"Kamu kedinginan?"
Rima menggigil dengan keringat dingin mulai membasahi tubuh, demamnya semakin tinggi membuatnya tidak dapat memejamkan mata.
Dengan sabar Aditya mengompres air hangat sekalipun sudah hampir subuh, semalam Aditya tidak tidur sama sekali menjaga Rima hingga akhirnya terlelap setelah merasa lebih baik.
Pagi harinya Rima pun terbangun Aditya pun terlelap dengan asal di samping Rima, rasa kantuk tidak dapat terbendung lagi setelah Subuh tadi sedangkan dari arah lainnya terdengar suara ketukan pintu sesaat kemudian gagang pintu pun bergerak.
Arini masuk dengan senyuman merah merekah membawa sarapan pagi sedangkan Nayla berjalan di belakang Arini dengan membawa buah yang sudah dipotong-potong olehnya.
"Ternyata kamu sudah bangun," Arini pun meletakkan nampan di tangannya pada meja nakas.
"Bagaimana hari ini?" tanya Nayla ikut meletakkan buah di tangannya pada meja nakas juga.
"Aku tidak kuat bau bubur ini," dengan cepat Rima menuruni ranjang segera menuju kamar mandi beruntung masih sempat muntah di dalam kamar mandi. Tidak seperti malam tadi yang muntah di tempat tanpa sempat berpindah.
Arini pun menyusul dan membantu memijit tengkuk Rima hingga akhirnya terasa lebih baik.
"Sepertinya kamu sama seperti Mama, dulu Mama juga begitu sedikit saja mencium aroma makanan langsung muntah," ucap Arini memapah Rima untuk kembali beristirahat pada ranjang.
"Ma bubur ini bisa dibawa keluar saja?" Rima menutup hidungnya berusaha menahan aroma yang masuk menyeruak aroma penciuman.
"Tidak masalah," segera Arini meminta tolong pada Nayla untuk membawanya keluar.
"Kalau begitu kamu sarapan pagi ini makan roti dan buah saja yah? tunggu biar Mama ambilkan," Arini bergegas keluar.
"Ma, aku bisa ambil sendiri," ucap Rima merasa tidak enak merepotkan Mama mertuanya.
Arini yang sudah berdiri di depan pintu pun sejenak berhenti melangkah, tersenyum sambil menoleh sejenak pada Rima setelah itu langsung menuju dapur untuk mengambilkan roti.
Kembali ke kamar dan meminta Rima untuk memakan roti buatannya, sebenarnya Rima sama sekali tidak ingin makan entah mengapa kini selera makannya terasa hilang, tetapi tidak enak pada Arini yang sudah susah payahnya menyiapkan sarapan, akhirnya Rima memaksakan sedikit untuk mengisi perut laparnya sedangkan Aditya masih terlelap dalam tidur, tidak terusik sama sekali mungkin karena semalam suntuk tidak tidur.
"Minum susunya," ucap Arini lagi.
Rima pun menurut, setelah itu menelan obat yang sudah diberikan oleh Devan kemarin hari.
"Sekarang kamu istirahat lagi, muka kamu masih pucat begitu," ucap Arini.
Rima mengangguk, namun kemudian mendengar suara ponselnya berdering, tapi di mana ponsel itu? sebab Aditya mengambilnya dan belum mengembalikan padanya.
"Itu suara ponsel!" Arini juga mendengar.
"Sepertinya dari saku jaket suamimu," kata Arini menunjuk jaket yang terletak asal di atas sofa.
"Itu ponselku Ma," ucap Rima.
"Biar Mama ambilkan," Arini langsung bergegas mengambilnya dan memberikan pada Rima.
"Terima kasih Ma," ucap Rima.
"Iya tidak masalah, sekarang kamu jawab dulu sepertinya Mama lihat ada nama Bapak kamu di layar ponselnya," ucap Arini.
Rima pun mengangguk dan menerima panggilan tersebut.
"Halo Pak!" jawab Rima setelah panggilan terhubung.
"Ini Ibu, Bapak kamu pagi tadi jatuh dari motor, diserempet!" kata Ibu Rima dari seberang sana.
"Ya ampun Bu, terus bagaimana keadaan Bapak, Bu?" Rima pun mulai panik perihal keadaan sang Bapak.
"Kata Dokter Bapak belum boleh pulang, Ibu tidak punya uang Nak, boleh tidak Ibu gadaikan sepeda motor kamu, Ibu butuh uang walaupun belum tentu cukup," ucap Ibu Rima dengan memohon berharap Rima menyetujuinya.
"Jual saja Bu, nggak apa-apa," Rima sebenarnya sangat menyayangi sepeda motor matic nya tersebut, itu adalah hasil keringatnya sendiri membeli dengan mencicil setiap bulannya tapi kesehatan Bapaknya jauh lebih berharga, jika nanti bisa membeli pasti Rima akan membelinya lagi.
"Kamu yakin dijual kalau digadai bisa ditebus lagi Nak?" ibu Rima merasa tidak enak, karena mengingat itu adalah hasil keringat Rima sendiri.
"Nggak apa-apa Bu, kalau digadai nanti uang dari mana untuk menembusnya, Ibu juga akan kepikiran terus, jual aja Bu nggak apa-apa," Rima berusaha meyakinkan Ibunya, dirinya benar-benar tidak ingin kehilangan sang Bapak.
"Ya sudah kalau kamu izinkan, tolong jenguk Bapak, Bapak belum sadar," ucap Ibu Rima lagi.
"Iya Bu, aku ke rumah sakit sekarang," ucap Rima.
Panggilan pun terputus mungkin karena Ibu Rima kehabisan pulsa.
Rima pun bergegas turun dari ranjang untuk membersihkan diri ke kamar mandi, tidak ada waktu untuk istirahat keadaan Bapaknya kini sangat mengkhawatirkan.
"Rima kamu mau ke mana?" Arini bingung melihat Rima yang sudah berada di dalam kamar mandi, Rima pun bergegas memakai pakaian bersih.
"Ma aku ke rumah sakit dulu, mau lihat keadaan Bapak," dengan cepat Rima keluar dari kamar dan segera menuju ke rumah.
Awalnya dirinya ingin menuju rumah sakit tetapi tidak, lebih baik ke rumah untuk menjual sepeda motornya meminta sopir taksi untuk berbelok ke arah menuju rumah sederhana milik kedua orang tuanya, Rima pun menghubungi Ibunya mengatakan biar dirinya yang menjual sepeda motor sedangkan Ibunya biar menunggui Bapaknya saja yang masih belum sadarkan diri.
Sampai di rumah Rima pun segera membuka pintu beruntung dirinya selalu membawa kunci sehingga memudahkan untuk masuk kapan saja, Rima menatap sepeda motornya kemudian mengusap air matanya.
"Kesembuhan Bapak adalah segalanya," ucap Rima berusaha menyemangati dirinya.
Setelah itu Rima masuk ke dalam kamar mengambil tas branded yang dulu pernah dibelinya dari hasil bekerja sama dengan Nayla untuk menggoda Aditya.
"Kita juga harus berpisah," kata Rima seolah berbicara pada barang kesayangannya itu.
Tidak ingin larut dalam kesedihan Rima pun segera menuju toko yang biasa membeli tas branded bekas, setelah uang masuk ke rekeningnya segera Rima menuju agen sepeda motor dan menjualnya juga.
Akhirnya Rima melihat saldo di rekeningnya sudah bertambah, paling tidak untuk pengobatan ayahnya cukup pikirnya.
Sesaat kemudian kepala Rima terasa pusing segera menaiki taksi dan menuju Rumah Sakit dengan wajah semakin pucat.
"Hueekkkkkk," Rima menahan mual saat aroma jeruk pada taksi itu menyeruak masuk ke dalam rongga hidungnya.
Sampai di depan rumah sakit Rima memuntahkan cairan, menahan sejak tadi membuatnya merasa sangat tersiksa, sampai akhirnya Rima berjalan masuk dan menuju ruangan di mana Bapaknya dirawat.
"Rima muka kamu pecat sekali," Ibu Rima begitu terkejut melihat keadaan putrinya.
"Bu, aku haus, kepalaku juga pusing banget," Rima pun memijat kepalanya yang terasa berat.
"Kamu sedang sakit?" tanya Ibu Rima.
Rima mengangguk.
"Aku hamil Bu," ucap Rima.
"Syukurlah," di satu sisi Ibu Rima bahagia akan memiliki cucu, tetapi di sisi lainnya suaminya masih juga belum sadarkan diri.
"Ibu belikan minuman, kamu tunggu di sini!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 253 Episodes
Comments
Ummu Sakha Khalifatul Ulum
Rima itu istri gak tahu diri, baca novel ini dari awal kirain Rima ini anak orang kaya, makanya dia belagu selingkuh, eh tahunya orang tuanya kere 🤦♀🤦♀
Rima rima terima aja keadaan, yong Aditya segitu baiknya mau apalagi
lanjut thor semangat terus dalam berkarya 💪💪💪
2023-06-08
0
Adi Wawan
lanjut Thor pengen cerita aditya
2023-02-04
0
ATIN Supriatin
lanjut
2023-02-03
0