Keterpurukan

Kembali pulang ke rumah, dengan tanpa adanya istri di sisi menjadi tekanan sendiri untuk Tendean. Rumah yang dia beli dengan penghasilannya sebagai Dokter, kini tampak berbeda dan terasa sepi. Di setiap sudut rumah, dia teringat dengan bayang sang istri tercinta.

Biasanya di ruang keluarga, mereka selalu duduk bersama melihat siaran televisi atau drama China yang mengisahkan seekor kera yang mencari Kitab Suci menempuh perjalanan ke Barat. Ada kalanya mereka melihat Cek dan Ricek di sore hari. Kini, televisi tabung berukuran besar itu padam, tidak menyala.

Biasanya di dapur ada Desy yang suka memasak. Tendean teringat dengan mendiang istrinya yang selalu suka memasakkan sayur kesukaannya yaitu Bayam dengan Gambas yang dibuat Sayur Bening, jangan lupakan Ayam Goreng dan Sambal. Pemandangan indah ketika bisa memperhatikan sang istri yang berjibaku di dapur. Akan tetapi, sekarang tidak ada lagi.

Atau bahkan dengan semua foto pernikahan dan kenangan mereka yang tergantung di dinding. Semuanya seolah mengingatkan Tendean kepada mendiang sang istri yang dia cintai. Meninggalkan rasa sesak di dada.

"Tiga hari yang lalu, kita berdua keluar dari rumah ini bersama-sama, Des ... sekarang hanya aku yang tertinggal di dalamnya sendiri. Tidak ada kamu lagi. Rumah ini penuh dengan kenangan kita. Rumah ini di setiap sudutnya mengingatkanku kepadamu. Entah itu di ruang keluarga, di ruang makan, di dapur, dan mungkin kamar kita yang senantiasa kita habiskan dalam peraduan malam yang indah dan bergelora. Semuanya tinggal kenangan."

Tendean hanya bisa bergumam di dalam hati. Pria itu memejamkan matanya perlahan. Dadanya sangat sesak, dengan kejadian buruk yang sudah terjadi. Sampai pada akhirnya, ada dua pasang telapak tangan yang menepuk bahunya.

"Sabar, Dean ... ikhlas. Semua sudah digariskan sama Allah. Kita manusia hanya sebatas menjalani takdir yang sudah Allah gariskan," ucap Ibunya yang bernama Mia.

"Semuanya seperti mimpi buruk, Bu," balas Tendean.

Bagaimana tidak mimpi buruk, jika pernikahannya dengan Desy hanya berjalan dua tahun saja, setelahnya istrinya sudah berpulang ke Rahmatullah. Sementara, masih ada bayi kecilnya yang sesungguhnya sangat membutuhkan kehadiran ibunya.

"Jangan terlalu lama terpuruk ya, Dean ... kasihan putri kamu masih kecil. Sangat membutuhkan kamu, dia sudah kasihan karena kehilangan Ibunya. Namun, dia masih memiliki Ayahnya bukan?" tanya sang Ibu.

Apa yang baru saja diucapkan oleh Ibunya pun membuat Tendean menganggukkan kepalanya perlahan. "Iya, Bu ... di mana sekarang bayinya Dean?" tanyanya.

Bu Mia akhirnya mengambil bayi putranya yang dititipkan sejenak dan diserahkan kepada Tendean. Bayi mungil yang berat badannya ketika dilahirkan hanya 2,5 kilogram, dan juga kulitnya masih merah di sana. Dalam kain bedongan, bayi kecil itu tampak terlelap.

"Lihatlah, Desy pergi ... tapi kamu bisa melihat sosok Desy di wajah putrimu ini. Alis mata yang sama, hidung yang sama, dan juga kecantikan yang sama. Bukankah dia mirip dengan Desy?"

Tendean mengulurkan tangannya dan menimang bayi kecilnya. Ketika, sang bayi sudah berada di timangannya, Tendean barulah bisa kembali meneteskan air matanya. Rasa pilu, haru, semuanya berkumpul menjadi satu. Membuatnya teringat sosok Desy. Apa yang disampaikan Ibunya benar bahwa di wajah bayi kecilnya, ada wajah istrinya yang tercinta.

"Mirip Desy kan?" tanya Ibunya lagi.

Tendean pun menganggukkan kepalanya perlahan. "Iya, Bu ... ada wajah Desy di sini," balas Tendean dengan meneteskan air matanya.

"Kamu beri nama siapa bayi kecilmu ini?" tanya Sang Ibu lagi.

"Anaya," balasnya.

