Setelah makan malam bersama dengan keluarga Raisya, sekarang Robi tengah melajukan motornya ke arah pulang. Awalnya dia terfokus ke jalanan yang tidak terlalu padat, namun dengan seketika Robi menghentikan laju motornya dan memilih untuk menyamping sejenak.
Mata dia terus terfokus pada layar biru yang mengambang di dekatnya, dia tampak mengerutkan keningnya dengan hati yang memelas untuk melakukan tugas yang begitu mendadak ini.
Namun jika dia tidak menuntaskan tugas tersebut, maka bisa dipastikan kematiannya akan datang tidak lama setelahnya.
"Oh ayolah, aku benar-benar tidak ingin mengambil tugas untuk hari ini… kenapa semuanya selalu terjadi ketika aku ingin untuk beristirahat!" Keluh Robi mencoba untuk memalingkan wajahnya, tapi layar Sistem terus mengikuti pergerakannya.
"Iya, iya, iya! Hentikan sekarang juga, aku akan melakukan sesuai keinginanmu." Ucapnya kemudian mencabut kunci motornya dan langsung memasukan ke dalam saku celananya.
"Keluarlah!" Ucap Robi dengan suara yang dingin namun menggema di telinga para anggota kelompok yang sekarang sedang bersembunyi di setiap tempat.
Tak lama kemudian muncullah beberapa pria berkemeja rapi, tapi di masing-masing tangan mereka terlihat senjata yang begitu menakutkan. Yakni senjata api yang kekuatannya tak kalah jauh dengan milik Robi.
'Pantas saja hukumannya berupa kematian. Ternyata musuh yang akan kuhadapi bukan kaleng-kaleng…' Batin Robi dengan tangan berada dibelakang tubuhnya, namun sebenarnya dia sedang mengambil senjatanya yang tersimpan di inventory Sistem.
"Kenapa kalian diam saja? Cepatlah angkat senjata kalian dan tembaklah aku yang berdiri bebas seperti ini!" Tantang Robi sambil merentangkan tubuhnya memperlihatkan bahwasanya dia sedang dalam keadaan yang cocok untuk ditembak.
"Baiklah. Sesuai keinginanmu…" Ucap salah satu pria, kemudian mengangkat senjatanya sejajar dengan pundaknya. Tindakan itu diikuti oleh pria lainnya, mereka semua telah menodongkan senjata ke satu target yang sama, yaitu Robi.
"Bagus…" Gumam Robi sambil menyunggingkan senyuman yang tak terlihat jelas oleh mata telanjang musuhnya.
Sebelum melakukan pergerakan, Robi sempat mengedarkan pandangannya dan melihat situasi sekitar dan mulai membuat rencana yang tidak terlalu matang, namun semuanya cukup untuk menyelamatkan nyawanya.
Tak lama kemudian, muncul suara tembakan yang datang secara bergiliran. Mereka tentunya menargetkan tubuh Robi yang masih berdiam diri di tempatnya.
"Itu dia…" Robi langsung berlari sekuat tenaga dan meloncat lalu bersembunyi di dekat gerobak dagangan yang terparkir tidak jauh dari tempatnya.
Meskipun begitu, kecepatannya masih belum bisa menandingi dari kecepatan peluru yang melesat dengan kecepatan 112 kilometer per jam. Karena itu, dia harus merelakan kaki serta bahunya yang tertembak oleh peluru dengan berkekuatan tinggi.
"Akhkk… sialan!" Rintih Robi di balik gerobak dagangan dengan satu tangan yang terus mengelus bahunya itu. Namun dirinya tetap tidak bisa menghentikan pendarahannya, apalagi kakinya yang sama-sama terkena tembakan.
Bisa dipastikan situasi Robi saat ini sedang terpuruk, dia bagaikan bola yang diletakkan di jalan miring yang memiliki ujung sebuah jurang tanpa dasar. Pastinya perlahan bola tersebut akan jatuh bagaimanapun juga, dan hal tersebut tidak bisa dihindari.
"Selesai sudah." Ucap salah satu pria itu kembali. Namun kali ini mereka memutuskan untuk berjalan menghampiri Robi yang sedang dalam keadaan tak memungkinkan untuk berlari.
Tanpa menghiraukan serangan yang bisa saja dilancarkan secara tiba-tiba ke arah mereka, semuanya tetap berjalan dengan seringai wajah memandangi gerobak, mereka telah menurunkan tangannya tanpa sedikitpun kewaspadaan.
