"Ah, terserah padamu saja. Kamu dengan tuan besar mu itu sama saja. Ya sudah kalo gitu, bawa dia ke kamarnya. Ajari dia semua yang perlu diajarkan. Jangan buat aku kecewa."
"Baik, nyonya. Kami permisi," ucap pak Dimas.
"Ayo, nona Jesi! Saya antar nona ke kamar."
"Baik, pak Dimas."
"Permisi ... nyonya." Jesika berucap dengan gugup sebelum beranjak dari tempatnya.
Ucapan itu sontak membuat pak Dimas dan perempuan tersebut langsung menatap Jesi secara serentak. Dengan tatapan tajam, perempuan tersebut menatap Jesi.
"Kamu panggil aku apa barusan? Nyonya?"
"Iy --iya." Jesi semakin dibuat gugup saja sekarang. Sampai-sampai, dia hampir sulit memberikan jawaban.
"Huh ... sebenarnya aku senang kamu panggil dengan sebutan itu. Tapi, jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi selanjutnya. Lebih-lebih di saat ada suamiku. Jangan pernah panggil aku dengan sebutan nyonya. Karena aku pasti akan ditegur oleh suamiku. Aku tidak suka itu. Kamu mengerti?"
"Ma-- maaf. Maafkan aku. Aku ... tidak tahu harus memanggil dengan sebutan apa. Karena ... pak Dimas memanggil dengan panggilan nyonya. Maka aku ikut dia."
"Dasar gadis tidak berpengalaman. Dia itu pegawai ku. Sudah seharusnya dia panggil aku dengan sebutan nyonya. Sedangkan kamu ... kamu itu sekarang adalah istri dari anakku. Jika kamu panggil aku dengan sebutan nyonya, maka suamiku akan marah."
"Ya ... meskipun aku tidak menganggap kamu itu sebagai menantuku. Tapi mau tidak mau, aku harus rela kamu panggil dengan panggilan mama. Mengerti?"
"Iya. Aku mengerti," ucap Jesi lancar tanpa ada halangan sedikitpun.
Lalu, perempuan itu langsung melambaikan tangan. Memberi kode buat pak Dimas untuk membawa Jesi segera pergi.
"Ayo nona Jesi! Ikut saya sekarang. Kita harus segera ke kamar nona agar bisa saya ajarkan apa saja yang perlu nona lakukan saat menjaga tuan muda."
"Baik, pak Dimas."
"Kami permisi, nyonya." Pak Dimas berucap sebelum melangkah.
"Hm." Perempuan itu berucap singkat tanpa melihat ke arah pak Dimas dan Jesika.
"Permisi, mama."
Perempuan itu langsung mengangkat wajahnya. Tergambar raut tidak nyaman sebenarnya, tapi tidak dia ucapkan. Perempuan itu tidak menjawab apa yang Jesi katakan. Dia hanya melihat Jesi sesaat saja.
Selanjutnya, pak Dimas langsung mengajak Jesi ke kamar. Jesi pun mengikuti dengan langkah sedikit ringan. Karena sekarang, satu pemilik rumah sudah dia temui. Hal itu sedikit membuat hatinya merasa tenang.
.....
Mereka tiba di kamar yang cukup besar. Pak Dimas pun langsung membuka pintu kamar tersebut dan mempersilahkan Jesika masuk.
"Ini ... kamar saya, pak Dimas?" Jesi bertanya sambil sibuk memperhatikan sekeliling kamar yang mungkin bisa di katakan dua kali lebih besar dari kamar yang dia miliki di rumahnya.
"Iya. Ini kamar, nona. Dan di sebelahnya, itu kamar tuan muda Jonathan. Tapi, sebenarnya, nona juga tidak membutuhkan kamar ini. Karena nona akan lebih banyak menghabiskan waktu di kamar tuan muda untuk menjaga dan merawat tuan muda dengan baik."
Jesi langsung terdiam karena ucapan itu. Dia pun menoleh ke arah pak Dimas yang berada di belakangnya.
"Lalu, untuk apa kamar ini, pak Dimas? Kenapa aku malah di berikan kamar ini jika aku tidak membutuhkannya? Kenapa aku tidak langsung tinggal di kamar Jona saja?"
"Tidak bisa seperti itu, Nona. Tuan muda terkadang sering labil dan sering kambuh penyakitnya. Jadi, nona membutuhkan kamar ini untuk istirahat jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Lagipula, butuh waktu bagi tuan muda untuk menerima nona, bukan?"
"Iya. Aku paham akan hal itu, pak Dimas."
"Oh iya. Aku punya satu pertanyaan buat pak Dimas. Apakah pak Dimas tidak keberatan jika aku bertanya?"
"Mau bertanya tentang apa? Tanyakan saja, nona. Saya akan jawab jika memang saya bisa menjawabnya."
Pak Dimas berucap dengan wajah tenang. Hal itu membuat Jesi semakin yakin untuk bertanya.
"Tadi, aku dengar pak Dimas bicara dengan mama soal aku yang dipilih langsung oleh tuan besar. Eh, maksudku, papanya ... bukan, papa maksudku."
"Maksud nona?" Pak Dimas langsung memperlihatkan wajah bingung sekarang.
Jesi yang paham akan hal itu, langsung menepuk jidatnya dengan pelan. Dia pun tak lupa memberikan senyum lebar nyengir kuda andalannya saat dia merasa bersalah pada lawan bicaranya.
"Maaf. Aku ingin bertanya, katanya, aku telah dipilih secara langsung oleh papa. Itu, maksudnya apa, pak Dimas? Apakah, aku bisa berada di sini memang karena keinginan papa? Atau ... adakah yang lain? Bisakah pak Dimas jelaskan padaku semua itu?"
Pak Dimas menatap Jesi sesaat. Lalu, dia berucap dengan tenang.
"Ya. Nona bisa sampai ke rumah ini, itu karena pilihan tuan besar. Sebelum lamaran itu dilayangkan, tuan besar sudah menyelidiki semuanya dengan rinci. Siapa yang layak untuk menjadi istri dari anaknya. Itu sudah dipertimbangkan dengan baik oleh tuan besar, nona Jesika."
"Benarkah?" Jesika langsung berucap dengan nada agak tinggi. Dia sungguh sangat tidak percaya dengan jawaban itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Ayu Sulistyawati
lanjut thorr,makin seru nihh ..
semangat thorr💪💪💪
2023-02-04
1
Sribundanya Gifran
jesi kan jenius thor pasti bisa merawat dan mengobati jona thor, em thor jona kan gak selalu kambuh tu penyakitnya, berrtikan masih ada warasnya, tar lau dah sembuh masa jdi lupa ingatan thor💪💪💪💪🙏
2023-02-04
2
arif@
d tunggu thor up y ..💪💪
2023-02-04
1