Amora, Fani, Della dan Fio berjalan bersama keluar sekolah namun tiba-tiba sebuah motor besar berhenti tepat di depan mereka.
"Kak Bara?" Amora langsung mengenalinya walau wajahnya tertutup helm full face.
"Ayo naik, biar kakak anter." tawar Bara pada Amora. Namun yang Bara ajak hanya terdiam tanpa menggubris tawarannya. Amora sengaja mendiamkan Bara.
Fani yang geram dengan tingkah temannya itu langsung menyenggol bahunya dan memberikan kode agar dirinya menjawab ajakan Bara. Namun Amora masih tetap memalingkan wajahnya.
"Bawa aja, Kak." Della dan Fio yang juga ikut-ikutan gemas langsung mendorong Amora agar mendekati Bara. Sedangkan Amora hanya meringis dan makin terlihat kesal. Namun Bara hanya tersenyum melihat kelakuannya itu. Sungguh menggemaskan. Batinnya.
Amora pun akhirnya pasrah dan langsung naik ke belakang jok motor Bara setelah teman-temannya mendorong Amora. Entah sebenarnya mereka itu teman Amora atau bukan. Mereka seolah berada dipihak Bara, bukan dipihaknya.
"Thank's ya guys." ucap Bara tersenyum pada ketiga teman Amora yang sekarang berpihak pada Bara.
"Anytime, Kak." jawab Fani dan dibarengi anggukan yang lainnya.
Bara langsung mengeluarkan tiga lembar seratus ribuan pada mereka.
"Ambillah. Ini untuk ongkos kalian pulang." ucap Bara dan langsung diterima oleh mereka.
"Wah kalau kayak gini sih bisa buat makan di luar dulu." ucap Della.
"Kakak duluan yah." pamit Bara dan langsung melajukan motornya pelan.
"Amora bingung deh. Sebenarnya mereka itu teman Amora atau teman kak Bara, sih?" ucap Amora dan malah membuat Bara tertawa renyah. Tawanya benar-benar membuat jantung Amora berdegup kencang.
"Duh, kalau kayak gini sih, Amora jadi gak bisa lama-lama kesel sama kak Bara kan." batin Amora dalam hati. Selama di perjalanan keduanya hanya diam dalam pikirannya masing-masing. Selang beberapa lama, akhirnya motor Bara berhenti tepat di depan sebuah cafe yang cukup mewah.
Amora bingung, kenapa dia dibawa kesini? Bukannya tadi dia hanya akan diantar pulang saja?
"Ada yang mau kakak jelasin sama kamu, Ra. Ayo sini masuk." ucap Bara seolah tau apa yang ada dalam pikiran Amora.
Setelah mereka berdua duduk di kursi dan menerima pesanannya, Bara memulai pembicaraan.
"Ada yang mau kamu tanyain gak sama kakak?" tanya Bara.
"Enggak ada tuh." jawab Amora sekadarnya dan hanya fokus memakan makanannya.
"Yakin?" goda Bara.
"Iya, yakin." balas Amora acuh tetap fokus pada makanan. Sebenarnya Bara tak mengerti mengapa dia harus menjelaskan bahwa apa yang terjadi antara dirinya dan Stella tidak seperti yang Amora lihat. Pada kenyataannya Bara hanya dijebak olehnya.
Namun Amora yang terlanjur gelap mata, sama sekali tak menggubris pernyataan Bara. Rasanya ia tidak terima bahwa Bara ternyata tidak seperti yang dipikirkannya selama ini. Ia mulai kesal dengan pikirannya itu.
Akhirnya Bara mengantar pulang Amora walaupun penjelasannya belum sempat didengar Amora. Namun Bara mencoba mengerti perasaan Amora saat ini. Mungkin dia memang butuh waktu, dan Bara tak mempermasalahkan hal itu. Ia akan menunggu.
*
Entah mengapa Bara selalu merasakan debaran jantungnya berdegup kencang setiap melihat senyuman manis milik Amora. Rasanya seperti terkena sihir, pandangannya hanya tertuju padanya saja.
"Ngelamunin apa kamu, Nak?" Bara terkejut saat bahunya tiba-tiba ditepuk dari belakang.
"Papah?" Papah Bara hanya tertawa memergoki anaknya yang tengah melamun itu.
"Kamu sampai gak denger Papah ketuk pintu. Ada masalah?" tanya Papahnya yang ikut berdiri di samping Bara menatap ke arah depan, melihat pemandangan di malam hari.
"Papah kapan pulang?" tanya Bara.
