“Jadi, kamu mau ambil lombanya?”
“Saya ambil, Sensei. Saya ingin mengharumkan nama Dojo ini hingga ke luar negeri,” ucap Bara mantap. Tak ada lagi keraguan di hatinya jika sudah membulatkan tekad.
“Kamu yakin? Di sana kita sampai dua minggu loh. Kamu sudah ijin orang tua kamu? Atau ijin yang lainnya gitu?” tanya Sensei karena beberapa minggu ke belakang ia selalu melihat Bara tengah melatih seorang perempuan yang disinyalir adalah kekasihnya.
“Sudah, Sensei.” Jawab Bara.
Bara bertekad untuk mengikuti perlombaan seni bela diri yang ada di luar negeri. Semua tanggung jawab di sekolahnya sudah diserah tugaskan kepada wakilnya. Hal ini Bara lakukan demi memenuhi keinginan Amora, orang yang sangat ia sayangi untuk menjauh darinya.
Penyesalan Bara sangat dalam hingga ia menemukan satu solusi dari semua itu. Ia harus pergi meninggalkan Amora, hanya itu pikirnya. Ia ingin membuat Amora bebas untuk menentukan pilihannya. Belajar untuk merelakan terkadang lebih menyakitkan daripada belajar untuk mempertahankan.
Semoga saja Amora bisa menjaga dan melindungi dirinya dari tindak kejahatan apapun. Bara sangat berharap selama pelatihan yang ia ajarkan padanya selama ini bisa sedikit memberikan perlindungan terhadap Amora.
*
Tiba-tiba ponselnya berbunyi tanda pesan masuk. Bara pun melihat pesan tersebut dan ternyata isi pesannya adalah foto Amora yang diambil dari jarak jauh namun tetap menampilkan dirinya dengan jelas. Thank’s, balas Bara di pesannya. Ia pun memperhatikan kembali foto Amora tersebut.
Penampilan Amora yang casual, dengan kaus putih dengan rambut yang diikat cepol menambah pesona yang dimilikinya. Walaupun wajahnya tanpa polesan make up, ia tetap terlihat cantik natural. Tak heran jika selama ini ia banyak melihat laki-laki yang mencoba mendekatinya.
“Maaf kakak udah ngecewain kamu.” Gumam Bara sambil terus menatap foto Amora di layar ponselnya. Ia jadi teringat kata-kata Amora saat dirinya dianggap hanya mengekangnya. Ia tak mau mengecewakan perempuan bahkan menyakiti hatinya. Oleh sebab itu lah Bara masih belum berani mengikat Amora dalam sebuah hubungan. Ia tak mau membuat wanitanya kecewa karena dirinya.
Tak lama ponsel Bara pun berbunyi kembali, tanda ada panggilan masuk.
“Ada apa, Der?” tanya Bara setelah menerima panggilan.
“Lo dimana sekarang?”
“Di jalan ke bandara.”
*
Sementara itu Amora tengah berbincang dengan Bryan masih di tempat yang sama, stand masakan Korea.
“Seriusan lo sampe sekarang belom pernah pacaran?” tanya Bryan tak percaya. Amora hanya mengangkat kedua bahunya. Ia juga bingung harus menjawab apa setelah apa yang terjadi antara dirinya dengan Bara.
“Emang kenapa kalo belom pernah?” tanya Amora balik.
“Ya, aneh aja gituh. Secara, elo itu kan cantik. Emang gak ada yang bisa memikat hati lo gituh?” Amora langsung menunduk mendengar pertanyaan Bryan.
“Ada.” Gumam Amora hampir tidak terdengar.
“Siapa?” tanya Bryan, namun ketika Amora akan menjawab, tiba-tiba ponselnya berdering dengan nyaring tanda ada panggilan masuk.
Kak Deri? Gumam Amora melihat siapa nama kontak yang memanggilnya itu.
“Halo, Kak?” tanya Amora setelah mengangkat panggilan. Bryan hanya memperhatikan ekspresi Amora, entah apa yang dibicarakannya, dan dengan siapa dia melakukan panggilan.
“Serius?!” teriak Amora seketika berdiri.
“Amora kesana sekarang.” Ucapnya final dan menutup sambungan.
“Lo bawa kendaraan kan?” tanya Amora pada Bryan. Raut wajahnya cemas sekali. Bryan pun hanya mengangguk.
