“Kasa, kamu ngomong apa? Baru datang sudah kayak gini?” Myria tak habis pikir atas apa yang dihadapi. Dia nyaris menutup pintu dan mengabaikan Angkasa, tetapi terhalang lengan cowok itu.
“Kasa!” Nada bicara Myria mulai menegas. Dua mata bulatnya bahkan terkesan menyorot kejengkelan. Sejak hari di mana Angkasa mengakui ketertarikan, Myria merasa cowok itu mulai berubah.
“Gue serius.”
“Kasa!”
“Gue serius, My. Nikah sama gue biar lo nggak sendirian nanggung beban hidup gini. Lo bisa berbagi sama gue. Gue nggak tega lihat lo terus-terusan bingung gini.”
“Oh, kamu ngajak nikah karena ngasihani aku? Maaf, Kasa, aku masih bisa bertahan hidup dengan berdiri pakai kakiku sendiri.” Air tiba-tiba merebak di indra penglihatan Myria. Matanya yang biasa terlihat jernih, kini buram karena terhalang bendungan kesedihan. Pikiran cewek itu kembali di hari saat Angkasa membantunya mencari tempat tinggal. Mungkinkah cowok itu kini memiliki maksud tersembunyi seperti kala itu? Bagai dihantam badai beruntun, persoalan memang belum ketemu ujungnya hingga kini. Namun, Myria tidak pernah berpikir untuk mengakhiri semua dengan pernikahan.
Menyadari ada yang salah atas ucapannya, Angkasa segera maju dan menjelaskan. Namun, Myria mendorong dadanya karena kesal. “My, bukan gitu maksud gue tadi. Lo salah pengertian. Gue ….”
“Apa aku terlihat sangat menyedihkan, Kasa? Kamu tahu kalau Islam menyebut pernikahan itu Mitsaqan Ghalidza. Segampang ini kamu ngajak nikah, apa kamu bisa megang perjanjian itu di usia kita yang masih muda gini?”
Angkasa terdiam. Dia sepertinya harus belajar tentang istilah yang baru saja diucap Myria. Memang benar bahwa dirinya terlalu kacau jika ingin memiliki Myria. Apalagi bersanding dengan gadis itu. “My, tapi gue ….”
“Menikah enggak seindah atau seromantis konten media social, Kasa. Ada banyak hal yang harus disiapkan. Apa kamu sudah mempersiapkan semua itu?”
Keberanian yang dibangun Angkasa selama perjalanan dari rumah ke kost, lenyap begitu sata selepas dapat banyak pertanyaan dari Myria. Gadis di depannya tidak salah, justru Angkasa sadar betapa ceroboh dirinya. Menikah bukan perkara hidup bersama, tetapi semua hal rumit atau hal kecil sedikit pun. “My, gue bisa belajar.”
“Pulang, Kasa. Jangan bicara yang aneh-aneh lagi. Aku anggap malam ini hanya kedatanganmu sebagai teman sekolah. Bukan perkara lain.”
“Tapi, My, emangnya apa yang salah dari pernikahan? Gue gini biar bisa lindungi lo. Gue tahu, lo nggak nyaman kalau di deket gue karena kita nggak halal. Jadi gue ambil keputusan gini biar lo lebih tenang saat kita sama-sama.”
Dua mata Myria memejam diiringi tarikan napas untuk menata hati. Nyatanya, menghadapi teman kelasnya itu tidaklah mudah. Angkasa sedikit keras kepala. “Kasa.” Suara Myria melembut. Dia mencoba menatap saksama dua mata Angkasa. “Aku enggak masalah buat nikah muda, tapi yang masalah, apa sudah siap? Pernikahan itu enggak mudah, Kasa. Kita masih di bawah umur. Kamu tahu, kan?”
“My, gue bisa nikahin lo secara agama. Ketika usia kita sudah terpenuhi, gue bawa lo ke KUA.”
Kepala Myria yang pusing sejak kemarin makin tidak keruan mendengar pembicaraan Angkasa. Cowok satu itu entah di mana pemikirannya. Padahal, Angkasa salah satu cowok cerdas di kelas, tapi kenapa saat seperti ini kecerdasannya seolah lenyap mendadak.
“Kasa, pulanglah. Besok kita sekolah. Enggak perlu peduli padaku segitunya, aku pasti bisa lewatin semua ini. Assalamualaikum.”
Pintu tertutup sempurna. Mulut sudah terbuka untuk menyergah, tetapi Angkasa kalah cepat. Bahkan, tangan kanannya sudah terangkat untuk menahan Myria.
***
Kelas ramai saat mendengar bel istirahat. Para siswa berhamburan layaknya semut keluar dari sarang. Berbeda dari yang lain, Myria tidak ke kantin hari ini. Uang tidak akan cukup kalau dia terus jajan sementara sumber penghasilan masih nol.
“My, kamu puasa?” Friska berhenti menarik tangan kala sahabatnya menahan diri di dekat bangku. Dia menoleh dan memberi tatapan menunggu jawaban.
Myria mengangguk. Dia terpaksa berbohong agar tidak panjang urusan. Sudah terlalu sering Friska direpotkan dan Myria enggan melakukan itu terus menerus. “Kamu ke kantin sama yang lain aja. Aku mau ke perpus. Kalau bel masuk belum balik, samperin aja siapa tau aku ketiduran.”