"Barusan." Hening sejenak. Bara sangat menghormati Papahnya karena ketegasannya dalam memimpin keluarga. Sehingga ia sangat segan terhadapnya.
"Kamu masih ingat pesan Papah kan?" Bara menengok ke arah Papahnya.
"Jangan dekati narkoba, jangan merokok." Papah Bara menengok ke arah Bara.
"Dan jangan pernah mempermainkan perasaan wanita." sambungnya.
Pernyataannya yang terakhir membuat pukulan berat untuk hati Bara. Namun Bara hanya mengangguk menanggapinya.
"Apa Papah pernah membuat suatu kesalahpahaman dengan seseorang?" tanya Bara pada akhirnya.
Papah Bara yang mengerti arah pembicaraan anaknya itu langsung tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Bara.
"Jika memang kamu yang salah, minta maaflah. Berikan dia waktu untuk menata hatinya terlebih dahulu. Wanita itu sangat rapuh, Nak. Jangan pernah main-main dengan perasaannya. Tapi jika kamu memang tak salah, dia pasti akan kembali padamu." ucap Papah Bara.
Bara mencoba mencerna perkataan Papahnya. Mungkin memang saat ini dia harus memberikan waktu pada Amora.
"Jadi siapa nama pacarmu?"
"Amora." Mata Bara membulat. Kenapa dia malah refleks menyebut nama Amora?
"Em, maksud Bara ada adik kelas Bara yang lagi salah paham sama Bara." ucapnya terdengar gugup sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Iya iya, Papah paham." ucap Papah Bara dengan kerlingan nakal.
"Tenang saja, Papah juga pernah muda kok." sambungnya dan membuat Bara tak berkutik sama sekali.
"Em, Bara ke bawah dulu, mau bantuin Mamah siapin makan malam." ujarnya setengah berlari meninggalkan Papahnya yang tengah menertawai dirinya.
*
Amora hendak tidur setelah selesai belajar dan mengerjakan tugas sekolahnya, namun tiba-tiba pintu kamarnya diketuk.
"Sebentar." Amorapun meraih gagang pintu dan memutar handle nya yang memang tak dikunci.
"Bunda?" mata Amora membulat seketika dan langsung memeluk sosok yang selama ini sangat dirindukannya.
"Bunda, Amora kangen." ucap Amora mempererat pelukannya.
"Bunda juga kangen kamu, sayang." balas Bunda sambil mengelus dan mengecup rambut anak semata wayangnya itu.
Pertemuan itu langsung dimanfaatkan Amora untuk mencurahkan rindu yang selama ini dirasakannya.
"Ayah dimana, Bun?"
"Ayah lagi di Bandara lagi ngurus sesuatu." Amora yang mendengarnya langsung menunduk.
"Bunda gak akan lama di sini yah?" tanya Amora lesu
"Maafin Bunda ya, sayang." ucap Bunda sambil mengelus rambut Amora. Iapun sebenarnya tidak tega harus terus menerus meninggalkan putrinya itu.
"Oia gimana sekolahnya?" tanya Bunda mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Baik-baik aja." jawab Amora sekadarnya.
"Kalau teman-teman Amora gimana?"
"Mereka baik. Amora juga masih temenan sama Fani, Fio dan Della." tutur Amora.
"Terus gimana sama pacar Amora?" tanya Bunda yang bisa membuat Amora terkejut dan berhasil merubah suasana hatinya.
"A.. Amora gak punya pacar."
"Yakin? Kok gugup gitu ngomongnya?" goda Bunda.
"Ih, Bunda ngingetin Amora sama kakak kelas Amora yang ngeselin tau." ucap Amora cemberut. Bunda mencoba menerka-nerka apa yang terjadi dengan putrinya.
"Amora sayang," ucap Bunda sambil menggenggam kedua tangan Amora.
"Jika memang kakak kelas Amora itu adalah orang baik, dia pasti akan berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Karena dia tidak ingin ada kesalahpahaman diantara kalian." sambung Bunda.
Amora mulai berpikir jernih setelah mendengar penuturan Bundanya.
"Tugas Amora adalah berusaha untuk memahami situasi itu dan memastikan kebenaran dari apa yang telah terjadi."
"Jadi Amora harus memaafkan kak Bara ya?" gumam Amora lemah, hampir seperti bisikan.
"Tentu saja." ucap Bunda tersenyum mengetahui satu nama yang disebut Amora. Tak lain pasti lelaki yang tengah berada di hati putrinya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments