Begitulah Jesika terus mencoba untuk dekat dengan Jonathan. Sekarang, sudah satu minggu dia belajar berbaur dengan kehidupan barunya.
Kehidupannya yang baru tidak cukup buruk dari yang sebelumnya. Di sini, meski dia dianggap sama oleh sebagian pelayan, tapi tetap saja, dia masih dihormati. Dia masih dianggap tinggi oleh sebagian pelayan yang lainnya.
"Dia itu dinikahkan hanya untuk dijadikan pembantu bagi tuan muda. Lalu, kenapa kita harus menghormati dia?" Salah satu pelayan yang tidak suka Jesi berucap lantang saat melihat Jesika dari kejauhan.
"Tapi tetap saja, dia itu nona di sini, kan? Dia tetap istri tuan muda. Jadi, kita wajib menghormati dia."
"Yah, aku dengar, dia perempuan yang dipilih secara langsung oleh tuan besar. Jangan cari masalah dengannya atau kamu akan berurusan dengan tuan besar," ucap yang lainnya pula.
"Tapi, aku dengar, Nyonya kita tidak suka dia. Dia itu hanya anak angkat yang tidak tahu siapa latar bekang orang tua juga apa kedudukannya. Dia tidak cocok dengan tuan muda kita yang punya nama besar. Meski tuan muda kita sakit, tapi tetap saja, dia anak keluarga Wijaya yang terpandang. Satu-satunya pewaris keluarga ini."
"Tapi apa kamu tahu? Dia itu bisa sangat akrab dengan tuan muda hanya dalam hitungan jam. Kita yang sudah bekerja di sini selama bertahun-tahun saja masih tidak bisa berhadapan langsung dengan tuan muda."
Begitulah, obrolan demi obrolan antara dua kubu yang sama-sama membicarakan Jesi hampir setiap hari sejak kedatangan Jesi di rumah ini. Jesi tahu, tapi dia tidak ingin ambil pusing. Karena apa yang telah dia lalui, sudah membuatnya pintar untuk menutup telinga dan berpura-pura tidak mendengar apa yang orang lain bicarakan tentang dia.
Satu minggu bersama dengan Jonathan, Jesi sedikit merasakan kehangatan. Dan, bersama dengan Jonathan kini adalah kebahagiaan tersendiri baginya. Meskipun, pria itu masih tetap tidak bicara sepatah katapun pada Jesi selama mereka bersama. Tapi Jesi merasa bahagia akan apa yang dia lalui selama satu minggu terakhir ini.
"Jona. Apa kamu ingin keluar sekarang?" tanya Jesi berusaha untuk mengubah suasana mereka. Dia ingin Jona menikmati suasana hangat dan hembusan angin di luar ruangan.
Tapi, Jona langsung menggelengkan kepalanya. Tanda dia tidak ingin melakukan apa yang Jesi katakan.
"Kamu tidak mau? Baiklah, aku tidak akan memaksa. Kita akan berada di dalam kamar saja sekarang."
"Mm ... tapi apa kamu tidak merasa bosan dengan ruangan ini? Tidak melakukan apapun selain duduk melihat ke arah luar dari jendela kamarmu ini?"
"Oh, aku tahu. Bagaimana jika kita nonton vidio saja lewat ponselku? Karena di kamar ini tidak ada televisi, maka kita hanya bisa nonton vidio lewat ponsel saja."
"Tunggu ya," ucap Jesi sambil merogoh saku celana untuk mengeluarkan ponsel usang yang selalu dia bawa ke manapun dia pergi.
Jesika pun langsung mengutak atik ponsel usang tersebut dengan lincah. Saat dia membuka aplikasi, langsung muncul berita tentang kelahiran anak pertama dari pasangan terkenal pewaris terkaya di kota tersebut.
Reaksi yang Jona berikan sungguh luar biasa. Saat mendengar berita itu, dia langsung meraih ponsel yang ada di tangan Jesi dengan cepat.
Tentu saja Jesi sangat terkejut karena ulah Jona barusan. Dengan mata melebar, Jesi menatap Jona sambil memanggil nama pria itu dengan nada sedikit tinggi.
"Jona!"
"Tidak! Mereka berbahagia sejak awal hingga sekarang. Mereka terus tersenyum tanpa memikirkan aku sedikitpun. Mereka tertawa di atas penderitaan ku. Tidaaak ...!"
Pletak! Bunyi ponsel usang Jesi yang Jona banting dengan keras. Gawai usang itupun berserakan di atas lantai dengan kaca yang terpisah dari badannya.
"Tidak! Kalian bahagia tanpa aku! Kalian terus bahagia tanpa sedikitpun memikirkan aku. Jangankan datang untuk menemui ku, menanyakan kabarku saja tidak. Kalian kejam! Sangat kejam!"
"Jona! Apa yang kamu katakan!?"
Prak! Bukannya menjawab pertanyaan Jesika, Jona malah memukul cermin kaca yang ada di dekatnya mengunakan tangan.
"Kalian kejam ...!" Jona kembali berteriak dengan keras.
"Jona! Kuasai dirimu!" Jesika berusaha menenangkan Jonathan yang kini tak ubah banteng besar yang tengah menggila.
"Minggir! Siapa kamu beraninya memerintah aku, hah!" Jona berucap sambil mendorong tubuh mungil Jesi sehingga tubuh itu kehilangan kendali dan terjatuh ke lantai.
"Auh." Jesika mengeluh karena pantatnya terhempas dengan sangat keras ke lantai.
Sementara Jesi sedang menahan sakit. Jona tidak menghiraukan keadaan Jesi. Dia malah sibuk dengan urusannya.
Jonathan langsung mengambil serpihan cermin kaca yang pecah. Lalu, tanpa menunggu aba-aba lagi, setelah cermin ada di tangannya, Jona langsung menggoreskan cermin tersebut pada pergelangan tangan dengan kuat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
𝐀⃝🥀𝐑𝐚𝐧 ℘ṧ㊍㊍👏
pasti yg di maksud dlam berita tersebut adlah Kekasih dan sahabat yg telah mengkhianati Jona, 😌
2023-02-12
1