"Kak gimana keadaan Kia?" tanya Sila pada Bima yang baru saja melakukan pemeriksaan dengan alat tempurnya yang sering dia bawa kemana-mana.
"Dia hanya demam biasa, tapi karena penyakitnya itu dia terlihat sangat lemah" balas Bima sambil menatap Kia prihatin.
Sila bingung harus ngapain, apalagi tidak ada orang tua di rumah itu. "Hah, jadi kita harus apa Kak? Apa kita bawa ke rumah sakit saja?"
"Emm seharusnya begitu dek, badannya sangat lemah dan kayaknya dia harus dihinpus. Tapi kita harus meminta persetujuan Kia lebih dulu, tunggu dia bangun saja baru kita tanyakan!"
Sila sedikit gusar, keadaan sudah tidak memungkinkan, untuk apa menanyakan persetujuan lagi. "Untuk apa lagi Kak? Masa Kakak tidak mengerti sih dengan kondisinya Kia, jangan sampai kita telat bertindak malah membuat sesuatu yang tidak diinginkan!"
Bima merasa tertampar dengan ucapan Adiknya. Dia yang seorang calon Dokter harusnya lebih pekah dengan kesehatan Kia. "Baiklah, kamu telpon Ibu dulu jika kita akan ke rumah sakit! Kakak akan mengangkat Kia ke mobil!"
Tanpa menunggu lama Sila langsung melakukan panggilan ke pada Ibunya yang berada di Rumah Sakit, kebetulan Dokter Reni saat itu bertugas malam.
...----------------...
Di tempat lain. Angga juga sedikit meriang, dia berada di kamarnya setelah makan bersama dengan sang Bunda. Tapi dia kembali bingung dan juga khawatir, karena dia mendapat pesan dari orang yang sama, vidio dirinya dengan Kia hari itu.
"Siaal! Beraninya dia mengancam gue, awas saja jika lo ketahuan!" geramnya tersulut emosi.
Seketika banyak pesan dari temannya yang lain. Karena mereka juga menerima pesan vidio itu. Tapi mereka menanyakan, kenapa Kia bisa sampai mimisan? Apa Angga melakukan kekerasan lebih dari biasanya?
"Hah, gue juga bingung kenapa dia selalu mimisan. Masa iya lemparan gue terlalu kuat, perasaan biasa saja. Apa ada masalah dengan kepalanya?" gumamnya bertanya-tanya.
...----------------...
Pagi hari menyapa Kia membuka matanya perlahan karena cahaya matahari mengusik tidurnya. Kepalanya masih sedikit pusing, tapi saat itu juga dia tau jika dirinya berada di Rumah Sakit hanya dengan mencium aroma obat-obatan.
Seseorang masuk di ruangan itu "Ehh Kia kamu sudah bangun? Bagaimana apa ada yang sakit?"
"Emm masih sedikit pusing, emm apa Kak Bima dan Sila yang membawaku ke kemari?"
Bima membuka bungkusan yang dia bawa, dan memindahkannya ke dalam mangkok. "Iya Kia, maaf ya. Soalnya semalam aku dan Sila sangat bingung dan juga khawatir melihat kondisimu!"
Kia berusaha untuk duduk "Aku yang harusnya minta maaf Kak! Sudah merepotkan. Entah apa yang terjadi jika kalian tidak datang!"
Dengan sigap Bima langsung membantunya. "Sudahlah, oia kamu sarapan dulu ke buru dingin. Tadi aku beli bubur di depan sana,"
Kia ingin ke toilet lebih dahulu, karena masih lemas Bima membantunya. Setelah urusanya di toilet sudah selesai dia sarapan bersama dengan Bima. Tapi Kia hanya memakan beberapa suap saja.
"Jadi Kak Bima dan Sila sudah tau? Apa kalian masih ingin berteman denganku? Atau kalian juga akan menjauhuiku?" tanya Kia sedih.
"Hmm, Ibu sudah cerita semuanya. Kamu jangan khawatir! Kami akan selalu bersamamu. Tapi saran aku, Ibumu juga berhak tau. Aku paham apa yang kamu takutkan, memang sangat sulit, tapi itu lebih baik. Ibumu akan jauh lebih bersedih jika dia taunya terlambat. Dan itu bisa membuatnya menyahlakan dirinya sendiri."
Kia terdiam, dia sudah meneteskan air matanya. Bukannya dia tidak ingin memberitahu Ibunya, tapi dia belum sanggup melihat Ibunya yang makin banyak memikul beban.
Bima mengusap air mata Kia, dia juga ikut bersedih, "Jangan menangis! Kamu pasti bisa, aku dan yang lainnya akan selalu bersamamu!"
"Makasih Kak," Kia berusaha tetap tegar. "Emm apa Dilon juga sudah tau?" bertanya kembali, karena Dilon sempat menjeguknya pagi itu sebelum ke kampus.
"Untuk masalah penyakit dia belum tau, kami tidak berani memberitahunya, dia akan datang lagi nanti, dia sangat mengkhawatirkanmu!"
"Iya Kak, dia memang selalu mengkhawatirkanku meski itu hal yang kecil. Aku akan memberitahunya jika waktunya sudah tepat."
Tok tok
Mendengar ketukan pintu Bima beranjak membukanya, dia sudah tau yang datang pasti Ibunya untuk melakukan pemeriksaan.
...----------------...
Di sekolah Sila terlihat murung, dia masih sangat mengkhawatirkan Kia, karena saat mampir di rumah sakit Kia belum bangun. Dia juga sudah memberikan surat sakit di setiap guru yang mengisi pelajaran hari itu.
Kleo dan kedua sahabatnya saling tatap, saat mendengar dari guru jika Kia tidak masuk karena sakit. Mereka langsung memikirkan pesan vidio yang memperlihatkan Kia mimisan. Mereka langsung berasumsi jika itu yang membuatnya tidak masuk sekolah.
"Masa iya sakit gara-gara itu?" bisik Kleo pada Bella. Dia merasa sedikit tidak tenang.
"Kayaknya sih, lo lihat sendirikan vidionya" balas Bella juga berbisik.
"Hmm tapi siapa yang bawa surat sakitnya ke sekolah? Diakan tidak punya teman, apa orang yang sama yang mengambil rekaman vidio?"
Bella juga bingung, dia melihat ke Sila yang tampak gelisah. "Apa Sila orangnya. Tapi mereka tidak lagi akrab semenjak hari itu. Lo tanya saja sama Guru, daripada nebak-nebak gini!"
Kleo awalnya juga mencurigai Sila, tapi dia belum yakin seratus persen jika belum ada buktinya. "Emm Paak! Kia kan sakit, terus surat sakitnya siapa yang bawa?"
" Oh itu, suratnya langsung dikirim oleh pihak Rumah Sakit, karena katanya Kia dirawat di sana sejak semalam!" balas Pak Guru sambil melirik Sila sejenak.
Sila tersenyum kecil, dia sudah mengatur semuanya, dia yang meminta Pak Guru untuk tidak mengatakan jika dirinyalah yang membawa surat tersebut.
Semua murid kelas terdiam mendengar Kia dirawat di Rumah Sakit, apalagi Kleo dan kedua sahabatnya, mereka bisa saja jadi tersangka karena adanya bukti rekaman. Meski mereka sudah menghapusnya, tapi file aslinya ada sama orang yang mereka tidak tau sama sekali.
Di jam istirahat mereka berkumpul di roftoop, membahas masalah orang yang memiliki rekaman vidio itu.
Angga juga sangat terkejut mendengar Kia masuk Rumah Sakit, tapi dia masih yakin itu bukan karena dirinya, soalnya dia masih sempat bertemu Kia di halte dan dia baik-baik saja.
"Lo yakin tidak melihat keberadaan seseorang di sekitar sini?" tanya Dikta pada Angga yang juga masih kurang sehat.
"Gue tidak melihat siapapun, bagaimana dengan kalian di tangga? Apa tidak ada seseorang yang naik?"
Mereka serempak menggeleng, karena tidak melihat seseorang naik tangga menuju roftoop.
Brakkk
Terdengar suara benda jatuh dari tumpukan kursi dan barang-barang bekas tidak jauh dari mereka. Segera mereka berlari melihatnya. Siapa tau orang yang mereka cari sedang bersembunyi dan tidak sengaja menjatuhkan benda tersebut.
"Pak Dodo! Ngapain di situ Pak?" Dikta segera bertanya sambil memperhatikan raut wajah Pak Dodo yang terlihat biasa saja.
"Ehh kalian disini? Bapak sedang mau ambil kursi ini buat di pos, kursi yang lama kakinya sudah patah!" jelasnya sambil membersihkan debu yang menempel.
Pak Dodo adalah Satpam sekolah, dia memang berkata jujur, tapi dia mendengar semua obrolan mereka, tapi dia sengaja menjatuhkan benda tersebut, entah apa maksudnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments