segera dia mengetahui apa yang harus dilakukannya, tanpa memikirkan apapun lagi Dina pergi ke dapur untuk mencari P3K.
"Tunggu disini, jangan terlalu banyak bergerak! Ibu akan mengambil obat terlebih dahulu!" Ucap Dina dan tak selang beberapa detik keberadaannya langsung menghilang di dalam pandangan Robi.
Melihat ibunya yang begitu mengkhawatirkan kondisinya membuat Robi menjadi tersentuh. Tak pernah bosan dirinya bersyukur di dalam hati dengan nasibnya ini, namun dia juga merasa bersalah telah membuat ibunya menjadi khawatir karena tindakan sembrono nya.
"Dasar anak tidak tahu diri…" Gumam Robi mencibir dirinya sendiri, lalu tak selang beberapa menit ibunya kembali ke Robi sambil membawa kotak P3K.
"Duduklah di kursi, ibu akan mengobati lukamu!" Titahnya dengan ekspresi paniknya.
"Baiklah ibu tersayang…" Jawab Robi sambil tersenyum kecut, lalu mengikuti permintaan ibunya dengan duduk di kursi terdekat.
Dia pun langsung diobati oleh ibunya, dan bisa terlihat di wajah ibunya yang begitu serius, namun tetap merasa khawatir dengan kondisi anaknya.
Sangking terlalu fokus melihat wajah ibunya yang sedang mengobati lukanya, Robi sampai tidak merasakan rasa sakit yang dihasilkan oleh pengobatan ibunya, padahal Dina memakai alkohol yang rasa sangat teramat perih.
****
**Maaf telat update, saya akan jujur saja bahwa niat menulis itu sulit sekali didapatkan. Tapi setelah mencoba untuk menentukan tujuan, akhirnya saya mendapatkan kembali niat menulis.
Mulai sekarang saya akan update dua bab setiap harinya, dan mulai besok akan update jam 00:00, tentu saja tengah malam.
Dan juga saya akan berterimakasih atas notifikasi yang telah diberikan kalian kepada saya, bisa terlihat banyak sekali yang meminta update. Hahaha, sungguh bahagianya diri ini**.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 19 Episodes
Comments