Bab 11

Kia tersadar dari tidurnya karena mendengar suara berisik, dia melihat ke depan ternyata ban mobil bus yang ditumpangi Sila bocor, yang mana mereka harus saling menunggu.

Sebagian siswa turun untuk mencari warung makan dan menumpang di WC umum, kebetulan mobil berhenti tidak jauh dari Pertamina. Dan yang lainnya lebih memilih untuk melanjutkan tidur.

Jam sudah menunjukkan jam sebelas malam, perkiraan mereka akan tiba setelah subuh menjelang. Perjalanan lebih lama saat mereka pergi, karena cuaca yang tidak normal.

" Lo banyak nyawa juga ya, masih bisa selamat!" katanya sambil duduk di samping Kia.

Kia kembali membuka matanya, dia tidak terkejut lagi, seaka-akan sudah terbisda dengan kehadiran Angga yang muncul tiba-tiba di saat keadaan sepi.

" Hmm, mungkin mainan kalian tidak dibiarkan mati begitu saja!" jawabnya datar, tanpa rasa takut sedikitpun.KIa tersadar dari tidurnya karena mendengar suara berisik, dia melihat ke depan ternyata ban mobil bus yang ditumpangi Sila bocor, yang mana mereka harus saling menunggu.

Sebagian siswa turun untuk mencari warung makan dan menumpang di WC umum, kebetulan mobil berhenti tidak jauh dari Pertamina. Dan yang lainnya lebih memilih untuk melanjutkan tidur.

Jam sudah menunjukkan jam sebelas malam, perkiraan mereka akan tiba setelah subuh menjelang. Perjalanan lebih lama saat mereka pergi, karena cuaca yang tidak normal.

" Lo banyak nyawa juga ya, masih bisa selamat!" katanya sambil duduk di samping Kia.

Kia kembali membuka matanya, dia tidak terkejut lagi, seaka-akan sudah terbisda dengan kehadiran Angga yang muncul tiba-tiba di saat keadaan sepi.

" Hmm, mungkin mainan kalian tidak dibiarkan mati begitu saja!" jawabnya datar, tanpa rasa takut sedikitpun.

Angga merasa heran dengan sikap Kia ke padanya yang mulai berani melawan ucapannya tanpa ragu. " Awas aja lo, jika ada orang lain yang tau kejadian itu, tapi sebenarnya gue nggak peduli, karena bukan gue yang membuat lo jatuh!"

Kia terdiam, apa yang dikatakan Angga memang benar. Tapi Angga tidak menolongnya, membiarkannya hanyut terbawa arus. "Buat apa juga gue cerita ke pada yang lain!"

Angga tidak lagi mengatakan apapun, dia malah memejamkan matanya sambil bersandar menyelimuti badannya.

Kia juga tidak lagi mengabaikan kehadiran Angga yang berada di sampingnya, dia juga kembali memejamkan matanya.

Beberapa menit berlalu ban mobil sudah diganti dan hanya tinggal menunggu murid yang masih makan di warung.

Kia sebenarnya kembali merasakan sakit di kepalanya, melihat Angga yang tidur dia segera mengambil obatnya di dalam tas secara perlahan, dan langsung meminumnya. Tapi ternyata Angga hanya memejamkan matanya, dia masih terjaga. Alhasil semua yang dilakukan Kia dia ketahui. Mulai Kia bergumam sendiri, merintih menahan sakit dan meminum obat.

Pagi menjelang dengan suasana yang berbeda saat di pegunungan, mereka sudah sampai di rumah masing-masing. Mereka diliburkan sehari untuk beristirahat.

Kia bangun setelah siang menjelang, badannya sangat lemah membuatnya malas bergerak. Tapi mau bagaimana lagi, dia harus tetap bangun untuk menjalankan aktivitasnya, dia harus membereskan rumah, dan membuat makanan untuk dirinya sendiri. Untung masih ada sisa bahan makanan di kulkasnya.

" Huff, kapan semuanya berakhir? Aku sudah lelah, aku ingin Ibu kembali, aku tidak sanggup untuk tinggal sendiri." keluhnya sambil mengusap keringatnya menggunakan tangan.

