Bab 3

Tiba di sekolah, Kia bergegas menuju kelasnya. Karena belum mempunyai teman dia lebih memilih membaca buku. Dia sedikit iri melihat semua teman kelasnya saling berbincang satu sama lain yang tampak bahagia seakan hidup mereka tak mempunyai beban.

Dia juga pernah memiliki banyak teman, tapi semenjak Ayahnya meninggal dan keluarganya jatuh miskin semua temannya tiba-tiba menjahuinya, dari situlah Kia beranggapan jika dalam hidup uang adalah no satu.

Seorang siswi duduk di sampingnya yang tak lain teman kelasnya sendiri. Dari kemarin dia ingin mengajak Kia berkenalan tapi sikap Kia terlihat cuek. "Hei boleh kenalan nggak?"

Kia menutup bukunya, dia sangat senang ada yang ingin berkenalan dengannya. "Kia!" menyebut namanya sambil menjulurkan tangannya.

Heran melihat raut wajah Kia yang seketika berubah, "Ehh iya, nama gue Sila, mari berteman!" katanya sambil tersenyum.

Sila Arabika, Siswi yang paling pintar di kelasnya bahkan seangkatannya, dia juga tidak memiliki banyak teman karena dia lebih suka menyendiri daripada berbaur dengan teman kelasnya. Tidak ada yang berani membullynya, karena Bokapnya salah satu petinggi di sekolah tersebut.

Kia mengagguk bahagia, akhirnya dia mempunyai seorang teman, tapi dia masih menyimpan sedikit kesedihan, akankah teman barunya itu masih mau berteman jika mengetahui dirinya yang tak punya apa-apa.

Selang beberapa menit berbincang, Kleo dan kedua sahabatnya memasuki kelas.

Dia melihat Kia yang sedang bersama Sila membuatnya tidak suka. Karena dirinya saja yang sudah melakukan segala cara untuk menarik perhatian Sila tapi tak kunjung berhasil. Dia juga ingin mengajaknya berteman, apalagi kalau bukan untuk memorotinya.

Sila bukan orang bodoh, dia tau mana yang hanya berpura-pura baik dan mana yang benar tulus ingin berteman dengannya. Seperti halnya dengan Kia yang langsung mau berteman dengannya tanpa menanyakan perihal dirinya.

"Bel sudah bunyi, nanti kita lanjut ya?" sahut Sila lalu beranjak menuju tempat duduknya yang berada paling depan.

Kia hanya mengangguk, tak berani berucap karena melihat tatapan Kleo yang sangat tajam. Seakan-akan memberi dirinya isyarat untuk tetap diam.

Guru wali kelas masuk dan menyampaikan suatu hal, sebelum mata pelajaran di mulai. "Baik Anak-anak, Ibu mohon perhatiannya sebentar!" ucapnya. Setelah melihat semua muridnya diam dia melanjutkan ucapannya "Seminggu lagi giliran kelas kita dan kelas sebelah yang akan belajar di luar kelas, jadi kalian rundingkan bersama di mana tempat yang bagus dengan cuaca saat ini!"

"Yeeehh/ Horeee!" begitulah respon para siswa. Mereka terlihat sangat bahagia mendengarnya, tapi berbeda dengan Kia, dia hanya diam saja.

"Baiklah, dan ingat! Semua murid wajib ikut, karena itu sama saja dengan belajar, cuman berbeda tempat, jadi yang tidak hadir tidak mendapat nilai. Kecuali, dia sakit. Dia akan mendapat tugas lain, tapi tetap saja nilainya berbeda. Paham?"

"Paham Buuu!" balas mereka serempak. Bukan nilainya yang mereka pikirkan, tapi kesenangannya karena itu sama saja jika mereka pergi jalan-jalan walau cuman sehari salam.

"Ya sudah, keluarkan buku kalian! Ibu akan memanggilkan guru yang akan mengisi materi!" katanya lalu berjalan keluar.

Dua Mata pelajaran telah usai, waktunya jam Istirahat. Apalagi kalau bukan menuju kantin untuk mengisi kampung tengah. Sila yang sudah kehabisan akal untuk mengajak Kia ke kantin akhirnya mengalah.

Bukan dia tidak membawa uang jajan, tapi dia lebih memilih memakan bekalnya, dan uang sakunya itu bisa dia tabung. Dia menuju taman belakang, karena di situ terlihat sepi.

Kia tidak sadar jika ada seseorang yang mengikutinya dan memantaunya dari jauh. Dia tersenyum kecil setelah ide jahat melintas di pikirannya.

Kia mulai memakan bekalnya, makanan yang di masak sendiri. Meski hanya telor ceplok dia begitu menikmatinya. Tiba-tiba dari belakang seseorang mengejutkannya.