Ganti Friska yang mengangguk. Dia akhirnya pergi ke kantin sendiri dan berjanji akan segera kembali untuk menghampiri Myria sebelum bel berbunyi.
Kantin penuh akan siswa. Mulai dari kelas X sampai XII semua menjadi satu. Pedagang memang banyak dan tinggal pilih menu, tetapi Friska pusing juga saat sendirian tanpa teman. Apalagi harus antre dan menunggu. “Gue bisa kelamaan kalau gini.”
Angkasa dari kejauhan melihat Friska sendirian segera menghampiri. Dia menyelip banyak siswa di belakang Friska hingga mengundang kegaduhan. Tidak memungkiri, meski telah lama hengkang dari grup basket sekolah, pesona cowok itu tetap mendominasi. “Gue cuma bentar, nggak bakal nyerobot antrean kalian,” kata Angkasa memberi penjelasan agar tidak disoraki.
“Di mana Myria?”
“Perpus.” Tanpa curiga atau apa pun, Friska menjawab santai. Dia tidak ingin menengok ke belakang atau menatap Angkasa lama-lama. Andai itu dilakukan, urusan pasti tidak cukup sampai di situ.
Rasa penasaran tuntas, Angkasa bergerak mundur dan menjauh dari kumpulan orang. Beberapa siswi dari kelas lain sibuk memandangi, bahkan para adik kelas dengan berani mengeluarkan ponsel untuk mengambil gambar. Angkasa bagaikan artis sekolah hingga sebanyak itu penggemar.
Sembari membawa sebotol air mineral, Angkasa bertolak ke perpustakaan. Dia berjalan menyusuri ruangan yang masing-masing sisi penuh akan rak dan buku-buku. Ada empat meja panjang di tengah ruang. Cowok itu segera menuju tempat tersebut tanpa dikomando.
Rasa dingin membangunkan Myria dari tidur. Dia membuka mata dan mendapati Angkasa sudah berdiri sambil tersenyum. Pipinya diraba, Myria menyadari jika cowok di depannya itulah sang pelaku. “Ngapain kamu bawa makanan kemari?”
“Minum doang, kali. Nih, ambil!” Botol mulai mengembun karena suhunya yang dingin baru keluar dari kulkas. Melalui minuman dingin itu pula Angkasa membangunkan Myria dengan menempelkan botol ke pipi.
“Aku nggak haus.”
“Gue tahu lo bohong.”
Myria melengos sebab malas menanggapi. Badannya sedikit lemas karena tidak sarapan pula. Dia harus menunda makan sampai nanti malam.
Ekspresi Myria tak lekas membuat Angkasa jera. Cowok itu makin merapat dan mengambil duduk di sebelah. Dua remaja itu beruntung sekali berada di bangku paling ujung sehingga tidak banyak yang menempati.
“Lo baca apaan?” Buku dari depan Myria ditarik Angkasa. Cowok itu membolak-balik sampul halaman depan belakang.
“Kasa, bisa diem, nggak? Kamu nggak baca tulisan di dinding itu?” Telunjuk Myria menunjuk sisi kanan di mana ada tulisan peraturan perpustakaan.
Angkasa langsung menoleh sekitar. Dia bisa lihat hampir semua pengunjung perpus sibuk dengan buku masing-masing. Dia sendiri yang seperti manusia kesasar di tengah lautan buku.
Bosan karena diabaikan Myria, ada lagi tingkah Angkasa. Dia sengaja mengambil ponsel dari saku, lalu menekan menu kamera dan memotret Myria secara diam-diam. Setiap jepretan berhasil, senyum Angkasa terbit. Cowok itu benar-benar terkena virus merah jambu level akut.
“Hei, lo di sini ternyata.”
Suara itu langsung menghentikan tingkah Angkasa. Dia buru-buru menyembunyikan ponsel ke saku.
Tidak jauh berbeda dari Angkasa, Myria juga menunda aktivitas membaca bukunya. Gadis itu mendongak dan mendapati Erika sudah menarik kursi di depan.
“Gue nyari lo dari tadi, My. Ke kelas, elo-nya nggak ada. Gue langsung ke sini. Nggak nyangka pula ada Angkasa di sini. Gue seneng, deh.”
Tatapan Erika sengaja dihindari. Angkasa menarik mundur badannya dan berdiri. “Gue balik kelas.”
“Eh, tapi gue baru dateng, Ka.” Erika nyaris berteriak dan menahan lengan Angkasa. Namun, cowok itu sengaja berjalan cepat. Jangankan disentuh, melihat wajah Erika saja Angkasa begitu malas.
“Erika, kamu kenapa nyari aku?” Myria mengalihkan pembicaraan hingga Erika kembali menaruh perhatian padanya.
“Gimana tawaran gue kemarin? Lo terima kerja di catering nyokap nggak? Aku udah tanya, kata nyokap boleh. Ntar kerjaan nggak seberat karyawan full time.”
Dalam kondisi seperti sekarang, Myria tak lagi ada pilihan. Dia menarik napas sebentar lalu tersenyum. “Aku mau.”
“Oke. Pulang sekolah, lo bisa kenalan sama nyokap. Ntar balik sama gue aja.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Alanna Th
erika ada udang dbalik batu tuh; mo deketin kasa lwt myria. hati", myr
2024-02-22
2
Siti Nina
bagus ceritanya ka,,,
2023-12-13
0
Azka Putra
seperti ada udang dibalik bakwan...
hati hati myria,,
2023-12-11
1