Kia merasa putus asa, dia ingin menyerah dengan sakit yang dia derita. Dia tidak sanggup menahannya. Tapi mengingat kembali jasa Ibunya yang tidak ada duanya membuatnya bersemangat.

Kia menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, dia melakukan ritualnya sedikit lama karena tidak ada lagi kegiatan selanjutnya selain berdiam diri di rumah.

" Astaga rambutku!" ucapnya melihat rambutnya yang mulai rontok di tangannya.

Kia kambali menyisir rambutnya menggunakan tangan, dan rambutnya kembali rontok. "Apa sudah separah ini? Apa umurku sudah tidak lama lagi?" dia bertanya pada dirinya sendiri.

Tidak ingin terlalu memikirkannya, Kia segera menyelesaikan ritual mandinya. Dan setelah bersantai, kia mencoba menghubungi Ibunya.

Di tempat lain, di rumah Sila. Dia terlihat sedang berkumpul dengan keluarganya kecuali Ayahnya yang sudah di tempat kerja.

" Sayang kamu lihat apa sih di ponselmu? Ibu perhatikan, kamu senyum-senyum sendiri, dan tiba-tiba bersedih. Kenapa ada masalah?"

Sila menyembunyikan ponselnya lalu menjawab. "Ehh, bukan apa-apa kok Bu, aku cuman lihat foto saat di perkebunan!"

Kakak Kia yang juga melihat Sila bersedih langsung menyela. "Yakin cuman masalah foto hmm?" dengan nada sedikit bercanda.

Sila langsung menatap Kakaknya "iish apa sih Kak? Kalau tidak percaya nih lihat sendiri!" katanya sambil menyodorkan ponselnya.

Tak menyianyiakan, sang Kakak segera mengambil ponsel Sila lalu duduk di samping Ibunya, membuka galery dan melihatnya bersama.

Keduanya sangat terkejut melihat foto Sila dengan seseorang yang mereka kenal, sang Kakak melihat foto yang lainnya yang mana membuatnya tak percaya begitupun dengan sang Ibu.

" Nak ini teman kamu?" tanya sang Ibu menunjuk foto seorang gadis yang sangat cantik bersama Sila tapi dengan wajah pucatnya.

Sila mengangguk dengan wajah sedihnya. "Iya Bu, tapi aku ada masalah dengannya. Kenapa Ibu tanya, apa Ibu mengenalnya?" tanya Sila balik.

" Ibu sangat mengenalnya Nak, Ibu tak menyangka kamu berteman dengannya.Namanya Kia kan? Ehh tapi kalian ada masalah apa?"

Sila juga sedikit terkejut karena sang Ibu sudah mengenal Kia. Ya foto gadis yang dilihatnya adalah Kia. " Iya Bu namanya Kia, dia teman yang sering aku ceritaiin ke Ibu. Hmm kemarin saat kami berkemas aku tak sengaja menjatuhkan tasnya dan isinya berhamburan. Dan aku mendapatkan kalungku ada di situ!" jelasnya.

Sang Ibu menggeleng, menurutnya itu pasti cuman salah paham, karena dia sudah tau betul bagaimana kepribadian Kia. Ibu sila yang tak lain adalah Dokter Reni. "Ohh ternyata Kia teman yang kamu mau ajak main ke rumah? Emm apa kamu sudah menanyakannya Nak?"

" Sudah Bu, cuman dia bilang tidak tau kenapa kalung aku ada di dalam tasnya. Tapi bagaimana Ibu bisa mengenalnya?"

" Kamu harus percaya ke padanya Nak, mungkin ada orang lain yang sedang bercanda denganmu. Ibu sudah kenal dengannya satu tahun yang lalu, Kia itu pasien Ibu di rumah sakit!"

Sila dan Kakaknya terkejut, "Pasien? Emang Sila sakit apa Bu?" tanyanya dengan serius.

Sang Kakak hanya diam, tapi dia menyimak semuanya. Dia tak menyangka gadis yang dia tolong di pinggir sungai itu adalah teman Adiknya sendiri. Ya, Kakak Sila tak lain adalah Bima. Dia sebenarnya ke sana atas permintaan sang Ayah, untuk menjaga Sila dari jauh.

Ibu Reny yang sudah berjanji ke pada Kia untuk tidak menceritakan penyakit Kia merasa bingung, apakah dia harus bercerita atau tidak. "Emm gimana ya bilangnya? Soalnya ini privasi pasien, tidak boleh dibocorkan!"

" Bu aku mohon! Soalnya aku juga sudah curiga dengan sikap Kia. Aku bisa melihatnya dia tidak baik-baik saja, tapi aku tidak tau dia sakit apa!" sahut Sila.

Ibu Reny terdiam sejenak lalu berkata. "Tapi kamu jangan bilang sama Kia jika Ibu memberitahu!" Dokter Reni lebih menceritakan ke pada Anaknya agar sang Anak bisa menjaga Kia.

" Ya Bu, aku janji tidak akan beritahu siapa-siapa!" ucap Kia dengan yakin.

Dokter Renipun menceritakan kehidupan Kia, dan juga penyakit yang dialaminya. Termasuk pemindahan tugas Ibu Maya.

Sila dan Bima merasa sangat sedih mendengar kehidupan Kia, pantas saja tubuh kia terlihat sangat lemah dan wajahnya sangat pucat.

Angga merasa heran dengan sikap Kia ke padanya yang mulai berani melawan ucapannya tanpa ragu. " Awas aja lo, jika ada orang lain yang tau kejadian itu, tapi sebenarnya gue nggak peduli, karena bukan gue yang membuat lo jatuh!"

Kia terdiam, apa yang dikatakan Angga memang benar. Tapi Angga tidak menolongnya, membiarkannya hanyut terbawa arus. "Buat apa juga gue cerita ke pada yang lain!"

Angga tidak lagi mengatakan apapun, dia malah memejamkan matanya sambil bersandar menyelimuti badannya.

Kia juga tidak lagi mengabaikan kehadiran Angga yang berada di sampingnya, dia juga kembali memejamkan matanya.

Beberapa menit berlalu ban mobil sudah diganti dan hanya tinggal menunggu murid yang masih makan di warung.

Kia sebenarnya kembali merasakan sakit di kepalanya, melihat Angga yang tidur dia segera mengambil obatnya di dalam tas secara perlahan, dan langsung meminumnya. Tapi ternyata Angga hanya memejamkan matanya, dia masih terjaga. Alhasil semua yang dilakukan Kia dia ketahui. Mulai Kia bergumam sendiri, merintih menahan sakit dan meminum obat.

...----------------...

Pagi menjelang dengan suasana yang berbeda saat di pegunungan, mereka sudah sampai di rumah masing-masing. Mereka diliburkan sehari untuk beristirahat.

Kia bangun setelah siang menjelang, badannya sangat lemah membuatnya malas bergerak. Tapi mau bagaimana lagi, dia harus tetap bangun untuk menjalankan aktivitasnya, dia harus membereskan rumah, dan membuat makanan untuk dirinya sendiri. Untung masih ada sisa bahan makanan di kulkasnya.

" Huff, kapan semuanya berakhir? Aku sudah lelah, aku ingin Ibu kembali, aku tidak sanggup untuk tinggal sendiri." keluhnya sambil mengusap keringatnya menggunakan tangan.

Kia merasa putus asa, dia ingin menyerah dengan sakit yang dia derita. Dia tidak sanggup menahannya. Tapi mengingat kembali jasa Ibunya yang tidak ada duanya membuatnya kembali bersemangat.

Kia menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, dia melakukan ritualnya sedikit lama karena tidak ada lagi kegiatan selanjutnya selain berdiam diri di rumah.

" Astaga rambutku!" ucapnya melihat rambutnya yang mulai rontok di tangannya.

Kia kambali menyisir rambutnya menggunakan tangan, dan rambutnya kembali rontok. "Apa sudah separah ini? Apa umurku sudah tidak lama lagi?" dia bertanya pada dirinya sendiri.

Tidak ingin terlalu memikirkannya, Kia segera menyelesaikan ritual mandinya. Dan setelah bersantai, kia mencoba menghubungi Ibunya.

...----------------...

Di tempat lain, di rumah Sila. Dia terlihat sedang berkumpul dengan keluarganya kecuali Ayahnya yang sudah di tempat kerja.

" Sayang kamu lihat apa sih di ponselmu? Ibu perhatikan, kamu senyum-senyum sendiri, dan tiba-tiba bersedih. Kenapa ada masalah?"

