Kini bisa terlihat Robi yang sedang berbaring di ranjangnya dengan balutan perban melilit di perut serta pahanya. Dia telah selesai melewati penderita akan rasa perih itu, dan akhirnya dia bisa menikmati kebahagiaan yang tertunda.
Apalagi kalau bukan istirahat dengan penuh ketenangan?
Setelah melewati pertarungan yang menegangkan, kini dirinya bisa beristirahat dengan tenang, terutama tubuhnya yang sedang dalam kondisi yang tidak baik.
Sebelum tidur, dirinya memutuskan untuk bertanya kepada Sistem dengan pertanyaan yang telah dipikirkan olehnya selama beberapa jam kebelakang ini.
"Sistem, kenapa kamu tidak memulihkan kembali tubuhku? Bukankah sebelumnya kamu bisa melakukan hal tersebut?" Ucap Robi sambil menatap atap kamarnya.
Tak selang beberapa lama, munculah kembali suara Sistem dengan ungkapan yang sebenarnya cukup untuk membuat Robi kecewa.
[Jika anda bertanya seperti itu, maka akan saya jelaskan. Alasan kenapa luka anda tidak dipulihkan oleh saya, karena memang waktu pertama kali anda datang ke dunia ini saya tidak bisa mengabaikan kondisi tubuh anda yang sudah terluka, padahal saat itu merupakan hari pertama Tuan.]
"Begitu ya? Tapi tak apalah, karena itu aku bisa menjadi lebih berhati-hati tanpa selalu mengandalkan dirimu." Ucap Robi merasa tenang, lalu setelahnya dia memejamkan mata dan tak lama kemudian dirinya sudah terlelap.
Menyadari Tuannya sudah terlelap, Sistem merasa bersyukur sekaligus bangga terhadapnya yang telah berjuang untuk mencapai kehidupan yang selalu diidam-idamkan.
[Itu memang Tuanku! Dia tidak pernah berubah meski telah merasakan berbagai kehidupan, syukurlah…]
Kembali lagi, Robi tidak bisa mendengar suara Sistem karena kesadarannya telah memasuki alam mimpi, sehingga suara yang begitu nyaring seperti itu sama sekali tidak terdengar olehnya.
***
Pagi hari telah datang, matahari menyambut hari dengan bahagia, dia memancarkan cahaya hangat untuk menemani aktivitas semua makhluk hidup yang ada. Dan sebagian dari cahaya hangat tersebut menembus jendela Robi, dan membuatnya terganggu, tak butuh waktu lama hingga Robi terbangun dari tidurnya.
Dia membuka mata, melirik kesana-kemari, kemudian mengucek sebelah matanya. "Sudah pagi, kah? Padahal aku masih belum puas beristirahat…" Ucap Robi mengeluh dipagi hari.
Robi mencoba untuk bangkit, namun lukanya melarang tindakannya tersebut. Dia baru ingat bahwa dirinya sedang terluka, dan tindakan bodohnya itu membuat perasaan sakit kembali menjalar hingga ke otaknya.
"Akhkk! Sial sekali pagi ini…" Robi mengeluh kemudian kembali berbaring dengan tatapan kosong kembali dipaksa untuk melihat atap kamarnya.
Setelah beberapa lama dirinya berdiam diri, gejolak liar di dalam tubuhnya mulai memberontak dan memaksanya untuk segera keluar lalu mencari masalah dengan manusia yang ada.
"Haduh… kenapa semua ini selalu terjadi padaku saat ingin menikmati ketenangan ini!" Robi hampir berteriak, namun itu dihentikan oleh suara pintu yang terdengar sedang terbuka secara perlahan.
Robi menoleh ke arah tersebut dan melihat ibunya yang sedang membawa nampan dengan mangkuk berisikan bubur tersimpan diatasnya. Uap panas keluar dari mangkuk yang menandakan bahwa bubur nya baru saja dibuat.
"Ibu? Apa yang ibu bawa itu?" Tanya Robi sedikit memiringkan tubuhnya agar bisa melihat ibunya dengan posisi yang nyaman.
Mendengar suara lemah dari anaknya, Dina tersenyum hangat kemudian meletakkan mangkuk tersebut di atas lemari kecil di dekat ranjang anaknya.
"Ini bubur sayang. Mau makan?" Ucap Dina dengan lembut, kemudian membantu Robi untuk bangkit dan berganti posisi menjadi duduk bersandar di dinding.
"Aduh… lumayan sakit juga, ya?" Robi menahan rasa sakit saat perutnya terpaksa harus ditekuk dan menyababkan lukanya kembali mengeluarkan rasa sakit.
"Tentu saja, dasar anak baik. Sebelum makan ibu akan bertanya, kenapa kamu bisa sampai terluka seperti ini? Apakah kamu bertengkar? Atau kembali ke jalan yang seperti itu lagi?" Dina melontarkan beberapa pertanyaan yang lebih mirip seperti menebak apa yang terjadi kepada Robi.
Merasa semuanya tidak harus disembunyikan, Robi membuka mulutnya dan menjelaskan apa yang sedang terjadi, dan tentunya mengandung sedikit kebohongan.
"Maafkan aku ibu… sebenarnya malam itu aku merasa bosan diam dirumah, dan kucoba untuk mencari udara segar diluar sana. Tapi tak pernah aku duga bahwa saat sedang dalam perjalanan pulang, aku bisa melihat seorang wanita sedang diperlakukan tidak senonoh oleh dua pria. Dan karena anakmu ini pria sejati, maka ku putuskan untuk menolong wanita tersebut. Aku bertarung dengan mereka dan menang, namun aku harus mendapatkan luka ini sebagai harga yang harus dibayar." Ungkap Robi dengan ekspresi serius.
Dina mendengarkan semua cerita Robi dengan seksama, dan yang diceritakan oleh Robi mengandung banyak sesuatu yang masuk akal. Namun, meski begitu Dina tetap merasa khawatir, sebab tindakan yang dilakukan oleh Robi bisa saja menjadi sebuah malapetaka baginya dan bagi Robi sendiri.
"Tapi nak… ibu harap kamu tidak melakukan sesuatu yang berbahaya lagi. Kamu tau? Ibu tidak tahan untuk tidak khawatir, dan ibu harap kamu tidak bertindak sembrono lagi." Jelas Dina terlihat sedih, dan ekspresi seperti itu membuat hati Robi menjadi sakit seperti disayat oleh belati tajam.
"Baiklah, seperti yang ibu inginkan…" Robi berjanji sambil tertunduk sedih.
"Lupakanlah, dan makan bubur ini, ibu akan menyuapi mu." Ucap Dina kemudian mengambil mangkoknya dan mulai menyendok bubur tersebut untuk ditiup dengan penuh kasih sayang.
"Nih, bukalah mulutmu…" Lanjut Dina dengan mulut terbuka sambil menyodorkan sendok berisikan bubur ke mulut Robi.
"Amm…" Robi melahapnya dengan riang, "Waah… aku sangat merindukan bubur buatan ibu! Kurasa aku harus terus sakit agar bisa merasakan bubur buatan ibu." Lanjut Robi sambil tersenyum menampilkan kebahagiaannya.
Melihat ekspresi anaknya yang begitu bahagia membuat hati Dina menjadi lebih tenang, dia tersenyum lembut sambil mengingat kembali ingatan masa lalu yang dimana saat itu Robi masihlah anak kecil yang menggemaskan.
Tanpa sadar wajahnya terlihat seperti sedang nostalgia, sehingga membuat Robi menjadi terheran, namun Robi membiarkan ibunya untuk terus mengingat apa yang diinginkan olehnya. Robi yang melihat ekspresi ibunya tersebut tentu saja membuat dirinya bahagia sehingga senyuman tipis mendadak terpampang jelas diwajahnya.
Beberapa menit telah berlalu, kini bubur buatan Dina telah habis disantap oleh Robi, bahkan menghabiskan dua mangkuk penuh.
"Untung saja ibu membuat lebih, kalau tidak mungkin saja kamu akan ngambek seperti anak kecil." Ucap Dina mengandung sedikit candaan, yang tentunya merujuk pada Robi kecil yang selalu ngambek jika dirinya tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan.
"Ibu ini… tapi, apa ibu sudah makan?" Tanya Robi dengan penasaran.
"Tentu saja!" Jawab Dina.
"Syukurlah jika seperti itu…" Gumam Robi dan terdengar oleh Dina. Wanita setengah baya itu hanya bisa tersenyum tipis, kemudian beranjak dan pergi keluar kamar sambil membawa nampan dan mangkuknya kembali.
Setelah Dina keluar kamar, Robi menoleh ke lemari samping dan meraih gelas yang berisikan dengan air minum. Dia meneguknya dengan perlahan hingga tak menyisakan setetes air pun. Setelahnya dia meletakkan kembali gelas tersebut dan meraih handphonenya yang tergeletak tidak jauh dari tempat gelas.
"Aku merasa sedikit bosan." Gumam Robi, kemudian menyalakan handphonenya.
Robi menyipitkan matanya ketika melihat notifikasi dari pesan yang memiliki nama kontak 'Raisya Cantik.' tentu saja Robi mengetahui siapa itu, namun yang membuat heran adalah nama kontak tersebut yang sedikit mengganggu.
"Aku tidak mengetahui jika wanita itu memasang nama kontak yang begitu narsis. Tapi… kenapa dia mengirim pesan? Apakah ada hal penting?" Gumam Robi kembali, lalu memencet notifikasi tersebut dan melihat dua pesan yang lumayan pendek, namun memiliki arti yang begitu dalam.
Robi yang melihat itu merasa hatinya sedikit terguncang, tapi dirinya mencoba untuk tetap tenang dan membalas pesan tersebut dengan sedikit rasa bahagia.
"Aku tidak menyangka kalau wanita itu sangat berani, padahal kita baru mengenal selama beberapa jam." Robi merasa tidak percaya, tapi semua itu tak terlalu dipedulikan olehnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 19 Episodes
Comments