Dan juga keputusan berjalan dengan adanya pemimpin merupakan suatu kesalahan, karena saat pemimpin mereka sampai di tempat Robi, tiba-tiba kepalanya langsung berlobang karena peluru yang melesat secara cepat menembus kepala pemimpin tersebut.
Semua orang tercengang akan kejadian mendadak itu, kesadaran mereka seperti ditarik oleh arwah dari pemimpinnya yang sedang dibawa oleh malaikat pencabut nyawa.
Robi memanfaatkan keadaan mereka dengan menarik tubuh lemas dari musuhnya yang baru saja mati. Dia sejajarkan tubuh musuhnya dengan tubuhnya untuk digunakan sebagai tameng.
"Sial, cepat serang kembali pria bajingam itu!" Ucap tegas salah satu pria menyadarkan semua lamunan teman-temannya.
Segera, mereka mengangkat kembali senjatanya dan mulai membidik lalu menembakkan peluru secara bertubi-tubi. Namun dari sekian banyaknya jumlah peluru yang melesat, hanya ada beberapa yang mengenai tubuh Robi.
Tiga peluru telah menembus kulit dari kedua kakinya sehingga membuat keseimbangannya menjadi sedikit terganggu. Namun, dengan segenap kekuatan, dirinya tetap bertahan dengan posisi yang masih sama.
Menyadari musuhnya sedang mengisi amunisinya di balik tembok, Robi langsung melempar tubuh yang telah menjadi mayat itu ke aspal jalanan. Namun, merasa belum puas akan pembalasan dendamnya, Robi sengaja menginjak beberapa kali mayat yang telah memiliki beberapa luka dalam di setiap inci tubuhnya.
"Mampus brengsek! Kau telah mati, tapi temanmu masih menyiksa dirimu." Gumam Robi memandang rendah mayat musuhnya.
Merasa semuanya telah memakan waktu yang lumayan banyak. Dengan langkah sedikit menggusur kakinya, Robi menghampiri tempat persembunyian para musuhnya kemudian langsung melompat dan menembak beberapa peluru yang semuanya terarah tepat ke kening dari setiap musuhnya.
Bem! Bem! Bem!
Tiga tembakan telah berhasil dilancarkan dan sesuai dengan perkiraannya. Robi berhasil membunuh musuhnya dengan sekali tembakan yang selalu tepat ke arah kepala dari setiap musuhnya.
"Lah? Kenapa mereka bisa begitu bodoh dengan bersembunyi di balik tembok? Padahal niat aku melompat hanya untuk gaya-gayaan saja supaya semuanya terlihat sangat dramatis. Tapi tak disangka, mereka benar-benar menyerahkan nyawanya secara percuma." Gumam Robi merasa bodoh dengan dirinya sendiri dan juga musuhnya yang sama-sama bodoh.
Setelah itu dia langsung kembali ke tempat motornya terparkir, lalu kembali menyalakan dan melajukan motornya dengan kecepatan yang tinggi. Namun Robi melajukan motornya tidak untuk pulang, melainkan kembali ke rumah Raisya untuk meminta bantuannya.
Tanpa disadari oleh Robi, bahwasanya sedari tadi ada beberapa pria yang memiliki set sama seperti musuhnya yang sebelumnya. Namun kali ini mereka hanya bersembunyi karena bertujuan untuk mengintai pergerakan Robi.
"Seperti yang Tuan perkirakan. Ternyata mereka semua benar-benar digilas habis oleh pemuda itu." Gumamnya dengan serius, kemudian kembali bangkit dan berjalan menuju mobil hitam yang telah terparkir cukup lama disana.
"Mari kita ikuti dia!" Titahnya kepada anak buahnya dan dibalas dengan anggukan. Lalu, tanpa basa-basi lagi mereka langsung melesat secepat kilat agar tidak kehilangan jejak Robi yang telah berada jauh dari mereka.
Sedangkan untuk Robi, dia telah berada di depan gerbang mansion Raisya, kemudian merogoh sakunya untuk membawa ponselnya dan memberi pesan kepada Raisya agar wanita itu keluar untuk menyambutnya.
"Semoga saja Raisya tidak merasa kerepotan jika ku minta untuk mengobati luka dalam ku ini…" Gumamnya penuh harapan sambil meletakkan kembali ponselnya di dalam saku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 19 Episodes
Comments