Sepasang mata Angkasa terbelalak mendengar jawaban Myria. Dia yang awalnya sandaran langsung duduk tegak dan sedikit mencondongkan badan pada istrinya. Cowok berkaus putih itu bertanya lagi, “Serius Mama nyuruh lo gitu?”
Myria mengangguk. “Dua rius.” Memang bukan waktunya bercanda, tetapi Myria menjawab santai tanpa beban. Berbeda sekali dengan suaminya.
Angkasa melipat kaki dan duduk bersila, lalu menarik guling ke dekapan. “Terus apa keputusan lo?”
Myria menggeleng. “Enggak tahu. Aku bilang sama Bunda kalau mau minta persetujuan kamu dulu.”
“Oh.” Angkasa manggut-manggut. Layaknya pria dewasa, pemuda itu mengusap-usap dagu sambil berpikir. Myria di depannya merasa lucu melihat perubahan tersebut.
Orang bilang, watak pasangan akan terlihat wujud aslinya setelah menikah. Sepertinya itu memang benar dialami Myria kali ini. Gadis bermata bulat itu sekarang bisa bebas melihat sikap Angkasa yang jarang sekali ditunjukkan di sekolah.
“Kayaknya nggak perlu, My. Besok atau kapan kalau Mama nanya, jawab aja gue nggak bakal ngapa-ngapain lo. Lagian kemarin juga udah bilang, Mama nggak percayaan banget sama gue.”
Myria tak bisa lagi menahan tawa. Gadis itu terkikik sembari menutup mulut. Angkasa langsung memandang ke arahnya dan berceletuk, “Kenapa lo malah ketawa? Ada yang lucu dari gue?”
“Iya. Kamu ternyata beda kepribadian kalau di rumah.”
Lidah Angkasa berdecak. Dia mengangsur tubuhnya mundur, lalu menarik segelas air putih dari nakas untuk minum. “Gue mau turun. Mau diambilin apa lo?”
“Enggak. Aku mau tidur.”
“Oh. Oke.”
Putra keluarga Sastra itu keluar dan menutup pintu. Dia menyisakan Myria seorang diri di kamar yang cukup luas. Istrinya turun dari kasur, lalu berjalan-jalan ke meja belajar.
Semua buku tersusun rapi di rak, beberapa alat tulis dan satu laptop terletak di meja dibarengi lampu belajar. Benda-benda itu menarik perhatian Myria. Namun, dari sekian barang yang ada, Myria lebih tertarik dengan satu bingkai foto berisi gambar Angkasa dan satu cowok. Dia menarik kursi, lalu mengambil bingkai tersebut. “Mirip. Apa dia saudara Angkasa?”
“Iya. Itu kakak gue.”
Suara dari arah belakang membuat Myria langsung memutar kursi belajar. Dia melihat Angkasa datang menghampiri dengan dua cup es krim di tangan. “Nih, buka sendiri.”
Bingkai dikembalikan ke meja, satu tangan Myria menerima pemberian es krim meski sedikit tidak paham mengapa malam-malam suaminya makan makanan tersebut.
“Itu foto gue waktu SMP sama kakak gue udah SMA, tapi dia udah meninggal.”
“Hah?” Myria menutup mulut karena syok. Es krim di tangannya untung tidak jatuh ke lantai dan masih dipegang satu tangan lainnya.
“Dia meninggal dua tahun lalu.” Angkasa meneruskan bicara. “Ya, kita kelas satu awal-awal masuk sekolah SMA.”
“Me–meninggalnya karena apa?” Myria bertanya penuh kehati-hatian. Dia khawatir pertanyaannya itu menyinggung hati Angkasa apalagi sampai membuat sedih.
“Kecelakaan pesawat. Waktu itu kakak gue mau balik ke sini, dia kuliah di luar negeri baru dapat tiga semester. Tapi, takdir Allah beda lagi sama harapan keluarga.”
Myria menatap iba pada Angkasa. Dia sampai lupa membuka es krim yang sejak tadi ada di tangan karena fokus mendengarkan. Padahal, Angkasa bercerita hal itu sudah begitu tegar dan terkesan baik-baik saja. Namun, justru Myria yang bersedih. Bukan hanya alasan iba, tetapi Myria tahu rasanya kehilangan keluarga untuk selama-lamanya.
“Kasa.”
“Gue cerita, kok, lo malah nangis, My?” Angkasa segera menaruh es krim ke meja. Cowok itu sampai berlutut di depan istrinya karena khawatir.
Dapat perlakuan demikian dari Angkasa, Myria makin terisak. Dua matanya sampai tidak berhenti mengeluarkan air. Padahal, tidak ada yang salah dari omongan suaminya, tetapi hati gadis itu masih sakit. Luka di batinnya belum kering apalagi ingatan di kepala, mungkin tidak akan pernah terhapus.