Merebut makanan Kia dan langsung membuangnya asal "Lo masih mau makan kan? Tuh pungutin!" katanya tanpa dosa.

Orang itu tak lain adalah Angga, dia menguntitnya sejak tadi, tidak sengaja melihat Kia yang berjalan sendiri ke taman belakang.

Kia emosi melihat makanannya dibuang seperti itu. Karena jaman sekarang untuk mendapat sesuap nasi sangatlah susah bagi orang sepertinya. "Kenapa makanan gue di buang?" tanyanya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Kenapa? Lo nggak suka? Lo mau marah? Silahkan! Gue nggak peduli" balasnya sambil menyilangkan kakinya, dia merasa bangga sudah melakukan hal itu.

Kia memengut sisa nasi dan telur yang berada di rerumputan dan menyimpan kembali di bekalnya, dia akan membuangnya di tempat sampah daripada harus diinjak-injak seperti itu.

Merasa diabaikan Angga beranjak, lalu berdiri di depan Kia yang sedang berjongkok. "Ingat ya Mia, ini belum seberapa, gue tidak akan pernah membiarkan lo hidup bebas!" beritahunya untuk mengingatkan Kia, bahwa dirinya akan mendapatkan masalah di setiap harinya.

Kia kembali bingung dan juga terkejut, karena Angga menyebut namanya dengan nama yang berbeda. "Apa mereka saling kenal? Dan dia mengira aku orangnya" gumamnya pelan setelah melihat kepergian Angga.

Kia duduk kembali di bangku taman. Dia mengingat semua ucapan Angga yang seakan mereka saling kenal. "Aku tau sekarang, dia sudah salah paham! Tapi apa yang sudah terjadi? Kenapa dia ingin balas dendam? Dia tidak ingin pernah mendengar ucapanku!"

"Hah, seandainya kamu ada di sini Kak, pasti aku akan bercerita banyak ke padamu. Semoga kamu cepat sembuh Kak, kasihan Ibu!"

...----------------...

Sepulang sekolah, Kia langsung menuju rumah sakit, di mana dia dengan Ibunya datang dua minggu sekali secara bergiliran untuk menjeguk kondisi orang yang disayangi.

"Selamat siang Dok! Bagaimana kondisinya? Apa belum ada peningkatan?" pertanyaan yang seringkali dia tanyakan jika bertemu dengan sang Dokter.

Tidak tega, tapi sang Dokter harus tetap memberitahunya. "Selamat siang Kia, masih seperti biasa belum ada perubahan, tapi sebenarnya kondisi saat ini semuanya sudah stabil, untuk bangun atau sadar dari koma tunggu dari ke inginan pasien sendiri."

Kia senang mendengarnya. "Aku yakin Dok, pasti dia akan sadar secepatnya, masih banyak tugas yang dia selesaikan di kehidupan ini"

Sang Dokter hanya memberinya pesan, jika dia tidak boleh berhenti berdoa untuk kesembuhan pasien, jika Tuhan sudah berkehendak maka apa pun itu pasti terjadi.

"Oh iya Dok, tadi aku sudah menjenguknya, aku titip dia, jika terjadi sesuatu segera hubungi aku!" pintanya lalu berpamitan untuk segera pulang, karena dia harus berjualan kue.

Ibu Dokter mempersilahkan, dan untuk urusan pasien tak diminta pun dia akan tetap merawatnya, karena itu sudah menjadi tugasnya sebagai seorang Dokter. "Iya Kia kamu tenang saja! Dan kamu hati-hati di jalan ya!" balasnya perhatian.

Sebelum membuka pintu ruangan Kia kembali merasakan sakit kepala, yang mana membuatnya hampir terjatuh, tapi untung Dokter yang bernama Reni itu menahannya, "Ehh Kia kamu kenapa? Baring sini dulu!"

Kia menurut, daripada terjadi apa-apa saat di jalan, mending dia menunggu di ruangan itu sampai sakit kepalanya membaik.

"Kia kamu sakit,? Ibu periksa dulu ya?" tanyanya sambil mengambil alat untuk memeriksa detak jantung dan juga tekanan darahnya.

Kia sebenarnya ingin melakukan pemeriksaan, tapi dia tidak membawa uang lebih, takutnya biaya pemeriksaan dan pengobatannya lumayan mahal. "Tidak usah Dok! Cuman sakit kepala biasa!"

Dokter Reni tidak mendengar larangan itu, apalagi dia seorang Dokter, mana mungkin hanya diam saja jika melihat seseorang sedang tidak baik-baik saja. "Kia kamu tenang saja! Aku cuman periksa ini dan itu, gratis buat kamu!" balasnya seakan mengerti apa yang ada di benak Kia.

Kia tersenyum sambil menutup matanya, "Terima kasih Dok!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!