Semua undangan yang berada di sana terkejut dan tidak menyangka jika ibu dari Fadil menampar calon menantunya di depan umum. Ibu dari Fadil tidak kuasa menahan marah karena ulah Dewi, putra dan keluarganya harus menanggung malu di depan para tamu.
“Kak, apa yang kau lakukan? Kenapa kamu menampar anakku?” protes ibu dari Dewi.
“Apa? Kamu mau membela anakmu yang sudah mempermalukan keluarga kita dan putraku di depan umum. Kalau dia tidak mau bertunangan dengan Fadil atau mengetahui sifat buruk Fadil kenapa harus mengatakannya hari ini? Kenapa tidak kemaren-kemaren saja dia katakan. Anakmu sudah mempermalukan keluargaku. Mulai hari ini, hubungan persaudaraan kita berakhir. Jangan pernah menginjak kaki kalian di rumahku. Fadil, ayo pulang!” Ibu dari Fadil menarik tangan putranya.
Langkah ibu dari Fadil tiba-tiba berhenti, “Bawa kembali semua seserahan!” titahnya pada anggota keluarga yang lain.
Para tamu yang sudah datang ikut memilih pulang karena acara lamaran yang indah ini telah digagalkan oleh kenyataan. Dari tempatnya berdiri, Dewi menatap ke arah Eva. Hanya tinggal teman-teman kuliahnya saja yang masih bertahan untuk menyaksikan kelanjutan cerita.
Keduanya saling menatap satu sama lain. Jika tatapan Dewi penuh dengan kebahagian karena telah berhasil menjatuhkan Fadil dan Eva tapi bagi sahabat palsunya, tatapan untuk Dewi adalah tatapan penuh kebencian.
“Apa kamu tidak ingin mengucapkan terima kasih untukku, Va?” tanya Dewi seraya tersenyum.
Eva berdiri dari duduknya kemudian tersenyum sinis, “Kamu merasa menang, Wi? Apa tujuanmu sebenarnya, hah?”
Lagi-lagi Dewi memberikan senyumannya, “Aku tidak mau menyakiti sahabatku dengan menikahi kekasihmu. Dengan ini, kamu bisa melanjutkan hubungan kalian tanpa harus sembunyi-sembunyi di belakangku jika kami menikah kelak.”
Eva tersenyum, “Aku tahu niatmu, Wi. Kamu sangat pandai bermain kata-kata. Bukan hanya Bang Fadil yang kamu permalukan tapi aku. Kamu tidak menganggapku sahabat sama seperti orang tua Bang Fadil. Maka hubungan persahabatan kita juga berakhir hari ini!” ucap Eva dengan sorot mata penuh kemarahan.
Dewi tersenyum, “Aku juga tidak sudi bersahabat denganmu. Mana ada sahabat tapi memfitnah sahabatnya di kampus. Kamu menyebarkan fitnah kejam padaku bahkan teman-teman juga menganggapku main sama dosen gara-gara nilaiku bagus. Tapi pada kenyataannya, kamu lah yang melakukannya, Va. Kamu melakukannya dengan seorang dosen hingga nilaimu bagus dan kau juga ingin mencegatku saat mengurus beasiswa dengan datang ke rumahku. Kamu ingin merusak hubunganku dengan ayah dan ibuku. Kamu mengirim foto-fotoku dengan Bang Reja ke Bang Fiqi. Apa lagi yang kamu ingin lakukan untuk mengalahkanku, Va? Apa segitu bencinya kamu padaku? Apa salahku padamu, Va? Apa aku pernah mengambil milikmu? Bahkan aku mengembalikan Bang Fadil yang kamu cintai itu secara utuh tanpa lecet sedikitpun.”
“Nikmatilah kemenanganmu!” Eva pergi meninggalkan kediaman Dewi.
Sepeninggalan Eva, Rani dan Ayi datang menghampiri sang saahabat. Mereka berpelukan cukup lama sambil menitikkan air mata.
“Maaf, aku tidak tahu kalau Eva seperti itu sama kamu.” Ucap Rani.
“Kita semua sama-sama tertipu olehnya bukan hanya kamu, Ran. Abang-abang dan Kakak-kakak, silakan dinikmati dulu hidangannya. Mungkin besok aku akan membuka warung makan biar tidak rugi-rugi banget.” Ucapan Dewi disambut kekehan mereka.
“Kalian nikmati makannya, aku mau melihat ayah dan ibu dulu ke dalam.”
Orang tua Dewi bingung harus bersikap seperti apa saat ini. Di satu sisi, mereka juga tidak mau memiliki menantu dengan perangai seperti Fadil tapi perbuatan Dewi juga tidak dibenarkan. “Kenapa semua jadi kacau begini, Dek? Ada apa sebenarnya ini? Apa Dewi sebenarnya tidak menerima perjodohan sampai mencari kesalahan Fadil secara diam-diam?” Langkah Dewi terhenti di balik pintu kamar orang tuanya.
