Jona pun langsung menoleh ke arah pak Dimas. Kemudian, dia langsung pula melihat ke arah Jesi. Tapi, itu hanya sesaat. Melirik sekilas saja. Karena selanjutnya, Jona kembali melihat ke arah luar melalui jendela kamarnya.
"Sudah ku bilang. Aku tidak butuh istri. Kenapa papa tidak mengerti juga?"
Ucapan itu tentu saja membuat Jesi membulatkan mata karena merasa heran. Bagaimana tidak? Sebelumnya, dia pikir kalau Jona itu benar-benar mirip dengan orang sakit jiwa pada umumnya. Tidak bisa diajak bicara. Sibuk dengan urusannya sendiri dan tidak akan paham dengan apa yang kita bicarakan padanya.
Namun, saat mendengar Jona bicara barusan, mendadak, perkiraan itu langsung lenyap begitu saja. Karena sekarang, pria yang di kabarkan rusak mental ini bicara layaknya manusia normal pada umunya. Manusia yang tidak mengalami gangguan sedikitpun.
"Tuan muda, tuan besar ingin anda punya sahabat yang bisa anda ajak bicara. Juga bisa menjaga anda dengan baik siang dan malam. Tanpa ada batasan sedikitpun tentunya."
"Sudah aku bilang, aku tidak butuh semua itu. Kenapa kalian tidak mengerti juga?"
"Tuan muda .... "
"Sekarang, aku ingin sendiri. Tinggalkan aku sendiri, pak Dimas." Jona berucap cepat memotong perkataan pak Dimas.
Pria paruh baya itu tidak ingin semakin membuat majikannya bertambah kesal. Dia pun memilih langsung mengajak Jesi keluar dari kamar tersebut.
Jesi pun mengikuti apa yang pak Dimas katakan. Namun, hati penasarannya tetap tidak bisa dia tahan terlalu lama. Dia pun langsung mengutarakan pertanyaan sesaat setelah meraka berada di depan pintu kamar Jonathan.
"Pak Dimas, barusan ... dia bicara normal? Apa .... "
"Tuan muda kami tidak bisu, nona Jesika. Tentu saja dia bisa bicara layaknya manusia normal." Pak Dimas memotong perkataan Jesi dengan cepat. Terdengar nada kesal juga di sana.
"Bukan itu maksud saya, pak. Itu ... maaf sebelumnya. Tuan muda kalian, kan di kabarkan sedang mengalami gangguan mental. Tapi barusan, dia bicara layaknya orang yang tidak mengalami gangguan sedikitpun." Jesika berucap dengan hati-hati agar pak Dimas tidak salah memahami maksud dari perkataannya.
"Oh, soal itu. Tuan muda memang bisa diajak bicara dengan baik, jika yang mengajak dia bicara itu adalah orang yang sudah kenal sangat dekatnya. Tapi, itu juga tidak seterusnya. Karena tuan muda tidak akan menanggapi pembicaraan kita jika dia tidak ingin atau jika tidak ada dorongan yang kuat dari hatinya."
"Intinya, dia tidak akan menanggapi apa yang kita katakan jika tidak ada dorongan yang sangat kuat dari hatinya," kata pak Dimas lagi menegaskan maksud dari ucapan sebelumnya.
"Oh, jadi tadi itu ada dorongan yang sangat kuat?"
"Bisa di katakan seperti itu, Nona. Tapi, jika kita terus mengajak dia bicara, maka dia akan berubah jadi tertekan. Hal itu akan memicu emosi yang besar dalam hatinya. Akibatnya, dia akan hilang kendali dan itu sangat tidak baik. Dia akan ngamuk secara brutal yang bisa mengakibatkan bahaya buat dirinya, juga orang yang ada didekatnya."
Penjelasan itu hanya Jesi jawab dengan anggukan saja. Selanjutnya, dia diizinkan kembali untuk istirahat di kamar sebelum waktu makan siang Jona tiba.
....
Pak Dimas sudah mengajarkan Jesi banyak hal. Perlahan, Jesi berusaha mengingatkan semua yang pak Dimas katakan. Dia berjanji untuk melakukan semua itu dengan sangat baik. Selain karena ingat akan mahar yang keluarga itu berikan pada mama angkatnya, dia juga merasa agak kasihan dengan Jona setelah mendengar cerita dari pak Dimas tentang Jona.
Ternyata, selama ini Jona sudah banyak melalui hal sulit dalam hidupnya. Dia patah hati akibat pengkhianatan dari sahabat terbaik yang sangat dia sayangi. Hal itu tidak bisa dia terima.
Sangking terluka dan tersiksanya dia, dia sudah berulang kali melakukan percobaan bunuh diri. Tapi untung saja, dia bisa di selamatkan tepat waktu dan nyawanya masih bisa tertolong sehingga dia masih hidup sampai detik ini.
Meski sedikit kesal dengan kebodohan yang ada dalam diri Jona. Tapi Jesika juga tetap merasa kasihan dengan pria itu. Karena setiap orang itu punya batas sabar, dan batas perasaan yang lainnya. Pikiran seseorang itu tidak sama dengan orang lainnya.
Mungkin, kita bisa mengatakan orang tersebut dengan perkataan yang tidak baik. Tapi saat kita tidak berada diposisi orang tersebut. Sementara saat kita berada diposisi dia, mungkin kita juga akan berlaku yang sama.
...
Tiba saat jam makan siang, Jesi diizinkan oleh pak Dimas mengantarkan makanan buat Jona. Dengan perasaan gugup, Jesi melangkah masuk ke kamar tersebut.
Ketika pintu dia buka, dia langsung melihat Jona masih berada di posisinya yang tadi. Duduk dengan menatap arah luar rumah dari jendela kamarnya yang berbatas kan tralis besi.
'Ya Tuhan. Apa dia tidak capek duduk berjam-jam hanya melakukan hal yang sama? Tidak melakukan apa-apa selain duduk di sofa sambil memperhatikan luar jendela. Sungguh, aku entah harus kasihan atau kesal dengan dia ini,' kata Jesi dalam hati sambil menggelengkan kepala dengan pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments