“Kasa.”
Panggilan diikuti ketukan pintu mengagetkan dua insan yang nyaris mempertemukan bibir. Myria langsung mendorong suaminya dengan sekuat tenaga. Angkasa sendiri langsung melengos dan menyahut suara dari luar.
Pintu kamar terbuka. Angkasa melihat ibunya membawa nampan berisi dua gelas susu dan makanan.
“Papa pulang bawa oleh-oleh kue ini. Mama buatkan kamu dan Myria susu sekalian. Ambil!.” Nampan tersodor ke arah putranya, Nyonya Nasita menambahi, “Jangan lupa bawa turun nampannya kalau sudah habis.”
Tangan pemuda itu terangkat untuk menerima pemberian. “Makasih, Ma.”
Nyonya Nasita segera turun ketika urusan selesai. Beliau sempat menanyakan keberadaan menantunya dan dijawab Angkasa sedang belajar. Memang benar, Myria telah kembali ke meja belajar yang ada.
Pintu kembali tertutup. Angkasa menghela napas seolah mengeluarkan beban. Kakinya melangkah pelan menuju meja sofa, lalu mendaratkan makanan. “Mama bawain elo makanan, My.”
Myria berhenti mengerjakan tugas. Dia melirik suaminya yang tengah berjalan melawan arah dengan keberadaan dirinya.
“Myria!” Suara Angkasa menegas. Tentu saja pemuda itu tahu jika istrinya pura-pura tidak dengar.
Buru-buru Myria berdiri dan mendekat kembali pada Angkasa. Dia menunduk. “Iya, makasih.”
Lidah berdecak, Angkasa membanting dirinya ke sofa dan menarik tangan Myria tanpa izin. Sengaja melakukan itu, Angkasa ingin tahu respons Myria yang lain. Benar adanya, istri barunya itu memekik secara refleks.
“K–Ka.” Tenggorokan Myria serasa tercekik mendadak. Hanya untuk menyebut satu kata saja harus tersendat dan tidak lancar. Gadis mana yang tidak gugup kala mendarat tepat di pelukan dan dapat tatapan begitu intens dari pemuda seperti Angkasa.
“Gue tipe orang yang males ngulang ucapan, Myria. Bisa nggak kalau elo nggak bakal lakuin hal kayak tadi? Kecuali emang elo bener-benar nggak denger.”
Bibir Myria tidak sanggup berkata-kata. Dia mengangguk kaku.
Cukup bagi Angkasa dapat jawaban demikian. Namun, cowok itu tidak melepas pelukannya sama sekali. “Lihat gue, My.”
Meski hati seperti terombang ambing di tengah lautan kegugupan. Myria perlahan mengangkat kepala. Rasanya begitu berat melakukan itu lantaran dia khawatir akan lengah kembali seperti beberapa menit lalu.
“Lo masih takut sama gue?”
Myria mengangguk.
“Kita sudah sedekat ini, lo masih takut?” Angkasa terkekeh sebentar. “Tapi ada hak gue dalam diri lo, My.”
Myria menunduk makin dalam. Dia bukan gadis polos yang tidak paham apa pun. Ungkapan Angkasa jelas menuju ke pembahasan tentang hubungan antara hak dan kewajiban suami maupun istri.
“Aku ….” Myria bingung menjelaskan. Bagaimanapun juga, pernikahan yang telah berjalan memang dilakukan secara tiba-tiba. “Aku nggak pa-pa, kok, kalau kamu mau minta hakmu. Semua yang ada padaku memang untukmu.”
Jawaban Myria membuat Angkasa tercengang. Masih dalam posisi memeluk, pemuda itu kalah bicara. Niat hanya menggoda agar kecanggungan tidak terpelihara terlalu lama, tetapi tanggapan Myria sungguh di luar dugaan.
Perlahan, tangan Angkasa bergerak menyamping, lalu menurunkan tubuh Myria ke sofa. Punggung Angkasa menegak dan tangannya mengusap pipi sang istri. “Gue nggak akan minta itu kalau bukan lo yang ngasih izin. Gue nikahi elo bukan buat ngasih elo tekanan hidup. Lupain omongan gue.”
Kondisi mendadak hening. Angkasa diam dan masih melihat Myria, sementara gadis itu tak lagi menambah pembicaraan. Jujur, Myria memang belum siap memberikan kesucian pada siapa pun, sekalipn pada sang suami. Selain tidak ada rasa cinta, dia juga berpikir masih terlalu muda andai nanti kebobolan.
***
“Woi, Rik! Anaknya udah dateng.” Risti berlari ke dalam. Dia yang sedari tadi memantau Myria dari depan kelas, buru-buru lapor pada sahabatnya. “Lo mau nyamperin sekarang?”
Erika menengok jam di tangan kirinya. Dia berdecak. “Udah mau bel. Ntar aja waktu istirahat.”
“Serius lo? Istirahat ada temennya yang rada-rada itu tahu!”
Bola mata Erika berputar teratur. Dia ingat bahwa selalu ada Friska di samping Myria. “Biarin ajalah. Gue cuma mau kasih peringatan.”
Jam istirahat tiba, Friska menarik Myria untuk ke kantin seperti biasa.
“My, mampir ke toilet bentar,” kata Friska di tengah jalan dan diangguki oleh Myria. Dua gadis itu berbelok arah.
Erika yang sejak tadi membuntuti, bergegas menghampiri Myria. Dapat kesempatan seperti itu, tentu saja tidak perlu berpikir ulang untuk bertindak.
“Myria.”