Ia mendengar suara kakak dari ayahnya yang terkenal judes dan cerewet serta kalau bicara tidak pernah memikirkan perasaan orang.
“Aku tidak tahu, Kak. Dewi tidak memperlihatkan penolakan saat aku menyuruhnya menerima perjodohan ini.” Ujar Ayah.
“Iya, Kak. Dia juga mempersiapkan sendiri bahkan terlihat bahagia menalani hari-hari menuju lamaran. Kami tidak tahu kalau sebenarnya dia mencari tahu diam-diam tentang Fadil.” Ibu dari Dewi mulai bersuara.
“Maksud Dewi sudah bagus tapi sayang karena dia menunjukkannya di depan umum. Akan lebih baik kalau dia mengatakannya kemarin sebelum hari H. Dengan begitu, aib Fadil tidak akan diketahui orang umu. Tapi ini? Semua undangan dan keluarga besar jadi tahu semua. Wajar saja kalau mereka marah besar pada Dewi. Karena ini sangat memalukan buat mereka.”
“Biar Kakak yang bicara dengan Dewi setelah ini.” Si bibik keluar dan langsung terkejut melihat Dewi sudah berdiri di depan pintu kamar ayahnya.
“Ikut Bibik!” serunya.
Dewi tidak membantah, ia mengikuti sang bibik ke kamarnya. Wanita paruh baya itu langsung duduk di tepi ranjang lalu menatap Dewi tajam. “Duduk!” lagi-lagi Dewi menurut.
“Boleh Bibik tahu tujuanmu melakukan ini?”
“Maafkan Dewi, Bik.”
“Bibik ingin mendengar penjelasanmu bukan maafmu!” ucapan tegas itu keluar dari mulut si bibik.
“Kamu tahu kan kalau perbuatanmu kali ini telah mencoreng nama keluarga Fadil? Mereka itu juga keluarga kita. Itu sama saja dengan mencoreng nama keluarga kita. Apa kamu tidak tahu itu?”
“Maaf, Bibik. Hanya itu yang terlintas di benak Dewi saat itu. Dewi tidak mau berdebat sama Ayah jadi Dewi pikir inilah cara terbaik untuk langsung memperlihatkan semua bukti-bukti di depan Ayah dan keluarga Bang Fadil. Selama ini mereka terlalu membanggakan putranya seakan Bang Fadil itu pria sempurna tapi ternyata apa? Putra yang mereka banggakan itu tidak lebih sama dengan pria lain di luar sana.”
“Bibik tahu tapi caramu tetap salah. Kamu membuka aibnya di depan umum. Kamu harus meminta maaf pada mereka.”
“Iya, Bik.” Sejujurnya ia baru sadar kalau apa yang dilakukannya terlalu ekstrim tapi nasi sudah jadi bubur. Semua sudah terjadi, menyesal pun sudah tidak berguna.
Sebagai seorang yang memiliki banyak pengalaman, Bibik melihat ada yang aneh dari Dewi, gadis itu tidak terlihat bersedih atau kecewa.
“Apa ada yang tidak Bibik tahu?” pertanyaan sang bibik sambil memainkan alisnya membuat Dewi terkekeh.
“Kamu punya calon lain ya?”
Dewi terciduk dan mau tidak mau akhirnya Dewi bercerita tentang Fiqi pada beliau. “Bibik yakin apa yang kamu pikirkan akan terjadi jika perangai buruk Fadil tidak kamu bongkar hari ini. Sebagai Kakak, Bibik tahu sekali sifat Ayahmu. Dia selalu mengedepankan logika dari pada perasaan. Padahal kita ini wanita yang memiliki perasaan sensitif dan intuisi yang tajam. Tanpa logika, kita bisa menilai seperti apa seseorang itu, bukan?”
“Jadi kapan dia akan melamar?”
“Masih belum lulus, Bik. Dewi juga lagi mengurus beasiswa S2.” Mata Bibik langsung berbinar. Ia sangat mendukung kesuksesan Dewi.
“Ayahmu pasti tidak setuju, kan?” Dewi mengangguk. Bibi menghela nafas, “Lanjutkan sekolahmu dan setelah itu baru pikirkan soal menikah. Biar Bibik yang bicara sama Ayahmu. Dia itu sudah tua tapi kpikirannya ikut tua juga.”
“Bagaimana dengan sahabatmu itu? Apa yang akan kamu lakukan?”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Cut SNY@"GranyCUT"
👍👍👍👍👍
2023-08-01
0
Cut SNY@"GranyCUT"
lho kok Dewi tang ditampar, bukan anaknya yang perilakunya tak baik?
2023-08-01
0
istrinya Taehyung 💜
akhirnya terbongkar juga
2023-02-28
0