Sila menyembunyikan ponselnya lalu menjawab. "Ehh, bukan apa-apa kok Bu, aku cuman lihat foto saat di perkebunan!"

Kakak Kia yang juga melihat Sila bersedih langsung menyela. "Yakin cuman masalah foto hmm?" dengan nada sedikit bercanda.

Sila langsung menatap Kakaknya "iish apa sih Kak? Kalau tidak percaya nih lihat sendiri!" katanya sambil menyodorkan ponselnya.

Tak menyianyiakan, sang Kakak segera mengambil ponsel Sila lalu duduk di samping Ibunya, membuka galery dan melihatnya bersama.

Keduanya sangat terkejut melihat foto Sila dengan seseorang yang mereka kenal, sang Kakak melihat foto yang lainnya yang mana membuatnya tak percaya begitupun dengan sang Ibu.

" Nak ini teman kamu?" tanya sang Ibu menunjuk foto seorang gadis yang sangat cantik bersama Sila tapi dengan wajah pucatnya.

Sila mengangguk dengan wajah sedihnya. "Iya Bu, tapi aku ada masalah dengannya. Kenapa Ibu tanya, apa Ibu mengenalnya?" tanya Sila balik.

" Ibu sangat mengenalnya Nak, Ibu tak menyangka kamu berteman dengannya.Namanya Kia kan? Ehh tapi kalian ada masalah apa?"

Sila juga sedikit terkejut karena sang Ibu sudah mengenal Kia. Ya foto gadis yang dilihatnya adalah Kia. "Iya Bu namanya Kia, dia teman yang sering aku ceritaiin ke Ibu. Hmm kemarin saat kami berkemas aku tak sengaja menjatuhkan tasnya dan isinya berhamburan. Dan aku mendapatkan kalungku ada di situ!" jelasnya.

Sang Ibu menggeleng, menurutnya itu pasti cuman salah paham, karena dia sudah tau betul bagaimana kepribadian Kia. Ibu sila yang tak lain adalah Dokter Reni. "Ohh ternyata Kia teman yang kamu mau ajak main ke rumah? Emm apa kamu sudah menanyakannya Nak?"

" Sudah Bu, cuman dia bilang tidak tau kenapa kalung aku ada di dalam tasnya. Tapi bagaimana Ibu bisa mengenalnya?"

" Kamu harus percaya ke padanya Nak, mungkin ada orang lain yang sedang bercanda denganmu. Ibu sudah kenal dengannya satu tahun yang lalu, Kia itu pasien Ibu di rumah sakit!"

Sila dan Kakaknya terkejut, "Pasien? Emang Sila sakit apa Bu?" tanyanya dengan serius.

Sang Kakak hanya diam, tapi dia menyimak semuanya. Dia tak menyangka gadis yang dia tolong di pinggir sungai itu adalah teman Adiknya sendiri. Ya, Kakak Sila tak lain adalah Bima. Dia sebenarnya dia ke sana atas permintaan sang Ayah, untuk menjaga Sila dari jauh.

Ibu Reny yang sudah berjanji ke pada Kia untuk tidak menceritakan penyakit Kia merasa bingung, apakah dia harus bercerita atau tidak. "Emm gimana ya bilangnya? Soalnya ini privasi pasien, tidak boleh dibocorkan!"

" Bu aku mohon! Soalnya aku juga sudah curiga dengan sikap Kia. Aku bisa melihatnya dia tidak baik-baik saja, tapi aku tidak tau dia sakit apa!" sahut Sila.

Ibu Reny terdiam sejenak lalu berkata. "Tapi kamu jangan bilang sama Kia jika Ibu memberitahumu!" Dokter Reni lebih memilih menceritakan ke pada Anaknya agar sang Anak bisa menjaga Kia.

" Ya Bu, aku janji tidak akan beritahu siapa-siapa!" ucap Kia dengan yakin.

Dokter Renipun menceritakan kehidupan Kia, dan juga penyakit yang dialaminya. Termasuk pemindahan tugas Ibu Maya.

Sila dan Bima merasa sangat sedih mendengar kehidupan Kia, pantas saja tubuh kia terlihat sangat lemah dan wajahnya sangat pucat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!