Rima pun terbangun dari tidurnya ternyata hari sudah mulai gelap Rima pun mencoba untuk bangkit dari ranjang kemudian segera menuju kamar mandi untuk mencuci wajah agar lebih segar, setelah keluar dari kamar mandi Rima pun mendengar suara ponselnya ternyata yang menghubungi adalah Mia.
"Halo Bu," Rima pun duduk di sofa sambil menjawab panggilan telepon dari Mia.
"Operasi Bapak kamu berjalan lancar, tolong bilang terima kasih pada suamimu, dia sudah membayar biaya operasinya sampai akhirnya Bapak bisa dioperasi," papar Mia dari balik sambungan telepon seluler.
Rima terkejut mendengarnya bahkan dirinya tidak tahu sama sekali, baik perihal operasi Mamat maupun soal biaya.
"Rima kamu masih mendengar ibu kan?" Mia yang tidak mendengar suara Rima pun bertanya, mungkinkah panggilan sudah terputus?
"I... iya Bu, a... aku masih dengar," suara Rima terbata-bata dirinya masih kebingungan sehingga sulit untuk berkata-kata.
"Sekali lagi tolong katakan pada suamimu, Ibu ucapkan terima kasih banyak biayanya tidak sedikit malahan Ibu sudah berpikir untuk menjual rumah kita, tapi mau tinggal di mana Ibu dan Bapak setelah itu, sampai akhirnya Dokter mengatakan Bapak mu bisa dioperasi dan biayanya sudah ditanggung oleh suami mu," Mia terus saja berbicara.
Dirinya yang bahagia tidak bisa mengucapkan hanya dengan kata-kata, tetapi dirinya juga tidak berani untuk mendatangi kediaman Aditya.
Mia takut nantinya Aditya malu memiliki mertua miskin seperti dirinya, saat ini yang terpenting adalah Rima bisa bahagia itu saja.
"Bu, Bapak dioperasi?" kini Rima mencoba untuk bertanya melihat ada gelas berisi air di atas meja seketika meneguknya.
Dirinya ingin menetralkan jantung yang berdebar kencang karena tidak mengetahui apapun.
"Iya kenapa kamu bertanya?" kini Mia yang kembali bertanya-tanya putrinya terkesan tidak mengetahui apapun.
"Kapan Bu?" tanya Rima lagi.
"Pagi tadi sebenarnya Dokter sudah mengatakan kemarin karena ada sedikit masalah pada kepala Bapak harus segera dioperasi, awalnya Ibu mau ngomong ke kamu mau bilang kalau rumah mau Ibu jual untuk biaya Bapak," jelas Mia dari balik sambungan telepon.
"Aku nggak tahu Bu kalau aku tahu pasti sekarang nungguin Ibu saat Bapak berada di ruangan operasi," jelas Rima dengan perasaan malu.
Di saat Bapaknya yang tengah berada di ruang operasi malah dirinya tidur dengan nyenyak istirahat seolah hanya memikirkan diri sendiri padahal ada seorang pria paruh baya yang sangat dicintainya sedang membutuhkan doa dan semangat darinya.
"Tidak apa-apa, mungkin suamimu tidak mau kamu sakit karena terlalu stress, jaga kandungan mu baik-baik ya jangan sampai kenapa-kenapa nanti kalau sudah sembuh dan kalau diizinkan suami mu jenguk Bapak ya," setelah selesai berbicara akhirnya panggilan telepon pun berakhir.
Rima menyisir rambutnya ke belakang sesaat kemudian berpikir keras tentang Aditya ternyata mengeluarkan uang untuk operasi Bapaknya.
Ingatan Rima pun kembali pada beberapa saat lalu saat pagi menjelang siang pulang ke rumah saat itu Aditya menerima panggilan telepon.
"Lakukan saja biaya tidak masalah Dok,"
Itulah kata yang diucapkan oleh Aditya, mungkinkah kata 'biaya' tersebut untuk biaya Bapaknya? Rima pun menatap ranjang yang kosong dalam hati bertanya-tanya kemana perginya Aditya? dengan langkah kaki yang pelan Rima pun keluar dari kamar mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Aditya sampai akhirnya mendengar suara, Rima pun mencoba melihat ternyata ruangan tersebut adalah dapur Aditya tengah berkutat dengan peralatan dapur di sana, Rima hanya berdiri di depan pintu sambil memegang ponsel dan melihat Aditya yang berdiri memunggungi nya.
"Kamu sudah bangun?" Aditya bertanya padahal belum juga menoleh pada Rima.
Rima pun mengangguk kemudian melangkah perlahan mendekati Aditya.
"Mas udah masak karena kamu sudah bangun jadi kita makan saja sekarang," tutur Aditya sambil meletakkan telur dadar di tangannya pada meja.
Rima hanya melihat nasi goreng dan telur dadar saja walaupun begitu tapi Aditya sudah mencoba untuk memasak.
"Kenapa masih berdiri? duduk" Aditya menarik kursi dan meminta Rima untuk duduk di sampingnya.
Rima pun mengangguk lemah, kemudian mendekati kursi yang disiapkan Aditya untuknya lalu duduk seperti perintah dari suaminya itu.
"Rasanya mungkin tidak terlalu enak tapi coba saja, tadi juga resepnya dari nenek gel alias nenek Google," ucap Aditya.
"Mas" panggil Rima dengan suara pelan.
Aditya sejenak mematung, tangannya yang tengah menyendok nasi pada piring Rima mendadak kaku, panggilan Rima barusan membuatnya sedikit terkejut, benarkah Rima memanggilnya dengan semanis itu? hati Aditya terasa begitu bahagia tidak terkira telinganya tidak akan salah dalam mendengar suara.
"Ya," Aditya menghentikan aktivitasnya dan menatap Rima dengan serius.
Rima merasa bingung harus mengatakan apa, masih berdiri sambil mencengkram ponselnya.
"Kenapa?" Aditya tersenyum kecil menatap wajah Rima, menunggu sesuatu yang akan diucapkan oleh istrinya tersebut.
"Mas aku mau ucapin terima kasih," ucap Rima dengan suara pelan dan ragu-ragu bahkan hingga meneguk saliva beberapa kali.
"Untuk?" tanya Aditya.
"Biaya operasi Bapak," jawab Rima.
Aditya mengangguk mengerti tapi merasa tidak pernah memberitahukan pada siapapun lantas mengapa Rima tahu?
"Mas kira-kira aku harus bayar kapan?" tanya Rima.
Aditya tersenyum mendengar pertanyaan Rima.
"Dengan kamu terus bersama Mas sudah cukup," jawab Aditya.
"Berarti Mas beli aku dong?" ucap Rima.
"Duduk,"
Akhirnya Rima duduk setelah Aditya menuntunnya. Begitupun dengan Aditya duduk di samping Rima.
"Jangan berpikir begitu uang suami itu uang istri juga, orang tua kamu sama dengan orang tua aku, justru aku mau berterima kasih kepada mereka karena sudah melahirkan istriku," Aditya memegang kedua pipi Rima dan menatapnya penuh cinta.
Rima tidak tahu harus bagaimana, lagi-lagi jantungnya terasa berdenyut, mengapa sekarang dirinya mendadak menjadi wanita pendiam?
Ini bukan Rima!
"Makasih ya Mas," Rima pun memeluk Aditya sebagai rasa bahagia.
Memberanikan diri untuk memulai sebagai bentuk menghargai Aditya, suaminya yang sudah memberikan segalanya, termasuk biaya operasi Bapaknya juga, orang baru dikenalnya tapi sudah berusaha untuk membuatnya bahagia.
Lagi-lagi Aditya tersenyum bahagia saat Rima memeluknya mengingat selama ini itu tidak pernah terjadi, dengan cepat Aditya pun membalas pelukan Rima tidak kalah eratnya.
"Kita makan ya," Aditya melepaskan dirinya, mengusap air mata Rima yang lagi-lagi menetes dari pelupuk mata indahnya.
Rima pun mengangguk dengan perasaan lebih baik.
"Ini kamu harus mencobanya," Aditya pun menyuapi Rima.
Rima membuka mulutnya dan menerima suapan pertama.
"Bagaimana?" Aditya tersenyum bersiap-siap menerima pujian dari Rima, sungguh ini adalah suatu hal yang terdengar aneh namun begitu istimewa bagi seorang Aditya.
Rima pun mengangguk sambil terus mengunyahnya.
"Mas nggak makan?"
"Makan dong," dengan semangat Aditya pun menyendok nasi ke dalam mulutnya tetapi mendadak matanya melebar dan memuntahkan kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 253 Episodes
Comments
Rabiatul Addawiyah
Lanjut thor
2023-02-13
1
Rahmad Wicakj Sono
lanjut kak
2023-02-12
0