"Bu ini hasil jualan kue!" ucapnya sambil menyodorkan beberapa uang pecahan dua ribu dan juga lima ribu.
Sambil menerima uang itu Ibu Maya meminta Kia untuk duduk di sampingnya, "Ada yang ingin Ibu katakan!" ujarnya.
Melihat rauh wajah Ibunya yang sangat serius, Kia berpikir suatu hal yang buruk sudah terjadi. "Ada apa Bu?"
"Hah" Ibu Maya menghela nafas beratnya. "Begini Nak, Ibu dipindah tugaskan di sebuah perkampungan, karena di sana kekurangan Guru!"
Kia terkejut, apa yang dia pikirkan memang tidak benar, tapi sama saja itu membuatnya makin kesulitan. "Lah kenapa mesti Ibu? Kan banyak Guru lain yang bisa ke sana! Guru yang belum memiliki sebuah tanggung jawab, atau yang belum menikah!" protesnya.
Ibu Maya terdiam sejenak, karena apa yang dikatakan sang Anak adalah benar, memang dia tidak ditunjuk langsung, tapi dia sendiri yang menawarkan agar bertugas ke sana. Karena akan mendapatkan tambahan bonus, dan itu lebih banyak dari hasil penjualan kue setiap harinya dan juga jasanya.
"Tidak apa Nak, Ibu juga tidak bisa menolak. Murid-murid di sana memerlukan bimbingan, kasihan mereka!" balasnya tidak mengatakan yang sejujurnya.
"Bagaimana denganku Bu? Aku juga membutuhkan Ibu di sini? Aku sendiri jika Ibu pergi, aku tidak punya siapa-siapa lagi. Apa aku bisa ikut pindah?" ucapnya bersedih.
Ibu Maya juga sangat tidak ingin meninggalkan Anaknya, tapi karena dia sangat membutuhkan uang itu. Jika hanya mengandalkan gajinya perbulan, itu sangat kurang. "Jika kamu ikut pindah, siapa yang akan pergi ke Rumah Sakit Nak?"
Kia menunduk, dia tak lagi bisa menahan air matanya. Dia menangis dihapan Ibunya, dia sangat tidak tega melihat Ibunya harus berjuang sampai segitunya.
Ibu Maya menenangkan Kia dengan cara memeluknya, dia juga ikut meneteskan air mata, "Jangan menangis lagi Nak! Ibu tidak jauh perginya, setiap libur sekolah Ibu pasti akan pulang. Kamu tidak perlu berjualan kue lagi! Kamu hanya perlu fokus dengan ujianmu nanti."
Kia mengusap sisa air matanya, "Hah, Ibu tidak usah khawatir! Aku berjanji, akan lulus dengan nilai yang terbaik! Emm Jadi kapan Ibu pergi?" tanyanya.
Ibu Maya tersenyum, dia percaya Anaknya itu lulus dengan Nilai yang tinggi. "Ya Nak, agar kamu bisa mendapat beasiswa dan lanjut kuliah di kampus favoritmu! Kalau tidak ada hambatan Ibu akan berangkat hari minggu!"
Dia tidak bisa menyembunyikan rasa sedihnya, Kia kembali menangis. Dia tak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya yang akan ditinggal sendiri. Tapi dia yakin, pasti bisa. Karena banyak orang di luar sana yang lebih memilih tinggal sendiri dan orang itu terlihat baik-baik saja.
...----------------...
Di rumah Angga, terlihat sedang memandangi sebuah foto yang tak sengaja dia temukan di dalam lemari, tapi foto itu hanya tinggal setenghahnya. "Kak kayaknya kamu sangat mencintainya, sampai foto rusak begini kamu masih Menyimpannya!"
Angga tersenyum kecil mengingat semua kenangan bersama dengan Kakaknya. "Aku akan membalasnya Kak, karena gadis itu kamu meninggalkan aku dan Bunda."
Melihat foto sobekan itu dengan seksama, tak sengaja melihat dipinggirannya sebuah tangan "Dengan siapa dia berfoto, kenapa mesti di robek begini? Tapi kayaknya ini di sengaja!"
Dia tersentak saat ada yang mengetuk pintu, dia menyimpan foto itu di bawa bantal lalu beranjak membukanya. Sang Bunda lah yang datang untuk megajaknya turun makan malam bersama.
Angga juga hanya tinggal bersama Bundanya. Dia mempunyai seorang Kakak yang bernama Gian Durangga, hanya beda dua tahun dengannya. Tapi, dia sudah meninggal karena kecelakaan motor. Sang Ayah pergi meninggalkan mereka karena lebih memilih wanita lain. Ternyata kekayaan dan kecantikan belum membuatnya puas, entah apa yang cari.
