"Iya nih, Ma. Kak Jaka itu memang tidak ada ada segan-segan nya sama mama. Gak ada sopan santun sedikitpun sama mama sendiri," ucap Mila berusaha menambah keruh suasana.
"Diam, Mila! Ini urusan mama sama kakak kamu. Jangan ikut campur dengan urusan yang tidak ada sangkut pautnya dengan kamu. Jangan tambah kekesalan mama pada kalian semua. Kalian mengerti?"
"Aku hanya ngomong aja kok, Ma. Nggak maksud buat ikut campur." Mila masih berusaha membela diri.
Perbuatan Mila langsung mendapat tatapan tajam dari sang mama. Tentu saja hal itu langsung membuat Mila bungkam secepatnya.
Selanjutnya, Emily langsung menghentikan kegiatan makan malam yang baru juga beberapa sendok yang dia masukkan ke dalam mulut. Dia tatap wajah Jesika dengan tatapan kesal.
Tatapan itu langsung membuat Jesika menundukkan wajahnya. Bukan karena takut, tapi karena merasa tidak enak hati. Lagi-lagi, dia menjadi penyebab masalah di rumah ini. Dia sungguh sangat tidak nyaman dengan hal itu.
"Kamu ikut mama ke ruang kerja sekarang juga, Jaka! Mama ingin bicara empat mata dengan kamu."
Jaka tidak menjawab dengan kata-kata. Tapi dia melakukan apa yang mamanya katakan. Menghentikan aktifitas makan malam yang baru saja dimulai. Diapun melangkah mengikuti langkah sang mama dari belakang.
Sekarang, di meja makan hanya ada Mila dan Jesika. Kesempatan emas itu tidak akan Mila sia-siakan. Dia akan semakin membuat rasa bersalah dalam hati Jesika tumbuh membesar dengan cepat.
"Kamu lihat kan, Jesi. Kamu bikin masalah lagi buat keluarga ini. Terutama, untuk kak Jaka yang selalu membela kamu."
"Ish, apa susahnya sih kamu itu bilang sama kak Jaka kalo kamu sengaja ingin menerima lamaran dari pewaris keluarga Wijaya yang terkenal kaya raya itu, hm?"
"Ya, meskipun dia sakit mental, toh dia juga tetap pewaris satu-satunya di dalam keluarga Wijaya."
"Mm ... lagipula, ini akan jadi kesempatan kamu buat bikin keluarga ini tentram. Dengan tidak adanya kamu di keluarga ini, maka aku yakin, rumah ini akan damai. Tidak ada pertengkaran lagi. Karena penyebabnya, sudah tidak ada di sini. Iya, kan?"
Mila terus ngoceh panjang lebar. Hal itu tentu sangat menjengkelkan buat Jesika. Tapi, dia tidak ingin membalas ocehan itu sedikitpun. Karena jika dia jawab, maka ocehan itu akan semakin bertambah panjang.
Jesika memilih mengalah dan berpura-pura bodoh saja. Mengalah bukan berarti kalah. Ya, meskipun hati akan terasa sakit. Tapi itu lebih baik bagi Jesika.
....
"Jaka, ini kali ke sekian nya kamu berani melawan mama hanya karena satu adik angkat mu saja. Apa kamu tahu bagaimana perasaan mamamu ini, hah? Mama terluka, Jaka! Mama kecewa."
"Anak yang mama kandung selama sembilan bulan, berani membentak dan melawan mama hanya karena satu orang asing. Benar-benar bikin kecewa hati mama kamu ya."
Emily berucap dengan nada sedih, namun penuh dengan ketegasan. Dia langsung berucap cepat ketika mereka tiba ke ruang kerjanya.
"Jesika bukan orang asing, Ma. Dia .... "
"Mama tahu dia bukan orang asing, Jaka. Tapi dia bukan anggota keluarga kita yang sesungguhnya. Di dalam darahnya tidak mengalir darah kita."
"Tapi bagiku, dia tidak ada bedanya dengan kita, Ma. Dia keluarga kita meskipun di dalam darahnya tidak ada darah kita. Aku sangat menyayangi dia, Ma."
Ucapan itu langsung membuat Emily menatap tajam wajah anak laki-lakinya.
"Kamu sayang dia sebagai adik, atau sebagai kekasih, Jaka?"
sontak saja, pertanyaan itu langsung membuat wajah Jaka memerah akibat kaget. Matanya melebar menatap lekat ke arah Emily yang ada di hadapannya saat ini.
Sementara itu, Emily malah tersenyum menyeringai dengan ekspresi kaget yang Jaka perlihatkan. Dia pun beranjak dari tempat di mana dia berpijak.
"Kenapa kaget, Jaka? Apa ada yang salah dengan pertanyaan mama?"
Jaka tentu saja masih diam. Rasa terkejut yang sedang dia rasakan saat ini tidak bisa dia kendalikan dengan cepat. Sampai, pertanyaan mamanya barusan saja tidak mampu dia jawab.
"Heh ... mama tahu semuanya, Jaka. Semua yang kamu rahasiakan dari semua orang. Mama tahu dengan sangat baik. Kamu suka Jesika. Bukan sebagai adik. Tapi, sebagai kekasih hati."
"Ti-- tidak. Tidak! Itu ... tidak benar, Ma. Aku tidak suka Jesika sebagai kekasih. Aku ... anggap Jesi sebagai adik. Aku sayang dia sebagai adikku, Ma."
Jaka berusaha keras membantah apa yang mamanya katakan. Meskipun ucapannya terdengar sangat gelagapan akibat gugup. Tapi dia tetap memaksakan menjawab dengan nada yang terbata-bata.
"Jangan membantah apa yang mama katakan, Jaka. Mama tahu semuanya. Kamu itu anak mama. Anak yang mama lahir kan dengan susah payah. Mana mungkin mama tidak tahu apa yang kamu rasakan. Meski kamu tidak mengatakan apa yang kamu rasa. Seorang mama juga tetap akan tahu apa yang sedang kamu rasakan."
Lagi, ucapan Emily barusan mampu membungkam Jaka kembali. Dia kembali dia seribu bahasa. Tidak tahu harus berucap apa selain menundukkan kepala sambil menahan hati yang gugup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Eric ardy Yahya
sebenarnya yang buat ulah selama ini adalah Mila dan Ular Kobra itu , karena mereka gak mau disalahkan atas skenario yang mereka buat selama ini . mereka takut saja karena semua ini , apa yang dia mau jadi gak akan dapat , dan dia melihat Jesika sebagai kesempatan buat menjadi Kambing Hitam agar Mila dianggap berjasa telah mengusir pembuat masalah
2024-01-28
0
Eric ardy Yahya
Si Mila ini memang menyebalkan ya , kujamin dia akan jadi Simpanan om-om dan pejabat kaya karena tidak bisa memenuhi apa yang dia mau.
2024-01-28
0
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻𝘼𝙎𝙍𝙄k⃟K⃠
Dasar si Mila mah sengkuni era jaman now,nyebelin dia
2023-02-24
0