“Kalo gitu, ayo! Udah gak ada waktu lagi!” tanpa aba-aba Amora langsung menarik tangan Bryan. Yang ditarik pun hanya mengikuti arahan tanpa penolakan. Tentu saja hati Bryan menjerit bahagia saat tangannya ditarik Amora. Senyumnya mengembang memperhatikan apa yang sedang terjadi pada dirinya.
Sementara itu dari arah panggung terdengar alunan musik yang seolah mengiringi apa yang sedang terjadi pada Amora.
Pergilah kasih kejarlah keinginanmu…
Selagi masih ada waktu…
Jangan hiraukan diriku…
Aku rela berpisah…
Demi untuk dirimu…
Semoga tercapai segala keinginanmu…
Semua sorak sorai dari para penonton mengisi ruang udara kala itu. Suasana makin meriah karena kedatangan salah satu band terkenal di Indonesia. Semuanya sangat menikmati acara pensi tersebut, terkecuali Amora.
*
Bryan langsung menstarter motor gede nya. Amora pun tanpa basa-basi duduk di belakang jok motor Bryan. Seketika ia jadi teringat saat dirinya berada diboncengan Bara. Hatinya makin tak enak saja memikirkannya.
“Ayo, Bryan!” setelah mendengar itu Bryan langsung menarik pedal gas dan memecah jalanan kota. Rasanya aneh karena mereka baru pertama kali bertemu tapi takdir seolah membuat mereka sudah terikat satu sama lain.
“Kemana?” tanya Bryan disela-sela perjalanan.
“Bandara! Cepat!” teriak Amora dan refleks langsung memeluk Bryan ketika laju motor tiba-tiba dipacu dengan sangat gila. Manuver yang sangat menakutkan namun Amora lebih takut lagi jika seseorang pergi dari hidupnya, apalagi dia adalah pujaan hatinya.
Akhirnya manuver yang gila-gilaan itu berakhir di sebuah bandara. Tepat ketika motor Bryan berhenti, Amora langsung melompat ke samping dan langsung berlari masuk ke dalam bandara. Bryan langsung melongo melihat kelakuan spesies aneh itu.
*
Amora langsung mencari-cari sosok yang dirindukannya itu. Namun bandara yang memang luas membuatnya berlari-lari dengan nafas tersengal. Ia takut, khawatir dan rindu pada sosok orang yang dicarinya itu. Rasa penyesalan pun tumbuh makin besar.
Amora mencari ke segala arah, ke setiap sudut, mencari-cari orang yang mungkin ia kenal untuk sedikit membantunya. Tapi ia tak menemukan satu pun yang wajahnya familiar. Rasa putus asa mulai menghinggapi pikirannya. Matanya tak bisa membendung lagi air mata yang mulai mengalir di pipinya.
Di tengah linangan air mata dan keputus asaannya, dari jauh ia melihat sosok yang ia cari. Setelah matanya memastikan bahwa penglihatannya itu benar, seketika Amora berlari dengan sangat kencang ke arahnya.
*
Jadwal keberangkatan pesawatnya tinggal sebentar lagi. Bara ditemani Sensei dan yang lainnya mulai berjalan menuju antrian. Namun tiba-tiba ia terdiam. Instingnya menangkap dari arah belakang seperti ada yang sedang memperhatikannya.
Dan setelah diteliti dengan cermat, telinganya menangkap seseorang yang tengah memanggil namanya.
Ia pun berbalik ke belakang, namun tak melihat siapapun disana. Hatinya mencelos berharap Amora datang mengantar kepergiannya. Tapi ia tak mau berharap apa-apa, hatinya sudah cukup bersyukur jika Amora tak membencinya.
Kakinya terasa berat untuk melangkah. Apa keputusannya ini sudah benar? Rasanya ia tak memiliki semangat bahkan untuk bertanding nanti. Rasanya ada yang kurang dalam dirinya. Namun tak lama ia mendengar lagi suara orang yang memanggilnya. Makin lama suaranya makin terdengar jelas.
Bara pun menengok ke belakang dan betapa terkejutnya ia melihat dari jauh, seseorang yang saat ini ia rindukan.
“Amora?” gumamnya. Amora terlihat berlari dengan cepat ke arahnya.
“Kak Bara!” saat itu juga Amora pun langsung memeluk Bara dengan linangan air mata.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments