Rima tersenyum dan tetap menelan nasi goreng yang katanya enak itu, bibirnya menahan senyumnya melihat ekspresi wajah Aditya yang sebelumnya begitu percaya diri tetapi kini mendadak kecut.
"Asin," keluh Aditya dan meneguk mineral sebanyak-banyaknya agar menghilangkan rasa asin pada lidahnya, tidak lupa tangannya menggaruk kepala yang mendadak gatal karena nasi goreng spesial buatan tangannya.
Rima tersenyum tetapi tangannya mengambil mineral dan ikut meneguknya, Aditya masih saja menggaruk kepalanya merasa malu tapi juga lucu.
"Maaf ya! aku hanya mencoba untuk membuat mu bahagia tapi ternyata..." Aditya menunjukkan ekspresi wajah murung sambil mengangkat kedua bahunya.
Pada dasarnya tidak pandai dalam urusan memasak jadi itulah hasilnya, sedangkan Rima lagi-lagi tersenyum melihatnya, dirinya sendiri mulai merasa ternyata Aditya begitu tulus mencoba walaupun tidak berhasil bukanlah hal yang buruk, tetapi suatu nilai positif yang harus dihargai.
Ya, Rima sangat menghargai kerja keras dan usaha Aditya padahal bisa saja menyuruh seseorang untuk memasak.
Sayangnya lebih memilih diri sendiri
"Aku aja yang masak," Rima pun bangun dari duduknya dan berjalan ke arah kulkas.
Aditya tersenyum malu, walaupun demikian tentunya hati terus saja berbunga-bunga semoga saja rumah tangganya bersama Rima bisa sampai selamanya sekalipun pasti akan ada goncangan tetap bertahan tanpa rasa lelah, sedangkan Rima melihat ada banyak bahan makanan yang membuatnya lebih mudah untuk memasak tetapi mengapa ada banyak bahan makanan?
"Tadi aku sendiri yang berbelanja waktu kamu tidur, aku pergi ke supermarket di depan sana aku beli saja apa yang menurut aku pas untuk dibeli, eh pas mau masak aku bingung mau masak apa akhirnya kembali ke bahan utama telur," jelas Aditya.
Rima menoleh pada Aditya, dirinya bertanya di dalam hati tetapi kenapa dia malah menjawabnya. mungkinkah Aditya tahu isi kepalanya?
"Kok bengong?" tanya Aditya.
"Nggak apa-apa, kulkas ini dingin aja," jelas Rima sambil menutupnya kembali dan berjalan ke arah wastafel.
"Sejak kapan kulkas hangat?" tanya Aditya malah kebingungan.
"Mungkin setelah mengenal cinta," ucap Rima.
Rima pun mengangkat bahunya seolah tidak tahu tapi kini dirinya tahu bahwa Aditya tidak lebih dingin dari kulkas tersebut.
"Ah!" Aditya tertawa setelah mendapatkan sindiran.
"Perlu dibantuin nggak?"
Rima tersentak saat Aditya memeluknya dari belakang, sejenak Rima menutup mata merasa tidak karuan, hingga akhirnya tangan Aditya memegang tangannya yang tengah mencuci daging ayam pada air yang mengalir, Rima tidak berkata-kata sama sekali akhirnya mencuci ayam tersebut dengan tangan Aditya yang juga memegang tangannya.
"Mas ini kompornya di mana?" Rima pun bertanya dengan bodohnya.
Di rumahnya hanya ada kompor gas biasa sedangkan di apartemen tersebut kompor listrik bahkan hanya rata seperti meja kosong saja, Aditya pun mengarahkan tangan rima dan akhirnya meletakkan wajan di atasnya, memasukkan satu persatu ayam ke dalamnya.
"Hehehe Maaf ya Mas aku jagonya masak pakai kayu," kata Rima sambil terkekeh malu.
"Kamu bisa memasak dengan kayu?" Aditya benar-benar terkejut mendengarnya.
"Di rumah Ibu adanya kompor gas biasa dan kayu," jawab Rima.
"Hebat! jarang sekali ada perempuan yang masih bisa memasak dengan kayu, kapan-kapan kita ke rumah Ibu menginap di sana dan kita masak bersama pakai kayu," ujar Aditya dengan penuh semangat.
Rima pun menoleh ke belakang bingung dengan maksud Aditya, mungkinkah suaminya itu mengejek dirinya? apa mungkin seorang Aditya mau menginap di rumahnya?
"Kenapa?"
"Mas mau nginep di rumah orang tua ku?" tanya Rima.
Aditya mengangguk dan mencium bibir Rima, saat Rima akan kembali melihat ke depan malah Aditya menahan tengkuknya, Rima hanya diam dan menerima hingga perlahan menutup mata dan menikmati dengan penuh damba, melihat Rima yang menerima Aditya pun terus melanjutkan sampai akhirnya ada aroma yang tercium menyeruak masuk ke dalam indra penciuman keduanya.
Aditya pun menjauh dan menatap Rima.
"Mas ngerasa ada yang gosong?" tanya Rima.
"Iya," Aditya pun mengangguk membenarkan.
Hingga mata keduanya membulat.
"Ayam!"
Rima pun cepat-cepat melihat dan ternyata sudah gosong.
"Ini gara-gara Mas sih," kesal Rima menatap masakannya.
"Hehehe," Aditya terkekeh kecil sambil menggaruk kepalanya, terlalu asik membuat lupa jika sedang memasak hingga akhirnya terdengar suara petir yang menggelegar.
Rima terkejut dan memeluk Aditya dengan cepat melindungi diri dari ketakutannya.
"Tidak apa-apa itu hanya suara petir," Aditya pun semakin memeluk Rima mencium kening Rima hingga beberapa kali.
"Kamu takut petir?" tanya Aditya.
"Aku cuma terkejut saja," Rima pun menjauh dan merasa malu.
"Ya sudah kita pesan makanan saja, ini sudah larut, anak Mas sudah lapar kayaknya," Aditya mengelus perut Rima kemudian mengambil ponselnya untuk memesan makanan restoran agar lebih cepat makan.
"Tinggal menunggu saja," Aditya mengangkat Rima untuk duduk di ruang tv menunggu makanan sampai.
"Mas aku udah bisa jalan," ucap Rima.
"Mas yang udah kebiasaan gendong kamu," akhirnya Aditya duduk di sofa dengan Rima yang duduk di pangkuannya.
Rima mencoba turun tetapi tidak di izinkan sama sekali.
"Di sini saja,"
Rima pun terdiam walaupun terasa tidak nyaman dirinya masih butuh waktu untuk yang seperti ini.
"Kenapa?"
Rima menggeleng tanpa kata, dirinya juga tidak tahu kemana nyali yang selama ini begitu besar, mendadak menjadi pendiam dan penurut tanpa bantahan apa-apa.
"Mulai sekarang kamu tidak usah bekerja di rumah sakit lagi,"
"Aku minta maaf Mas, tapi untuk itu sepertinya tidak bisa soalnya Bapak sekarang sakit pasti nggak bisa jualan di pasar," tolak Rima dengan nada suara yang rendah.
"Soal Ibu dan Bapak biar aku yang pikirkan yang penting kamu dan anak kita nggak kecapean,"
"Mas, kok ada yang ngeganjal ya?" tanya Rima dengan tiba-tiba.
Aditya mengangkat sebelah alisnya berpikir keras tentang jawaban untuk pertanyaan Rima.
"Iya deh Mas," Rima bergerak kemudian ingin turun dan melihat dengan mata kepalanya agar lebih pasti.
"Itu anu... itu ponsel tidak apa-apa dan di sini saja," Aditya pun tetap memeluk Rima yang berada di atas pangkuannya.
"Mas kok aku..." wajah Rima pun mendadak memucat setelah mengetahuinya.
"Mas aku turun"
"Di sini saja nanti turun setelah dia turun,"
"Mas ishhh," Rima benar-benar malu sekali untuk yang itu rasanya masih sangat sulit.
Padahal sudah begitu sering Aditya menyentuhnya hanya saja kali ini berbeda dirinya mulai merasa debaran aneh sehingga lebih menikmati setiap sentuhan Aditya.
"Kenapa?"
Aditya pun mencium bibir Rima dengan kasar kemudian tangannya menelusup masuk ke dalam dress berwarna putih yang masih melekat di tubuh Rima merasa nyaman Rima pun mencoba untuk membalas sehingga tanpa sengaja Rima menggigit bibir Aditya.
"Mas maaf,"
"Ternyata kamu ganas juga ya," ucap Aditya sambil tertawa.
"Hem," Rima menutup wajahnya dengan kedua tangannya menahan malu yang tidak terkira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 253 Episodes
Comments