...----------------...
Hari beralalu dengan cepat, di mana hari keberangkatan Ibu Maya untuk pergi. Dia suudah bersiap, meski sangat berat untuk meninggalkan Anak-anaknya.
Ibu Maya naik mobil jemputan yang sudah di siapkan pihak sekolah. "Jaga dirimu dengan baik ya Nak? Ibu akan selalu memberimu kabar!"
Berusaha agar air matanya tidak menetes Kia hanya mengangguk dan melambaikan tangannya setelah mobil itu perlahan berjalan menjauhuinya. Dia masuk ke dalam rumah, dan barulah dia menumpahkan semuanya yang membuat dadanya sesak.
"Hiks hiks, Hati-hati Bu, aku sangat menyangimu!" itulah yang dia ingin ucapkan tadi, tapi karena menahan tangis maka dia lebih memilih mengangguk saja.
Berjam-jam menangis membuatnya ketiduran di sofa, yang mana membuat badanya pegal. Kia bangun dari tidurnya sambil melihat jam yang menggantung di dinding, menunjukkan pukul tiga sore.
Duduk termenung, dia sudah mulai merasakan kesepian. Kia bingun harus melakukan apa, karena biasanya di akan berjualan keliling. "Huuff, baru juga berapa jam, aku sudah merindukan Ibu."
Kia beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan wajahnya yang sangat kucel setelah menangis, dia menatap matanya di kaca yang sedikit membengkak. Dia mengingat kapan terakhir kalinya dia menangis lama seperti itu, ternyata saat Ayahnya meninggal dunia.
Menuju ruang makan, membuka satu persatu makanan di atas meja. Makanan yang di masak Ibunya tadi pagi. Terlihat makanan itu sangat berbeda dari biasanya yang mereka makan. Kia mengambilnya untuk memanaskan terlebih dahulu.
"Aku pasti akan merindukan masakan Ibu!" ujarnya sambil menatap makanan itu.
Setelah makan, kia menuju kamarnya. Dia terkejut melihat sebuah amplop yang berisikan uang. "Astaga Bu, kenapa Ibu tidak membawanya? Ibu pasti lebih membutuhkan di sana" katanya sambil menghitung jumlah uang itu.
Lima ratus ribu, uang hasil dari jualan kue selama sebulan. Ibu Maya memberinya untuk dia pakai sehari-hari selama dua bulan kedepan, dan setiap bulannya juga akan mendapat kiriman untuk biaya tagihan rumah sakit.
Kia menyimpan uang itu di dalam lemari, dia akan memakainya jika dia sudah sangat butuh. Dia masih memiliki uang tabungan sendiri.
...----------------...
Suara alarm berbunyi, untuk membangunkan sang nona. Kia bangun untuk menjalankan ke wajibannya. Lanjut bersih-bersih, memasak buat dia sarapan dan untuk dia bawa bekal ke sekolah.
Kembali meresakan kesepian, yang mana setiap harinya dia melakukan semua itu bersama Ibunya. Tapi mulai sekarang dia harus terbiasa dengan kesendiriannya.
"Akhirnya selesai juga!" gumamnya sambil menyeka keringat karena sejak tadi dia bergerak. Menuju kamar mandi untuk memulai ritualnya, Kia hanya membutuhkan waktu sekitar lima belas menit untuk mandi. Tidak ada yang namanya luluran badan, yang penting sudah pakai sabun, sampo dan gosok gigi. Meski begitu, kulit Kia masih terlihat putih bersih dan lembut.
...----------------...
Bugh bugh
"Hahahah makanya jangan sok baik lo, gue tau lo berteman dengan Sila hanya karena lo mau memanfaatkan dia kan?" tuduhnya setelah dua botol mineral menimpa kepalanya yang masih berisi setengah.
"Argghh,,!!" Kia memegang kepalanya, sakit yang dia rasakan tidak seperti terkena lemparan dua botol, tapi seperti puluhan batu. Kambali mengingat pesan sang Dokter beberapa hari yang lalu setelah melakukan pemeriksaan yang mana kepalanya tidak boleh terkena benturan atau semacamnya.
Semua heran dan sedikit emosi melihat respon Kia, yang mana mereka berpikir jika Kia hanya melebih-lebihkan saja. Angga hanya diam, dia tidak peduli. Dia malah tersenyum seakan melihat sebuah hiburan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments