TOEFL...

Dewi meremas jari jemarinya mencoba tenang. Ia langsung menaiki bus antar kota setelah menyelesaikan tes TOEFL tadi pagi. Dewi berpikir untuk makan terlebih dahulu setelah menyelesaikan tes yang sangat menguras otaknya tapi begitu ia melihat panggilan tak terjawab dari ibunya, gadis itu langsung panik mengira jika terjadi sesuatu yang buruk pada ayahnya tapi saat ia menghubungi kembali ternyata ia justru mendapat amukan dari sang ayah.

“Pulang sekarang!!!” Dewi mengambil langkah seribu dalam keadaan gelisah pergi meninggalkan kampus tersebut.

Dua jam di dalam bus, Rani mengirim pesan untuknya. gadis itu menceritakan kejadian saat ia dan Eva ke rumah Dewi tadi. Begitu mendengar cerita Rani, Dewi langsung menyimpulkan jika semua ini rencana Eva untuk menghancurkan hubungannya dengan sang ayah.

“Licik sekali dia!” batin Dewi seraya menyandarkan tubuhnya di jok. Hari ini begitu melelahkan, hanya Fiqi, Ayi, Rani dan Ricki yang terus memberikan semangat walaupun hanya lewat pesan. Bang Reja juga ikut menyemangatinya. Sementara Eva, si sahabat palsu itu tidak tahu tentang keberangkatan Dewi ke luar kota. Tapi rupanya, Eva sangat cerdik hingga dia bisa tahu tentang keberangkatan Dewi.

Jam sebelas malam, Dewi tiba di rumahnya. Dia berpikir jika kedua orang tuanya sudah tertidur ternyata masih terjaga atau lebih tepatnya berjaga menunggu kedatangannya.

“Yah, besok pagi saja bicaranya! Dewi juga pasti capek.” Ibu mencoba menasehati tapi sayang ayah dari Dewi terkenal keras.

“Ibu harap apa dari anak ini? Dia itu sudah berani pergi dari rumah tanpa izin kita dan yang lebih parah lagi dia membohongi kita. Dia pikir kita ini apa? Dia tidak menghargai kita sama sekali, Buk.”

Dewi memilih diam sembari menunduk. Jiwa raganya sangat lelah hari ini. Tenaganya sudah di bawah rata-rata hingga untuk sekedar membela diri, dia sudah tidak mampu.

“Sudah, Pak. Besok saja kita bicara baik-baik. Tidak enak didengar tentagga malam-malam bersuara nyaring.” Ibu terpaksa menarik tangan sang suami untuk masuk ke kamar.

“Tidurlah! Besok kita bicara lagi.” Ucap Ibu lembut.

Dewi menitikkan air mata, ia tahu ini tidak akan mudah. Untuk menyalahkan Eva, dia butuh banyak bukti dan tenaga apalagi mereka berteman. Kalau dia mempermasalahkan ini dengan Eva, sahabat palsunya pasti akan memutar kata hingga Dewi lah yang akan bersalah karena dia memberitahukan pada Eva terkait keberangkatannya ke luar kota.

Lelah jiwa raga membuat Dewi tertidur nyenyak sampai tangan lembut sang ibu tidak terasa di badannya.

“Apa dia belum bangun? Apa dia pikir kalau mati nanti akan ditanya pelajaran di kampus?” suara keras sang ayah membuat mata Dewi seketika terbuka.

Setelah salat subuh, Dewi keluar menuju dapur. Ia hendak membantu sang ibu tapi ternyata semuanya sudah selesai. Mereka sarapan dalam diam tanpa ada yang bersuara. Lidah Dewi seakan pahit untuk mencicip makanan saat melihat wajah marah sang ayah.

“Duduk!” titah sang ayah setelah mereka menyelesaikan makan. Dewi yang saat itu menghidangkan kopi ke ruang tengah untuk ayahnya hanya bisa menurut.

“Inilah sidang yang sesungguhnya.” Batin Dewi.

Mata ayah menatap Dewi tajam seperti ujung pedang yang siap membabat tubuhnya.

“Maafkan Dewi, Yah, Buk.” Tidak ada kata lain yang tepat saat ini.

“Lupakan masalah S2 karena bulan depan kamu akan bertunangan dengan anak kerabat jauh Ayah!”

Deg…

Wajah yang tadinya menunduk kini terangkat menatap sang ayah. Dewi sudah memprediksi ini akan terjadi tapi dia tidak tahu akan ada adegan beasiswa karena di masa sebelumnya ia tidak mendapatkan kesempatan itu.

