Bab 5

Bel sekolah berbunyi membuat mereka kurang puas, mereka harus segera kembali ke kelas. Ya, mareka tetap menomor satukan yang namanya pelajaran. Berlalu pergi meninggalkan Kia yang masih terduduk di lantai sambil memegangi kepalanya.

Angga yang beranjak paling akhir menghampiri Kia sebelum pergi. "Akting lo sangat natural, tapi sayang lo nggak bisa nipu gue" ucapnya berangkapan jika Kia hanya berpura-pura sakit.

Akhirnya mereka semua pergi dari roftoop termasuk Kia, dia berusaha menahan sakit kepalanya. Dia tiba di dalam kelas yang lalu dihampiri Lisa.

"Kia lo dari mana? Gue nggak liat lo di kantin!" tanya yang tidak melihat keberadaan Kia di manapun.

Mencari alasan yang tepat, karena kleo sudah megancamnya untuk tidak mengatakan apapun ke pada Lisa. "Emm itu, tadi gue dari perpus cari buku. Tapi buku yang gue cari tidak ada di sana!"

Sila percaya begitu saja, karena tidak mungkin Kia membohonginya. "Emm gitu ya? Jadi lo nggak sempat dong makan bekal yang lo bawa?" Dia sudah tau jika Kia setiap hari bawa bekal.

Kia menggeleng, "Nanti gue makan setelah pulang sekolah" balasnya. Meski dia sudah merasa lapar tapi dia masih bisa menahannya.

"Baiklah, kapan-kapan kalau lo ada waktu luang, lo mau nggak gue ajakin main ke rumah?" tanyanya berharap.

Kia terdiam, itu adalah hal yang selalu dia inginkan, mempunyai seorang teman dan datang bermain ke rumah mereka satu sama lain. Tapi dia merasa takut dengan pandangan teman-temannya yang berpikiran negatif.

Tidak ingin membuat Sila kecewa, Kia pun akhirnya berkata. "Emm baiklah, tapi nanti kapan-kapan ya? Soalnya hari ini gue ada urusan" balasnya jujur. Karena sepulang sekolah dia harus ke Rumah Sakit, dia habis melakukan tes darah atas perintah Dokter Reni.

Sila sangat senang, karena sebelumnya dia belum pernah mengajak seorang teman datang ke rumahnya. "Serius kan? Ya nggak apa, tunggu lo ada waktu aja!" sahutnya. Lalu pergi ke tempat duduknya setelah melihat seorang guru masuk ke dalam kelas.

Lagi-lagi kedekatan mereka diperhatikan oleh Kleo dengan sahabatnya. Mereka tidak suka, mereka akan melakukan sesuatu agar Lisa tidak mau berteman dengan Kia. Mereka berhenti saling berbisik setelah mendapat teguran dari Pak Guru.

"Baik Anak-anak silahkan kumpul pekerjaan rumah kalian! Dan buka halaman selanjutnya yang belum Bapak ajarkan!" ujar sang Guru dengan tegas.

"Baik Paaaak!"

...----------------...

Sepulang sekolah Kia menuju Rumah Sakit naik Ojek, dia juga sangat penasaran penyakit apa yang dia alami saat ini, kenapa kepalanya sering sakit, apalagi jika terkena benturan.Tapi dia juga berharap, semuanya baik-baik saja, berharap jika sakit kepalanya itu disebabkan karena ke lelahan dan banyak pikiran saja.

Tak butuh waktu lama Kia Tiba di Rumah Sakit, "Terima Kasih Kang!" ucapnya sambil menyodorkan uang ongkosnya.

Kang Ojek menerimanya, "Terima kasih Neng!" balasnya tersenyum bahagia. Karena Kia adalah penumpang pertamanya, dia belum narik sekalipun dari pagi.

Kia pamit dan masuk ke dalam Rumah Sakit, dia langsung menuju ruang kerja Dokter Reni, karena sebelumnya dia sudah mendapat pesan untuk langsung menemuinya.

Kia berjalan menuju lantai dua, di sepanjang koridor banyak perawat yang menyapanya, karena mereka sering berjumpa membuatnya saling kenal.

Tok tok tok

Kia mengetuk ruang kerja Dokter Reni, dan masuk setelah mendapat perintah. Dia memberi salam sambil tersenyum manis, meski perasaannya makin tak karuan. "Selamat siang Dok!"

Dokter Renipun menyabut Kia dengan senyumnya. "Siang Kia, sini duduk!" pintanya dengan ramah, dia sangat kasihan melihat wajah Kia yang pucat.

Kia duduk di sofa di samping Dokter Reni. Tidak ingin berlama-lama dia langsung bertanya. "Jadi Dok bagaimana hasil labnya? Aku tidak ada riwayat penyakitkan?"

"Hah!" Dokter Reni terdengar menghela nafas beratnya. "Kamu baca sendiri ya Nak!" katanya sambil menyodorkan sebuah amplop berisi sebuah hasil tes darah Kia.

Kia membukanya dengan tangan bergetar, entah kenapa dia memiliki pirasat yang buruk dengan dirinya sendiri. Setelah membuka amplop Kia langsung membacanya.

Kia menggelengkan kepalanya tak percaya, apakah separah itu penyakit yang dia derita, dia sudah menyepelakan sakit kepalanya yang akhir-akhir ini hampir tiap hari dia rasakan, pandangan yang buram dan juga kondisi tubuh yang tidak seimbang. Awal sakit masih sangat berjarak, dan itu terjadi tepat sang Ayah meninggal dunia.

Kia menangis meratapi nasibnya, makin bertambahlah beban yang harus dia pikul. "Hiks hiks, kenapa Dok? Kenapa aku harus mengalaminya?"

Dokter Reni yang tidak tega melihatnya langsung memeluk Kia dan memenangkannya. "Yang sabar Nak! Semuanya sudah rencana Tuhan. Kamu masih ada harapan untuk sembuh, jika kamu ingin melakukan oprasi dan kemoterapi!"

Kia makin menangis, oprasi tentu bukan biaya yang sedikit. Dari mana dia harus mendapatkan uang sebanyak itu. Keadaan yang sekarang saja sudah sangat pas- pasan itupun dia masih harus berhemat.

Dokter Reni juga ikut meneteskan air mata, dia sudah menganggap Kia sebagai Anaknya sendiri, karena dia juga memiliki seorang Anak yang seumuran dengan Kia. "Yang sabar ya Nak!" ucapnya lagi, dia ingin bertanya lebih lanjut, tapi melihat kondisi Kia yang sangat rapuh maka diurungkannya.

"Ya Tuhan, apa aku sekuat itu? Sampai aku mendapat ujian yang bertubi-tubi. Apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus kuat atau menyerah saja?" curahnya dalam hati.

Kia malah tertidur di ruang kerja Dokter Reni sampai sore menjelang. Dokter Reni tidak keberatan, dia malah sedih dengan kondisi Kia saat ini. Gadis kecil yang menjadi kenalannya semenjak dia menjadi pelanggan Rumah Sakit itu setahun terakhir.

"Kasihan kamu Nak, semoga orang yang kamu sayangi itu cepat sadar! Agar kamu tidak terlalu banyak pikiran!"

...----------------...

Malam hari Kia sudah berada di rumahnya, dia hanya berdiam diri di dalam kamar, dia masih memikirkan penyakitnya. "Tidak, aku tidak boleh beritahu Ibu, selama ini dia sudah banting tulang untuk mendapatkan uang. Jika Ibu tau, entah pekerjaan apalagi yang Ibu kerjakan."

Karena merasa masih memiliki tanggung jawab, Kia beranjak lalu menuju dapur, dia makan nasi putih dengan telur mata sapi. Dia hanya ingin mengkonsumsi obat saja yang sudah diresepkan oleh Dokter Reni.

"Aku tidak boleh menyerah sekarang! Aku masih diberi tugas oleh Ibu untuk menjaga dan selalu datang menjenguknya. Hah baiklah Kia, kamu harus kuat untuk melawan penyakitmu!" ucapnya memberi semangat pada dirinya sendiri.

Kesehatan memang sangat berharga, tapi banyak yang tidak bisa menyadari hal ini. Ketika sakit saja baru tahu seberharga apa kesehatan, dan penyakit itu memang tidak tentu, ada yang berakhir baik maupun buruk.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!