Myria terlonjak kala mendengar suara dari belakang. Dia tengah membalas pesan Angkasa secara diam-diam. Buru-buru ponsel dimasukkan ke saku. “Ya.”
“Gue denger dari nyokap kalau lo keluar dari kerjaan. Kenapa?” Erika masih sempat basa basi, sementara Risti terus mengawasi pintu toilet di mana Friska berada.
“Eum, iya. Aku ….” Myria bingung untuk menjelaskan lantaran kemarin mengundurkan diri atas perintah Angkasa. Semua keputusan itu bukan karena kehendak pribadi.
Belum selesai Myria menjawab, Erika kembali menyela, “Gue juga lihat lo dibonceng Kasa kemarin.”
Jantung berdegup. Myria yakin jika ekspresi wajahnya kini telah berubah kaget.
“Lo ada apaan, sih, My, sama Angkasa?” Erika kembali mencerca.
“Aku nggak ada apa-apa. Dia kemarin cuma nawari buat pulang bareng karena aku udah lama nunggu angkutan yang enggak lewat-lewat.”
Erika diam, tetapi dua matanya menatap serius seperti menguliti seseorang. Sementara itu, Risti yang tidak sabaran. “Yakin lo nggak ada apa-apa?” kata Risti penuh sindiran. Dia memandang sinis dan tidak ada kehangatan sama sekali.
“Eum, ya.” Myria mengangguk ragu. Jemarinya memilin ujung jilbab karena harus berbohong.
Tiga gadis yang ada di depan toilet itu masih saling adu pandang tanpa pembicaran. Sampai ketika suara pintu terbuka, Erika dan Risti buru-buru sadar.
“Inget, ya, My, kali ini gue masih percaya sama lo. Tapi kalau gue tahu ada sesuatu yang elo tutupi, mau nggak mau gue harus bertindak.” Erika berkata penuh penekanan. Matanya masih menatap tajam mengintimidasi. Dari ratusan siswa yang mengantre padanya, Erika memang terus terobsesi pada Angkasa.
“Denger, tuh!” Telunjuk Risti mendorong bahu Myria sebelah kiri. Dia berputar dan mengibas rambut sampai mengenai wajah Myria.
Friska baru muncul setelah membenarkan jilbab. Kali ini, dia tidak mengetahui apa yang sedang terjadi. Namun, indra penglihatannya masih bisa menanggkap punggung Erika dan Risti yang mulai jauh. “Itu Erika?”
Myria mengangguk. “Iya.”
“Nyamperin kamu, My?”
Teringat kekacauan kemarin, Myria memilih menyembunyikan kebenaran. “Enggak, kok. Ke toilet juga.”
Tidak ingin ambil pusing, Friska percaya begitu saja. Gadis itu sudah lapar dan tidak ada waktu memikirkan yang lain.
Kantin masih ramai meski bel istirahat telah terlewat beberapa menit lalu. Friska celingukan mencari bangku kosong.
“Myria, sini!”
Suara itu mengalihkan perhatian. Myria dan Friska menoleh lantas mendapati Sakti melambaikan tangan. Tentu saja dua gadis itu terbengong sesaat.
“Kesambet apa Sakti ngajakin kita semeja?”
Bahu Myria mengedik, tetapi matanya ikut menyapu teman-teman yang semeja bersama Sakti. Tidak ada Erika dan Risti seperti biasa, yang ada justru suaminya.
“Fris, buruan!” Sakti berteriak sekali lagi. Cowok itu malah berdiri dan menghampiri. “Semua meja penuh, tinggal meja gue dan anak-anak yang kosong. Biasanya diisi Erika sama Risti, mereka nggak ada hari ini. Jadi kalian gabung aja sekalian.”
Friska bertukar pandang pada sahabatnya untuk meminta pendapat.
“Eng ….”
“Udahlah, santai aja kali.” Tangan Sakti tiba-tiba menarik secara asal. Beberapa kali Myria dan Friska minta dilepas, tetapi cowok itu justru cengengesan. Dia tidak tahu jika Angkasa terus memperhatikan.
“Duduk sini, gue traktir kalian karena gue lagi bahagia.”
“Bahagia kenapa?” Friska bertanya sembari mencari posisi nyaman di tempat duduk.
“Bahagia karena dapat anugerah. Ketua geng motor kita udah mau gabung lagi.”
Orang yang dimaksud mendongak. Angkasa memelototi Sakti dari tempat duduk. Tanpa mengucap sepatah katapun, tatapan yang diberikan sudah mewakili ancamannya.
“Iya-iya, gue diem.” Daripada dapat pukulan dari Angkasa, Sakti segera pergi memesan. Dia bisa jadi samsak hidup kalau terus mengganggu sahabatnya itu.
Berbeda dari Sakti yang bicara santai dan telah pergi, Myria justru terpikirkan omongan barusan. Gadis itu bertanya-tanya dalam diam, apakah suaminya akan kembali balapan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Alanna Th
jngn smp angkasa kembali gabung geng motor
2024-02-23
1
Qaisaa Nazarudin
Myria jangan jadi cewek yg lemah lih kamu, Aelah kan angkasa udah cerita ke kamu semuanya..
2023-10-28
0
Qaisaa Nazarudin
Heran aku dgn Myria,pakai jilbab paham agama, tapi selalu menghindar dr suami, sampai harus di paksa,, Harusnya dia paham kan semua itu, gak harus dipaksa juga,,Walaupun belum ada cinta, Apa pun alesan mereka menikah, kewajiban istri tetap terhadap suami…
2023-10-28
0