Sarapan Sampah...

“Dewi, pacar awak Fiqi keh? Kenapa tibe-tibe jadi Chik Fadil?” Najla menuntaskan keingintahuannya sesampai di apartment.

Dewi menghela nafasnya, mau tidak mau dia harus menceritakan pada Najla tentang masa lalunya yang selama ini ia tutupi. Malam itu, Najla tidak bisa berkata-kata usai mendengar cerita Dewi dan satu yang masih Dewi tutupi yaitu tentang kehidupan kedua yang tuhan berikan padanya. Hanya tuhan dan Dewi yang tahu kejadian itu.

“Jadi macam mana sekarang?”

Dewi menggeleng pelan, “Menyelesaikan kuliah lebih cepat dan menghindari dia setiap saat.”

“Saye setuju kalau macam tu. Ade saje perangai orang sakarang ni ye. Saye harap Zayed tidak begitu.”

“Amin.”

“Najla,” panggil Dewi.

“Jangan bilang siapa-siapa tentang ini termasuk Zayed ya!” Najla mengangguk kemudian memeluk teman sekamarnya.

Menjelang tidur, Dewi mendapatkan pesan dari Fiqi. Gadis itu tersenyum lalu membalas pesan itu penuh perasaan. Sejujurnya Dewi sangat takut, resah dan cemas dengan semua ancaman Fadil tapi dia tidak bisa membebani pada Fiqi. Saat ini Fiqi tengah berjuang untuk masa depan mereka, biarlah dia menanggung sendiri pembalasan Fadil. Dia juga ingin melihat sejauh mana Fadil bertindak.

Dewi mengingat sesuatu, ia segera membuka pesan itu kembali. Pesan dari nomer tidak dikenal yang berisi foto Rani dan Eva. “Mereka terlihat akrab seperti sebelumnya.” Gumam Dewi.

“Apa aku harus bertanya pada Rani? Nanti apa yang dia pikirkan kalau sampai tahu bahwa aku melihat mereka.”

“Hai, Ran. Apa kabar? Bagaimana di sekolahmu?” tulis Dewi untuk Rani.

“Hai calon Buk Dos. Aku baik dan seperti biasa, main sama anak-anak itu tidak terlalu buruk. Belum tidur?”

“Belum. Tiba-tiba ingat kalian. Aku kirim pesan untuk Ayi tapi tidak dibaca kayaknya udah tidur.”

“Oh, mungkin saja.”

“Em, Ran. Apa kamu pernah ketemu Eva? Sejujurnya aku penasaran dengan keadaanya.”

“Ada apa tiba-tiba tanya Eva?”

“Tidak ada, aku hanya penasaran dengan mantan sahabat kita itu.”

“Dia baik. Aku bertemu dengannya beberapa hari lalu. Dia minta bertemu di salah satu café. Kami bercerita banyak hal dan aku menyuruhnya untuk kembali melanjutkan kuliah.”

Dewi tersenyum karena Rani tidak mengkhianatinya. “Wi, aku harap kamu tidak marah karena aku menemuinya. Kalian bermasalah tapi aku dengan Eva, tidak. Jadi aku akan tetap menemuinya jika dia mengajak bertemu.”

“Tidak, Ran. Aku tidak marah dan lama kelamaan aku merasa tidak terlalu marah lagi sama dia. Aku justru senang karena berkat dia, aku batal menikah dengan pria brengsek seperti Fadil itu.”

“Baguslah kalau kamu menyadarinya. Bagaimana pun, semua ini bukan kesalahan Eva semata. Ada peran Fadil di dalamnya.”

“Iya, aku tahu. Makasih, Ran karena sudah berdiri netral tanpa memihak atau mengkhianati satu sama lain.”

“Kita ini selamanya sahabat. Aku ke kama atau aku ke Eva tetap kalian sahabatku.”

“Aku terhuru-hara mendengarnya.”

“Baguslah. Lebih baik sekalian kamu bakar tu apartment biar tambah huru-hara. Tapi aku prihatin sama Eva, Wi. Setelah kejadian itu, orang tua Fadil melabraknya dan menghinanya tanpa ampun terutama ibu dari Fadil. Dan hubungannya dengan Fadil juga kandas. Pria brengsek itu menghilang seakan menghindari Eva. Padahal dia kan seharusnya bertanggung jawab pada Eva.”

“Jadi Eva dan Fadil putus?”

“Bukan putus tapi Fadil menghilang, Wi. Fadil seperti tidak mau menemui Eva lagi. Seperti kata pepatah, habis manis sepah dibuang.”

“Pasti Eva sakit hati sekali ya?”

“Dari yang kulihat, dia bukan sakit hati tapi sedih karena Fadil meninggalkannya.”

Dewi terdiam, sekarang dia tahu kenapa Fadil selalu berada di sini ternyata pria itu meninggalkan Eva seorang diri. “Pria menjijikkan yang pernah kulihat.” Balas Dewi.

“Sama! Kalau aku jadi Eva, sudah lama kutinggali tuh laki dan mulai hidup baru dengan semangat baru. Ngapain masih ngarapin tuh laki macam di dunia ini cuma dia aja yang ada. Mata Eva entah rabun atau buta sampai tidak melihat laki-laki lain di luar sana selain Fadil.”

Dewi terkekeh, “Kamu masih seperti dulu, Ran. Pasti ada alasan lain sampai Eva masih mengharapkan Fadil sebagai suaminya.”

“Iya dan kita tahu alasan itu apa. Eva juga mengatakan hal yang sama.”

“Aku rasa wajar kalau dia tidak percaya diri mencari laki-laki lain secara dia sudah gadis rasa janda.”

“Ya begitulah.”

Perbincangan melalui pesan itu pun berakhir karena malam semakin larut. Mereka memiliki kegiatan masing-masing esok hari.

Keesokan paginya,

Ting..tong…

“Siape pagi-pagi dah tekan bel?” gerutu Najla yang tengah bersiap hendak ke kampus.

“Entah!” jawab Dewi lalu menuju pintu.

“Morning Baby!”

Deg…

Bukan hanya Dewi yang terpaku di pintu tapi Najla juga ikut menoleh ke arah pintu.

“Aku hanya mau ngasih sarapan buat kalian, terima ya!” Fadil menyerahkan makanan ke tangan Dewi kemudian berlalu pergi dengan senyum manisnya.

“Wi, saye tak mimpi keh?” Dewi menggeleng kemudian meletakkan kantong berisi makanan itu di atas meja.

“Jangan!” cegah Dewi saat melihat Najla hendak membuka bungkusan makanan tersebut.

Gadis itu sampai memegang dadanya, “Ada ape awak teriak-teriak macam tu?”

“Jangan dimakan. Aku takut kalau ini mengandung zat berbahaya.” Najla ikut-ikutan takut kemudian mereka membuang makanan itu di tempat sampah di bawah apartment.

“Saye tak nak mati mude.” Najla dan Dewi tersenyum kemudian pergi meninggalkan apartmen.

Langkah mereka terhenti tidak jauh dari sana, “Wait, my Zayed bisa membantu kita menyelidiki itu.” Najla langsung kembali ke tempat sampah lalu mengambil kembali makanan  tersebut.

Sebelum ke kampus, Najla dan Dewi menemui Zayed yang saat itu sedang berada di laboratorium kampus. “Tolong awak periksa ini. Apa ada zat-zat berbahaye tak di dalamnya.” Zayed menerima dengan kening berkerut.

“Harum, saye jadi lapar.”

“Jangan nak coba makan! Ini dari fans rahasia saye. Tolong periksa  ye!”

“Iye,” Zayed kembali masuk dalam lab sementara Najla dan Dewi kembali berjalan ke kampus mereka.

“Apa tidak berlebihan? Zayed pasti banyak tugas dan harus bertambah dengan tugas dari kita.” Ucap Dewi.

“Tak. Justru itu bagus buat perkembangan otak dia supaya semakin lancar dalam melihat zat-zat berbahaya.” Ujar Najla tanpa dosa.

Zayed dan teman-temannya langsung memeriksa kantong makanan yang ternyata berisi roti canai, nasi lemak yang masih hangat di dalam daun dengan wangi yang menggunggaj selera. “Apa ni? Awak nak bikin kita hungry keh?” tanya teman Zayed.

“My Najla kate, ini makanan ada zat berbahaye karena dari fans rahasie die. So, dia minta diperiksa.”

Zayed dan teman-temannya mengambil sampel lalu memeriksa makanan tersebut dengan serius dan ternyata zonk… “Girlfriend awak berlebihan sangat lah! Ini bebas zat berbahaye, tak ada racun. Boleh dimakan.”

Zayed ragu ingin mencobanya sementara teman-teman Zayed sudah memakan makanan tersebut dengan lahap.

“Honey, makanan tadi bersih dari zat-zat bahaye. Teman-teman saye sedang memakannya.”

“My Zayed, makanan tadi sudah ditaruh di tempat sampah sebelum saye ambil balek. Apa tidak bau sampah?”

“Apeee?”

***

Terpopuler

Comments

Cut SNY@"GranyCUT"

Cut SNY@"GranyCUT"

mubazir kalo dibuang ya dok...😉

2023-08-02

0

Cut SNY@"GranyCUT"

Cut SNY@"GranyCUT"

Bau sampah sikit tak ape lah.. 🤣🤣🤣

2023-08-02

0

Aida Fitriah

Aida Fitriah

aku dag dig dug takut dewi di apa:in fadil😣😣😣😣😣

2023-03-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!