Pintu kamar terbuka. Dari pintu tersebut muncul Jaka yang sedang memasang mimik wajah tidak enak dilihat.
"Kak Jaka."
"Apa yang mama katakan padamu tadi?" tanya Jaka dengan cepat tanpa basa basi lagi.
Jesika langsung membalas tatapan Jaka dengan tatapan yang sama. Anak mata mereka beradu pandang saat ini.
"Mama ... mama ... dia ingin ... aku .... "
"Kenapa harus menjawab dengan kalimat yang terbata-bata, Jesika? Apa yang kamu takutkan, hm?"
"Kaka sudah tahu apa yang mama katakan padaku, bukan? Jadi, kenapa harus bertanya lagi?" Kini, Jesika berucap lancar dan terdengar sangat tegas.
"Iya. Aku memang sudah tahu apa yang akan mama bicarakan dengan kamu. Itu pasti soal pernikahan dengan pria gila itu. Iya, kan?"
"Tapi, bukan itu pokok permasalahannya. Aku datang ke sini hanya ingin tahu, apa kamu setuju atau tidak dengan permintaan mama. Semoga kamu tidak mengecewakan hati kakak angkat mu ini, Jesi."
Dengan tatapan lekat, Jesi menatap wajah Jaka. Dia tidak mampu menjawab apa yang Jaka tanyakan. Karena sesungguhnya, jawaban itu memang akab membuat hati Jaka sedih.
"Kak Jaka. Aku lupa mematikan kran air hangat tadi. Pembicaraan kita, sambung nanti saja," ucap Jesi sambil beranjak ingin meninggalkan Jaka.
Namun, dengan cepat Jaka menahan tangan adik angkatnya itu. "Tunggu! Kaka tahu kamu hanya beralasan saja. Kaka tidak terima alasan itu, Jesika."
"Aku tidak beralasan, kak. Itu benar. Airnya mungkin sudah tumpah. Aku harus pergi sekarang."
Ucapan itu itu tidak membuat Jaka melepaskan tangan Jesi. Dia tetap menahan tangan itu sampai si pemilik tangan tidak bisa beranjak.
"Kak Jaka."
"Tidak perlu berbohong hanya untuk menghindar dari kakakmu ini, Jesika. Kaka tahu siapa kamu. Karena sejak kecil, kita sudah bersama."
"Kamu juga tidak perlu menjawab pertanyaan kakak. Karena kakak sudah tahu apa jawabannya."
Keduanya sama-sama terdiam dengan mata yang saling tatap. Lalu, perlahan tangan yang Jaka genggam terlepas dengan sendirinya.
"Entah kapan baru kamu bisa menuruti apa yang kakak katakan, Jesi. Sejak kecil, hingga dewasa seperti sekarang, kamu sama saja. Tidak pernah sekalipun kamu mau menuruti apa yang kakak katakan. Kamu bikin kakak sangat kecewa padamu."
Selesai berucap, Jaka langsung beranjak meninggalkan Jesika. Kepergian Jaka itu cukup membuat hati Jesika merasa sedih. Karena memang, dia selalu saja mengabaikan apa yang kakak angkatnya itu katakan. Yang dia utamakan hanyalah ucapan mama angkatnya.
Jesika tidak berniat mengejar Jaka. Dia malah menutup pintu kamar rapat-rapat. Lalu, menyandarkan diri di daun pintu. Buliran bening pun jatuh dengan perlahan.
'Maafkan aku, kak Jaka. Aku selalu mengecewakan hatimu sejak kecil hingga dewasa seperti saat ini. Aku melakukan semua ini demi papa. Demi kamu juga. Karena hanya kalian yang selalu baik padaku. Maka dari itu, aku tidak ingin kalian dapat masalah hanya karena aku. Sudah cukup aku buat kalian terbebani hanya karena ingin membela aku. Jadi, selagi aku bisa, maka aku tidak akan menambah beban buat kalian.'
Jesika berkata dalam hati sambil menutup matanya. Dia sangat ingin melupakan semua kenangan pahit yang selama ini dia lalui. Tapi sayang, semua itu seakan melekat tanpa bisa dia hilangkan walau sedikitpun.
.....
Malam harinya, keluarga Emily makan seperti biasa. Namun, baru juga makan beberapa sendok nasi, Jaka mulai angkat bicara. Memecah keheningan makan malam mereka.
"Aku ingin bicara dengan mama sekarang." Jaka berucap cepat dengan nada sedikit tinggi dan terdengar agak kesal.
Emily yang mendengar ucapan itu, tidak menanggapi dengan wajah kaget. Dia malah memasang wajah datar seperti tidak terjadi apa-apa saat ini.
"Mau bicara apa? Katakan saja!" ucap Emily masih sibuk dengan kegiatan makannya.
"Ini soal perjodohan antara Jesika dengan pria gila pewaris Wijaya grup yang mama banggakan itu."
Sontak, tangan Emily yang sedang memegang sendok langsung tertahan. Mulutnya yang saat ini mengunyah makanan pun berubah menjadi terdiam.
"Mama bisa gak sih? Jangan paksa Jesika lagi? Sudah cukup dia selama ini melakukan apa yang mama inginkan. Dia sudah banyak membalas jasa buat keluarga kita. Jadi tolong, jangan korbankan dia untuk sesuatu yang tidak benar, Ma."
"Jaka! Tahu apa kamu tentang semua itu, hah! Jangan pernah campuri urusan yang tidak ada sangkut pautnya dengan kamu. Jangan bikin mama marah, Jaka!"
"Tidak bisa, Ma. Kali ini aku tidak bisa tinggal diam. Aku .... "
"Cukup! Aku bilang jangan campuri urusan yang tidak ada sangkut pautnya dengan kamu! Kenapa kamu tidak mengerti juga, hah?"
"Iya nih, Ma. Kak Jaka itu memang tidak ada ada segan-segan nya sama mama. Gak ada sopan santun sedikitpun sama mama sendiri," ucap Mila berusaha menambah keruh suasana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Eric ardy Yahya
palingan si mulut kompor ini Bakalan kena hukuman di mana mulutnya akan mengeluarkan nanah dan gak bisa bicara lagi karena tenggorokannya akan digerogoti oleh belatung .
2024-01-28
0
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻𝘼𝙎𝙍𝙄k⃟K⃠
serba salah,kalau menentang mama angkatnya dia juga durhaka meski hanya mama angkat sekalipun itu tetaplah walinya
2023-02-24
0
🏘⃝Aⁿᵘ𝐀⃝🥀му𒈒⃟ʟʙᴄ𝐙⃝🦜ˢ⍣⃟ₛ
heleh si kang kompor 😏😏
2023-02-23
0