“Sorry, My. Gue lupa kalau lo ….” Angkasa tak sanggup meneruskan kalimat. Dia menelan kembali semua kosakata yang ada di ujung lidah. Cowok itu menaikkan tangan dan perlahan mencoba menggenggam tangan Myria. “Gu–gue ….” Mendadak Angkasa gugup. Ada yang salah dengan debaran di jantungnya kali ini. “Gue tadi cuma mau berbagi cerita sama lo, My. Bukan maksud ingetin lo sama kejadian beberapa minggu lalu.”
Myria terdiam, tetapi berusaha menenangkan jiwanya yang terguncang lagi. Dia mencoba menarik garis senyum di bibir agar tidak merepotkan. “Bukan salah kamu, kok. Aku aja yang masih sering inget Ibu.”
Jejak air mata di pipi sang istri sebenarnya ingin sekali Angkasa hapus dengan telapak tangan. Namun, dia belum seberani itu. Akhirnya, Angkasa hanya diam berlutut sambil mengulas senyum, berharap Myria segera tenang.
“Kalau lo udah tenang, makan es krim itu. Keburu meleleh nanti.”
Myria tertawa sekali. Dia mengangguk dan memutar badan sedikit. “Kenapa bawakan aku es krim?”
“Gue suka ngemil es krim kapan aja.”
Bertambah lagi keunikan Angkasa yang baru diketahui Myria. Gadis itu enggan percaya, tetapi memang begitu adanya. “Kamu banyak kejutan, ya?”
Satu alis Angkasa terangkat, sedangkan tangan sudah sibuk kembali menyuapkan es krim. Dia berdiri agar tidak kesemutan.
“Apalagi kebiasaanmu yang tersembunyi?”
“Gue?”
Myria mengangguk-angguk.
“Gue juga suka kucing. Gue suka motoran, gue suka basket, sama ….”
“Sama apa?”
“Suka sama lo.”
Myria langsung menunduk. Dia sengaja menghindari tatapan Angkasa agar tidak ketahuan sedang tersipu. Bahkan, tangan yang memegang sendok kecil di cup es krim itu berputar-putar tanpa henti guna mengurai kecanggungan.
“Lo nggak pernah pacaran, ya, My?”
Wajah Myria baru terangkat. Dia menggeleng.
“Keliatan soalnya. Polos bener lo. Tapi nggak pa-pa, gue suka yang polos-polos.”
“Kasa!”
“Nah, ini, nih. Gue lebih suka lagi kalau lihat lo marah-marah ketus gini.”
“Angkasa!”
Angkasa tertawa puas. Dia mundur dan duduk di sofa karena pegal berdiri sedari tadi. Cowok itu meraih remote, lalu menyalakan televisi. “Besok libur, malam ini mau nonton nggak?”
“Enggak, aku mau tidur,” kata Myria sembari bangkit dari kursi lalu ke kamar mandi untuk gosok gigi.
Angkasa terabaikan, tetapi cowok itu tidak terlalu ambil pusing. Dia terus menikmati siaran televisi dan mencari film bagus untuk ditonton.
Jam malam terus merangkak naik. Myria sudah terlelap sedari tadi, sementara Angkasa menonton film sendirian. Bungkus camilan berserak di lantai karena mulut cowok itu tidak bisa diam dan terus mengunyah tiada henti. “Cepet banget habis,” gumam Angkasa saat bungkus potato chips ketiganya telah kosong. Mau tidak mau, dia harus turun dan mengambil ulang.
Akan tetapi, belum sampai menjangkau pintu, perhatian Angkasa tersita oleh kondisi Myria. Istri barunya itu tampak gelisah dan bergumam resah.
Angkasa mendekat. Dia membuang sandal lantainya dan merangkak naik. “My, lo nggak pa-pa?”
“Bu ….” Myria mengigau dengan suara parau. “Ibu.”
Angkasa mengurungkan niat untuk turun. Dia berusaha membangunkan Myria lebih dahulu. Namun, tak kunjung perempuan itu sadar. Tiba-tiba ide muncul di kepala Angkasa. Dia ikut merebahkan badan dan menarik Myria ke pelukan. Angkasa berharap, pelukannya bisa menenangkan Myria tanpa membangunkan.
“Biarin aja kalau besok dia marah. Gue tinggal jelasin. Beres!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
nuri
peluk doang, gpp sa. pokoke skrang mau ngapa2in sah2 ja lah👏
2024-01-05
0
@ Mmh adil @
pinnter mengambil kesempatan
2023-09-26
1
Indo Mie
Lah istri aku inih wkwkwk,,,
2023-09-16
0