“Ayah tidak menerima bantahan!” Dewi tersenyum, “Baik, Yah! Tapi izinkan Dewi menyelesaikan semua prosedur supaya para dosen tidak menyalahkan Dewi. Pihak kampus sudah menyiapkan semuanya kalau Dewi tidak ikuti, mereka akan marah dan mereka akan memanggil  Ayah dan Ibu untuk klarifikasi.”

Ayah dan ibu terlihat berpikir sejenak, Dewi tersenyum kecil hampir tidak  terlihat. Tidak sia-sia selama di dalam bus ia tidak tidur.

“Baiklah!” Dewi ingin loncat-loncat tapi urung. Ia tidak mau orang tuanya curiga.

Menjelang siang, Dewi pergi ke kampus seperti biasa. Hari ini ada beberapa mata kuliah yang harus ia ikuti termasuk mata kuliah semester lanjut.

Ting…

Pesan dari asisten ketua prodi membuat langkah Dewi harus berlanjut ke akademik sebelum masuk ke kelas.

“Cangratulation! Kamu lulus dengan skor 490. Dengan skor begini, kamu bisa memilih kuliah di luar negeri. Banyak beasiswa dari luar negeri saat ini. Terserah kamu mau ambil di mana, nanti pihak kampus akan memberitahukan daftar negara yang bisa kamu pilih.” Ujar Ketua Prodi.

Dewi tersenyum, setelah mengucapkan terima kasih. Dia kembali ke kelas dengan senyum sumringah seakan baru bertemu pujaan hati.

Senyum itu langsung berganti dengan kepalsuan saat melihat Eva sudah duduk di kelas bersama teman-teman yang lain. Dewi tidak memberitahukan mereka tentang nilai TOEFLnya. Dia ingin menyelesaikan urusannya lebih dulu dengan Eva. Sahabat palsunya itu telah membuatnya harus menyelesaikan masalah ini secepatnya. Hanya sisa dua minggu untuknya mendapatkan bukti lebih tentang hubungan Eva dan Fadil.

“Lelah harus kembali berpura-pura seperti ini.” Batinnya lalu menghela nafas.

“Kenapa? Ada masalah? Maaf ya, gara-gara aku, orang tuamu jadi tahu tentang kepergianmu ke luar kota. Kamu sendiri sih kenapa tidak bilang sama kami kalau kamu membohongi orang tuamu tentang tes itu. Kalau tahu begitu, aku tidak perlu masuk ke rumahmu hari itu. Jujur saja aku merasa bersalah padamu. Sekali lagi, maaf!” ujar Eva panjang lebar.

“Sudahlah! Aku juga minta maaf karena tidak memberitahukanmu tentang kepergianku ke kampus negeri.” Ucap Dewi tentu saja dengan mimik wajah dibuat-buat.

Hubungan keduanya kembali seperti biasa. Hari berganti hari, di sela-sela kesibukannya mengejar mata kuliah. Dewi masih menyempatkan diri untuk mencari bukti kedekatan Eva dan Fadil. Setiap ada kesempatan, Dewi selalu berusaha mendapatkan ponsel Eva hanya sekedar memotret isi pesan si sahabat palsu dengan calon suaminya.

“Yah, aku ingin tahu kenapa Bang Fadil mau dijodohkan denganku? Kami juga belum pernah bertemu.” Tanya Dewi sama ayahnya setelah makan malam.

“Saat ini dia sedang di luar negeri. Kamu tenang saja, sehari sebelum acara lamaran, dia akan tiba di sini. Dia sudah kenal sama kamu.”

Dewi bangkit dari tidurnya, “Bang Fadil kenal sama Dewi?” Ayah tertawa melihat keterkejutan Dewi.

“Iya. Dulu saat kamu masih SMP, dia pernah bertemu sama kamu di acara pesta sepupu kalian.”

“Hanya itu? Apa Paman dan Bibik tidak menunjukkan fotoku sama Bang Fadil? Maksudnya foto aku yang sekarang?” tanya Dewi lagi.

“Sudah! Fadil tahu kamu cantik karena selera orang tuanya itu sama dengan selera Bibimu. Kamu tahu sendiri kalau Bibimu itu sangat menyukaimu karena kamu cantik.”

“Apa ini artinya Bang Fadil belum pernah melihat fotoku yang sekarang?” Dewi bertanya-tanya dalam hati lalu sebuah seringai muncul dibalik senyumnya.

“Sampai ketemu di acara lamaran Bang Fadil!”

***

Terpopuler

Comments

Aida Fitriah

Aida Fitriah

dag dig dug kak aku baca'a😣😣😣😣tegang banget takut dewi ketahuan😥😥😥

2023-02-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!