Bab 10

" Akhirnya kamu sadar juga, apa ada yang sakit?" tanya Sisi jalan mendekat.

Kia menggeleng, dia tidak makin bingung, dia tidak mengenal wanita yang ada dihadapannya. "Kamu siapa? Oh iya ini di mana?"

Sisil tersenyum dan mengajak Kia berkenalan, diapun segera menjelaskan semuanya.

Kia nampak sedih, tapi dia sangat bersyukur. Karena masih ada orang baik yang mau menolongnya. "Terima kasih! Aku tidak bisa membalas kebaikan kalian!"

" Sama-sama, oh iya apa kamu warga sini?" Sisil kembali bertanya.

" Bukan, aku datang bersama Guru dan teman yang lainnya. Emm, Apa ini masih di daerah perkebunan teh?"

" Terus kenapa kamu bisa berada di pinggir sungai tidak sadarkan diri? Iya, ini masih di penginapan perkebunan juga, tapi di bagian bawah!"

" Aku terpeleset, aku tidak mampu berenang dengan arus sungai yang sangat deras. Penginapanku berada di atas"

" Kamu masih diberi umur yang panjang, lain kali kamu harus berhati-hati jika bepergian sendiri."

Kia hanya mengangguk dan tersenyum. Dia mengingat saat dia meminta tolong ke pada Angga, tapi Angga hanya melihatnya sambil tersenyum.

Ceklek

Pintu terbuka, Bima dan Adit masuk. Mereka baru saja keluar membeli makanan, dan cukup senang melihat Kia yang sudah sadar.

Bima mengajak makan bersama, dia tidak banyak tanya, dia cukup tau jika Kia dalam kondisi tidak baik. " Kita makan dulu!"

Sisi mengatur makanan di atas meja, dan juga mengambilkan Kia di piringnya. "Nih habisin, habis itu, kamu harus minum obat, tapi aku sarankan, kamu harus melakukan pemeriksaan di rumah sakit takutnya ada luka dalam!"

" Terima kasih!" ucap Kia sedikit tidak enak hati, karena merasa dirinya sudah merepotkan terlalu banyak. Tapi karena lapar, dia menghilangkan egonya.

Mereka segera makan bersama. Dan setelah makan dan minum obat Kia sudah merasa lebih baik, dia minta pamit untuk kembali ke penginapannya, takut orang-orang mencarinya.

Bima menawarkan bantuan untuk mengantarnya menggunakan mobil, karena penginapan Kia lumayan jauh, dan perjalanannya menanjak.

" Terima kasih untuk semuanya!" ujar Kia sebelum pergi.

Akhirnya Kia diantar oleh Bima, tapi setelah jaraknya sudah dekat Kia meminta untuk berhenti, karena dia tidak ingin ada orang lain melihatnya bersama Bima.

" Kamu yakin turun di sini?" tanya Bima sedikit khawatir melihat kondisi Kia yang masih lemah.

Kia mengangguk " Iya aku turun di sini saja, sudah dekat kok, sekali lagi terima kasih banyak. Dan aku mohon kejadian hari ini cukup kita-kita yang tau!"

Bima sedikit bingung, karena Kia tidak ingin orang lain tau apa yang terjadi dengannya. "Emm baiklah, kamu tenang saja! Semuanya akan aman, kamu hati-hati ya!"

Kia kembali mengangguk dan segera turun dari mobil, dan berlalu pergi setelah melihat kepergian Bima. Dia berjalan di kondisinya yang masih lemah.

Kia melewati sebuah kantor, di mana para pekerja sedang berkumpul. Kia memperhatikan, ternyata mereka sedang mengantri untuk menerima gaji. Tapi dia tak sengaja melihat seseorang yang dia kenal ada di kumpulan itu yang membuatnya sangat sedih.

Lama berdiam, Kia melanjutkan jalannya sambil meneteskan air matanya. Dia sangat merasa berdosa, "Aku akan menahannya sampai aku tidak melihat duni lagi!" gumamnya pelan.

Ternyata orang yang dia lihatnya tak lain adalah Ibunya. Yang mana Ibu Maya bekerja paruh waktu jika libur sekolah. Tidak ingin Ibu Maya melihat kondisinya, dia lebih memilih pergi, padahal dia sangat merindukan Ibunya. Kia pernah berniat untuk memberitahu penyakit yang dia derita, tapi diurungkannya setelah melihat Ibunya Kerja keras. Karena dia berpikir, percuma saja melakukan oprasi jika hasilnya tetap sama, lebih baik uangnya dia gunakan untuk sehari-hari saja.

Tiba di penginapan Kia melihat Sila bersama Pak Tono sedang berbincang, dia datang menghampiri. "Ada apa Pak?"

Pak Tono dan Sila menoleh. "Kia kamu dari mana? Kata yang lain tadi kamu sedang tidur, tapi saya Tinya sila kamu tidak ada di kamar!"

Kia terdiam sejenak memikirkan alasan yang tepat agar mereka tidak menaruh curiga, "Tidak ke mana-mana kok Pak! Aku cuman jalan-jalan di sekitar perkebunan saja, besok kan sudah mau balik!"

Sila langsung memeluk Kia, tapi sedikit mendengus bau parfum Kia yang sangat familiar baginya. "Kia lo buat gue khawatir tau!" kesalnya.

"Heheh sory, tadi lo nya tidur, jadi gue jalan-jalan sendiri!" balasnya. Untung saja dia menggunakan kupluk, jadi luka memar diujung jidatnya tidak kelihatan.

" Kita akan balik hari ini bukan besok!" ujar Pak Tono membuat keduanya melepas pelukan.

" Lah kenapa Pak?" tanya Sila.

" Apa teman kamar kamu tidak ada yang memberitahu?" Pak Tono malah bertanya balik.

" Tidak Pak, Ya sudah Pak, kami ingin ke kamar dulu untuk beres-beres!" balas Sila sedikit kesal, karena Kleo dan yang lainnya hanya diam saja saat di kamar tadi.

" Hmm, tapi Bapak ingin minta tolong, belikan benda ini di warung! Soalnya Bapak masih ada perlu!" pintanya sambil menyodorkan uang.

Kia menerima uang itu, dan merekapun pergi ke warung terdekat. Sekalian membeli sesuatu yang dia butuhkan.

Sepulang dari warung mereka segera menuju kamar, pas membuka pintu Kleo dan teman kamar yang lainnya sudah siap dengan barang bawaannya. Kleo pergi begitu saja, tanpa merasa bersalah sedikitpun, karena merasa itu bukan tanggung jawabnya untuk memberitahu mereka jadwal kepulangan yang dimajukan.

Kia dan Sila hanya membereskan beberapa pakaian, dan juga barang-barang yang sempat mereka beli sebagai oleh-oleh. Tapi Kia hanya membeli sekotak roti.

Bugh

Tas kecil Kia terjatuh dari atas meja, sampai isinya keluar berhamburan. Sila tak sengaja menyenggolnya karena terburu-buru. Tapi dia fokus dengan sebuah kalung, "Inikan kalung gue! Kenapa bisa di sini?"

Kia tentu heran, dia tidak tau sama sekali. "Gue juga tidak tahu, bahkan ini pertamakalinya gue melihatnya!" balasnya dengan jujur.

Karena tidak ada waktu lagi untuk berbincang, Sila tidak lagi bertanya. Dia akan menanyakannya setelah sampai nanti.

Kia juga diam, tapi dia tetap meminta maaf karena kalung itu berada dalam tasnya. Dia akan bertanggung jawab jika Sila tetap menuduhnya.

" Hmm sudah lah, tidak enak sama yang lain, mereka sudah menunggu kita terlalu lama!" katanya masih berusaha berpikir positif.

Kia hanya mengangguk dan ikut keluar sambil menyeret kopernya. Dia sangat penasaran, kenapa kalung Sila berada dalam tasnya, dia berjalan sambil melamun sampai tiba di rombongan, pandangannya tak sengaja mengarah ke Angga yang terlihat santai.

Lamunannya buyar mendengar suara Pak Tono meminta mereka semua berdoa sebelum naik ke bus. Kia yang tidak fokus malah naik ke bus yang di naiki Angga, dia ingin turun kembali karena Sila berada di bus satunya, tapi Pak Tono berkata jika mobil yang satunya sudah penuh.

~Flasback Off

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!