Ya, yang bisa Tendean ingat bahwa putri kecilnya itu akan diberi nama Anaya. Sebagaimana pesan yang pernah Desy sampaikan kepadanya. Anaya yang berarti adalah berkah dari Tuhan. Sejenak, Tendean teringat dengan apa yang pernah diucapkan oleh Desy kepadanya sesaat sebelum persalinan kemarin.

"Seumur hidupmu, Anaya nanti akan menjadi berkah tersendiri untukmu. Dia akan mengajarkan banyak hal untuk kamu, Mas."

Teringat dengan kata-kata istrinya membuat Tendean memejamkan matanya. Ya, air matanya masih berlinangan, bahwa ada setitik air matanya yang jatuh di wajah putrinya.

"Anaya ... putrinya Ayah. Temani Ayah menjalani hari-hari Ayah yah. Ayah akan selalu menyayangimu dengan cinta yang utuh dan penuh. Walau kamu tidak memiliki Bunda, tapi Ayah akan berusaha menjadi Ayah sekaligus Bunda untuk kamu, Nak."

Mendengar apa yang diucapkan putranya. Bu Mia kembali menepuk bahu Tendean. Begitu kasihan rasanya dengan putra tunggalnya itu. Baru kemarin dia berpamitan untuk pergi ke Rumah Sakit, meminta doa untuk kelancaran persalinan istrinya, dan sekarang hanya putranya yang kembali, tapi tidak dengan menantunya.

"Sabar ya Dean ... Allah memberi cobaan itu tidak akan melebihi batas kekuatan kita. Namun, karena Dia tahu bahwa kita kuat untuk menjalaninya. Semakin mendekatkan diri kepada Allah, memohon kekuatan dan juga pertolongan-Nya," ucap sang Ibu lagi.

Hingga akhirnya Bapaknya Tendean juga turut menganggukkan kepalanya dan berbicara perlahan. "Yang kuat ya, Ean ... setidaknya kuat lah untuk bayi kecilmu," balasnya.

"Iya Bapak," balas Tendean dengan menganggukkan kepalanya.

***

Satu hari berlalu ....

Sudah satu hari berlalu, dan Tendean masih mengambil cuti. Semua itu karena memang dia perlu memulihkan diri dan mentalnya pasca kehilangan istri tercinta. Selain itu, bayinya yang dia beri nama Anaya juga perlu tangan yang mengasuhnya.

"Jadi, si kecil cuma diberi nama Anaya saja, Ean?" tanya Bapaknya lagi kepadanya.

Tendean pun menganggukkan kepalanya. "Iya, Pak ... rasanya Tendean tidak bisa berpikir lagi. Jangan berpikir, untuk bernafas rasanya berat," balasnya.

"Ya, yang sabar. Nanti biar Bapak yang menguruskan Akte Kelahiran untuk Anaya. Kamu pilihkan diri dulu, Anaya butuh kamu," ucapnya.

Tendean pun sangat paham bahwa memang Anaya membutuhkan dirinya. Walau dia sendiri dalam kondisi terpuruk, tetapi Tendean harus bangkit untuk anaknya.

"Anaya mau dicarikan Ibu Susu atau gimana, Ean?" tanya Ibunya kemudian.

"Susu formula saja, Bu ... ada untuk bayi usia 0 sampai 6 bulan pertama," jawabnya.

Bu Mia pun menganggukkan kepalanya. "Walau kandungannya tidak sebaik ASI, tapi jika Anaya bisa cocok dengan Susu Formula tidak ada salahnya, Ean. Bagaimana pun Anaya bisa tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai usianya," balas sang ibu.

"Iya Bu ... jika tidak ada alergi laktosa dan susu sapi, kita berikan Anaya sudah formula saja tidak masalah," balasnya.

Sebenarnya dalam hati Tendean juga tidak rela dan ingin Anaya mendapatkan semua kebaikan dari Air susu Ibu. Akan tetapi, jika memang bayinya bisa menerima susu formula, maka itu pun tidak ada salah. Lagipula, banyak bayi yang bertahan dan tumbuh besar dengan susu formula.

Terpopuler

Comments

Nurjannah Rajja

Nurjannah Rajja

Kayak bayiku minum susu formula karena aku ga ada asi...

2023-03-03

0

Riskejully

Riskejully

takdir memang tidak ada yang tau kapan dan dimana akan datangnya, dari sebuah masalah yang menimpa pasti ada hikmah dibaliknya, tetap bertahan ya dean, mungkin kalian bisa bersama lagi disurga suatu saat nanti. keep strong.. thor kau harus bertanggung jawab, nih air mata meleleh tau

2023-02-26

1

Saputri 90

Saputri 90

gak bisa berkata-kata novel ini nguras air mata

2023-02-20

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!